nusabali

Minta Solusi, Dewan Malah Kebingungan

Kisruh Dana LPD Serangan, Tiga Kelian Banjar Masadu ke DPRD

  • www.nusabali.com-minta-solusi-dewan-malah-kebingungan

Dewan Denpasar pada intinya menyarankan kisruh LPD Serangan diselesaikan secara internal.

DENPASAR, NusaBali

Kelian adat dari Banjar Kaja, Banjar Kawan, Banjar Peken, dan belasan perwakilan warga Banjar Tengah, Kelurahan Serangan, Denpasar Selatan, masadu ke DPRD Kota Denpasar sekaligus meminta solusi terkait kisruh dana Lembaga Pacingkreman Desa (LPD) Desa Adat Serangan, Denpasar Selatan, Kamis (3/6) siang. Namun anggota DPRD justru bingung menyikapi persoalan dimaksud.

Kehadiran mereka di DPRD Kota Denpasar sekitar pukul 12.30 Wita diterima oleh Ketua Komisi I I Ketut Suteja Kumara, Ketua Komisi II Wayan Suadi Putra, Wakil Ketua I DPRD I Wayan Mariyana Wandhira, dan anggota komisi lainnya.

Kelian Banjar Kawan Made Hayet mengungkapkan, sampai saat ini belum mendapatkan titik temu solusi terhadap kisruh LPD Serangan. Hal itu yang membuat mereka datang ke dewan untuk minta bantuan agar kasus ini bisa ditindaklanjuti dan dikawal.

Sebab, LPD Serangan terus bermasalah pada sekian kali periode kepemimpinan. Jika kasus ini diselesaikan secara musyawarah pelaku dibiarkan terus tentu yang selanjutnya, dikhawatirkan akan ada lebih banyak lagi yang menggunakan kesempatan dengan pola yang sama saat menjadi pengurus LPD.

Dengan adanya kasus tersebut Made Hayet meminta agar kasus ini menjadi atensi dan ditindaklanjuti oleh dewan. “Ini masalahnya sudah cukup gamblang, dan agar diselesaikan secepatnya. Bagaimana dewan sebagai perwakilan kami membantu memberikan solusi dan ikut mengawal kekisruhan ini,” ucapnya.

Kelian Adat Banjar Kaja I Wayan Patut menceritakan, awal kasus ini terjadi saat rapat laporan LPD ke desa adat termasuk bersama seluruh kelian banjar di Kota Denpasar pada 8 Juli 2020 yang harusnya dilakukan Maret 2020. Dalam rapat tersebut, pihak LPD memberikan laporannya. Laporan tersebut ditolak karena dianggap memiliki beberapa kejanggalan.

Mulai dari nama ganda, hingga yang tidak pernah meminjam terdaftar sampai nama perusahaan. Tetapi saat itu, pihak LPD masih meminta waktu untuk dilakukan revisi.

“Nah karena revisi itu tetap saja ada yang janggal, saya dan kelian banjar lainnya akhirnya mengundang LP LPD Kota Denpasar, LP LPD Provinsi, BKS Provinsi, dan BKS Kota Denpasar dan sepakat untuk melakukan audit,” kata Wayan Patut.

Setelah dilakukan audit, baru muncul berbagai permasalahan di LPD Serangan termasuk penyalahgunaan dana yang diduga dilakukan Ketua Pengawas sekaligus Bendesa Adat Serangan sebesar Rp 5,8 miliar. Total tersebut berdasarkan audit, menurut dia, berasal dari penggunaan dana sebesar Rp 4 miliar dari Rp 4,8 miliar dana yang dimiliki perusahaan.

Yang menjadi permasalahan, lanjut Wayan Patut, dalam audit ada pernyataan dana LPD Rp 4,8 miliar bukan dipakai Made Sedana, tetapi dipakai pegawai bagian Tata Usaha (TU) di LPD Serangan yang bernama Ni Wayan Sunita Yanti, sebesar Rp 3,8 miliar. Tetapi Nita, sapaan Ni Wayan Sunita Yanti, mencabut pernyataannya pada 7 Mei 2021 karena saat memberikan pernyataan saat itu sedang mendapat tekanan.

