Dihajar Corona, Bisnis Beras Merana
Produsen beras mengatakan penyerapan beras anjlok lebih dari 50 persen
DENPASAR,NusaBali
Bisnis beras juga tidak luput dari imbas pandemi Covid-19. Serapan beras dari sektor pariwisata anjlok dalam. Demikian untuk jenis beras khusus, diantaranya beras merah prospek pemasarannya juga macet akibat pandemi.
I Wayan Suka Artha, produsen beras dari BanjarPiling, Desa Mangesta, Kecamatan Penebel Tabanan, mengatakan penyerapan beras anjlok lebih dari 50 persen. “Semua akibat pandemi Covid-19,” ujarnya Rabu (21/7).
Suka Artha mengungkapkan pengalamannya. Sebelum pandemi merajam 1,5 tahun lalu, dia mampu memasarkan rata-rata 150 ton beras setiap bulan. “Itu rata-rata, bahkan bisa lebih dari itu,” lanjutnya.
Setelah pandemi, penyerapan semakin menurun. Kini dalam sebulan serapan pasar hanya sekitar 20 ton saja. Jauh berkurang dari sebelumnya.
”Lebih dari 50 persen,” ujarnya.
Suka Artha pun memastikan, anjloknya serapan tersebut salah satunya disebabkan kolapsnya pariwisata Bali.
Hal itu ditandai banyaknya jenis usaha pariwisata yang tidak beroperasi maupun tutup, karena tidak ada pengunjung/wisatawan.
“Dulu kan pariwisata banyak menyerap beras,” ujar pria dari Kelompok Karya Tani Sejahtera ini. Karena itulah pemasaran beras untuk sementara ini hanya bertumpu pada serapan pasar untuk konsumsi masyarakat saja.
Selain pemasaran beras biasa yang terimbas, jenis beras khusus pun juga tak luput dari dampak pandemi. Diantaranya beras barak atau beras merah.
“Mitra kami dari luar tidak bisa datang ke sini, untuk melihat langsung samplenya,” ungkap Suka Artha.
Hal tersebut menyusul Pemberlakuan Pembatasam Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat untuk penanggulangan pandemi Covid-19. Rencananya penjajagan pengiriman dengan tujuan Singapura.
“Padahal kami sudah menyiapkan semuanya , termasuk mesin vakum untuk proses pengeringan gabah beras merah,” lanjutnya.
Hanya akibat pandemi berikut penerapan PPKM realisasi, pengiriman produk merah merah terkendala.
“Dulu kami pernah mengirim beras merah sampai 12 ton ke Amerika Serikat,” tambahnya. Kini, baik pemasaran beras biasa, maupun beras merah sama-sama mengalami permasalahan. Ada yang penurunan penjualan lebih dari 50 persen. Sedang lainnya terhambat transformasi akibat pandemi. *K17
I Wayan Suka Artha, produsen beras dari BanjarPiling, Desa Mangesta, Kecamatan Penebel Tabanan, mengatakan penyerapan beras anjlok lebih dari 50 persen. “Semua akibat pandemi Covid-19,” ujarnya Rabu (21/7).
Suka Artha mengungkapkan pengalamannya. Sebelum pandemi merajam 1,5 tahun lalu, dia mampu memasarkan rata-rata 150 ton beras setiap bulan. “Itu rata-rata, bahkan bisa lebih dari itu,” lanjutnya.
Setelah pandemi, penyerapan semakin menurun. Kini dalam sebulan serapan pasar hanya sekitar 20 ton saja. Jauh berkurang dari sebelumnya.
”Lebih dari 50 persen,” ujarnya.
Suka Artha pun memastikan, anjloknya serapan tersebut salah satunya disebabkan kolapsnya pariwisata Bali.
Hal itu ditandai banyaknya jenis usaha pariwisata yang tidak beroperasi maupun tutup, karena tidak ada pengunjung/wisatawan.
“Dulu kan pariwisata banyak menyerap beras,” ujar pria dari Kelompok Karya Tani Sejahtera ini. Karena itulah pemasaran beras untuk sementara ini hanya bertumpu pada serapan pasar untuk konsumsi masyarakat saja.
Selain pemasaran beras biasa yang terimbas, jenis beras khusus pun juga tak luput dari dampak pandemi. Diantaranya beras barak atau beras merah.
“Mitra kami dari luar tidak bisa datang ke sini, untuk melihat langsung samplenya,” ungkap Suka Artha.
Hal tersebut menyusul Pemberlakuan Pembatasam Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat untuk penanggulangan pandemi Covid-19. Rencananya penjajagan pengiriman dengan tujuan Singapura.
“Padahal kami sudah menyiapkan semuanya , termasuk mesin vakum untuk proses pengeringan gabah beras merah,” lanjutnya.
Hanya akibat pandemi berikut penerapan PPKM realisasi, pengiriman produk merah merah terkendala.
“Dulu kami pernah mengirim beras merah sampai 12 ton ke Amerika Serikat,” tambahnya. Kini, baik pemasaran beras biasa, maupun beras merah sama-sama mengalami permasalahan. Ada yang penurunan penjualan lebih dari 50 persen. Sedang lainnya terhambat transformasi akibat pandemi. *K17
Komentar