nusabali

Pandemi, Pelukis Wayang Kamasan Tetap Bangkit

  • www.nusabali.com-pandemi-pelukis-wayang-kamasan-tetap-bangkit

SEMARAPURA, NusaBali
Pandemi Covid-19 yang mendera Bali sejak Maret 2020, tak menyurutkan semangat para pelukis gaya Wayang Kamasan di Banjar Sangging, Desa Kamasan, Kecamatan Klungkung, Klungkung.

Mereka terus berkarya dengan tetap menerapkan protokol kesehatan (prokes). Kondisi itu tergambar di Sanggar Lukis Wasundari, milik maestro Lukisan Wayan Kamasna Nyoman Mandra (almarhum), Banjar Sangging, Desa Kamasan, Minggu (20/7) siang. Tampak 5 pelukis yang sudah lanjut usia (nenek) serius menggarap lukisan Wayang Kamasan. Pelukis tua ini sejak dulu aktif melukis di Sanggar Wasundari, kecuali mereka libur karena ada upacara adat.

Karena masih situasi pandemi, anak-anak yang belajar di Sanggar Wasundari juga diatur, maksimal dalam sehari 5 orang bisa belajar ke sanggar. Hal ini agar mereka bisa menerapkan prokes. Mereka dibimbing langsung oleh anak Nyoman Mandra, Ni Wayan Sri Wedari, yang juga seorang guru seni budaya di SMAN 2 Semarapura, Klungkung. "PPKM tetap di rumah saja tidak menyurutkan semangat  berkreativitas di Sanggar Lukis Wasundari Nyoman Mandra," ujar Sri Wedari.

Guna memudahkan mentransfer ‘ilmu’ melukis kepada anak didiknya, Sri Wedari membuat sebuah terobosan dengan empat program pembelajaran di sanggar. Karena untuk menguasai teknik melukis ini mesti menguasai pakem-pakem tertentu.

Empat program pembelajaran dimaksud, yakni pertama, tingkat dasar yakni program berbagai macam garis dan bermacam ornamen. Kedua, pengenalan karakter wayang dari muka sampai hiasannya, ketiga menginjak figur dan karakter dengan media kertas, dan keempat menginjak ke kanvas sampai finishing. “Setelah melukis di media kertas, baru ke kanvas,” ujarnya.

Jelas Sri Wedari, program dasar diajarkan 25 kali pertemuan, program kedua 30 kali pertemuan, program ketiga sampai figur utuh selama 25 hari dan penggunaan medium kanvas dalam 10 kali pertemuan. Setelah semua dikuasi barulah mereka dapat sertifikat.

Jelas dia, ketika sang ayah masih aktif mengajar, Sri Wedari juga sering membantu mengajar melukis. Kini dirinya meneruskan di luar jam mengajar di sekolah, Sabtu dan Minggu. “Pesan beliau (almarhum Nyoman Mandra, Red) kepada anak-anaknya agar kesenian itu dilestarikan. Karena ini merupakan salah satu indentitas budaya Kabupaten Klungkung,” katanya.

Dia mengakui, minat anak-anak untuk belajar melukis Wayang Kamasan menurun. Pada era 1990-an bisa mencapai 50 orang lebih. Untuk saat ini jumlah anak yang belajar di tempatnya sekitar 20 orang lebih. Namun, karena situasi pandemi Covid-19 maka anak-anak yang belajar pun diatur maksimal 5 orang dalam sehari. Untuk jadwal menyesuaikan dengan waktu senggang anak-anak di luar jam sekolah dan ada juga diambil pas hari libur," kata Wedari. *wan

Komentar