Selain dana perusahaan, dana deposito sebesar Rp 2 miliar milik warga negara asing, digunakan sebesar Rp 1,4 miliar. “Kalau Rp 1,4 miliar itu milik warga asing yang mendepositokan uangnya sebesar Rp 2 miliar ke LPD. Tetapi yang disetor untuk deposito hanya Rp 600 juta, sisanya digunakan secara pribadi oleh Ketua Pengawas atau Bendesa Serangan,” ucap Wayan Patut.

Selain itu, menurut dia, ada dana lainnya sebesar Rp 800 juta milik nasabah juga digunakan secara pribadi sehingga total yang digunakan sebesar Rp 5,8 miliar. “Dana yang dia gunakan tidak diakui dia pakai, tapi setelah diaudit itu memang ketemu. Kasus ini sempat dilaporkan ke Kejati Bali tetapi sudah dilimpahkan ke Kejari Denpasar,” imbuh Wayan Patut.

Menanggapi hal itu, Ketua Komisi I DPRD Kota Denpasar I Ketut Suteja Kumara dari Fraksi PDIP mengaku kebingungan. Sebab, permasalahannya menyangkut uang milik krama. Jika diselesaikan ke jalur hukum maka uang sebanyak itu kemungkinan akan hilang.

“Saya juga bingung, bapak-bapak saja yang menangani kasus ini juga tidak menemukan titik temu. Intinya, kalau bisa ini diselesaikan dulu secara musyawarah agar orang bersangkutan bertanggung jawab. Jika dilakukan secara hukum maka uang sebanyak itu dikhawatirkan tidak kembali, kasihan warga,” ucapnya.

Hal senada juga disampaikan politisi dari Fraksi Golkar I Wayan Mariyana Wandhira. Dia mengaku kebingungan, tetapi penyelesaian permasalahan agar dicoba melalui musyawarah. Yang bersangkutan dituntut untuk mau mengakui dan jujur dengan pemakaian uang tersebut. Jika mengakui, yang bersangkutan harus bertanggung jawab untuk mengembalikan uang itu.

“Coba dulu secara musyawarah. Kalau dia punya aset itu saja yang dipakai mengembalikan uang yang dipakai. Yang jadi masalah jika nantinya aset tidak ada ini maka uang sebesar itu didapat dari mana? Tetapi kalau masuk jalur hukum juga uang masyarakat tidak bisa dikembalikan,” kata Mariyana Wandhira.

Sementara dikonfirmasi terpisah, Bendesa Serangan I Made Sedana menampik apa yang dituduhkan terhadap dirinya yang dikatakan menyelewengkan uang LPD Serangan. Dia mengaku saat awal kisruh sempat didatangi ke rumahnya oleh staf Tata Usaha (TU) di LPD Serangan yang bernama Ni Wayan Sunita Yanti.

Sedana mengaku diminta oleh Nita agar mengakui saja jumlah uang tersebut karena sistem sedang bermasalah. “Saya disuruh mengakui saja itu, karena sistem komputer rusak, agar pembukuan balance. Saya meneken surat kosong. Saya tanda tangan dan kaget ternyata sebanyak itu (uang) yang saya tandatangani,” ungkapnya saat dikonfirmasi melalui telepon.

Karena merasa tidak menggunakan uang tersebut, Sedana mengaku berontak dan sempat melakukan sumpah di pura. Jika dia yang menyelewengkan uang tersebut akan kena marabahaya. “Setelah itu dia (Nita) mengakui menggunakan uang tersebut dengan surat pernyataan. Itu juga sudah ditandatangani Ketua LPD, Penua Sabha Desa, Ketua Tim Penyelamatan LPD, dan saya sebagai Bendesa. Saya terakhir. Artinya semua sudah selesai,” ujarnya.

Menurutnya orang yang melaporkan dirinya memiliki kepentingan politis yang sifatnya balas dendam. “Kemarin di provinsi sudah diundang, bahkan yang melapor tidak ada komentar apa. Saya heran yang melaporkan saya kan ikut dalam tim, jadinya dia melawan tim. Kan sudah jelas orang yang memakainya, kan tinggal menagih, kenapa dibawa ke sana ke sini. Ini kan intern adat, selesaikan di adat. Dengan melapor, apakah yang melapor sudah siap mengembalikan uang masyarakat? Heran sekali saya, apa maksud dan tujuannya,” tandas Sedana. *mis

Komentar