nusabali

Fraksi Golkar DPRD Bali Tolak Pengaturan BUPDA Oleh MDA

  • www.nusabali.com-fraksi-golkar-dprd-bali-tolak-pengaturan-bupda-oleh-mda

DENPASAR, NusaBali
Rancangan Peraturan Derah (Ranperda) Bhaga Utsaha Padruwen Desa Adat (BUPDA) Provinsi Bali masih dibahas DPRD Bali.

Fraksi Golkar DPRD Bali menolak adanya draft dalam Ranperda BUPDA yang memberikan kewenangan kepada Sabha Perekonomian Desa Adat (SAKA) untuk mengatur lembaga usaha desa adat ini.  Fraksi Golkar DPRD Bali menilai SAKA, yang dalam Ranperda BUPDA dibentuk oleh Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali dan Gubernur Bali, dapat mendegradasi independensi desa adat. Karena itu, Fraksi Golkar DPRD Bali siap habis-habisan mengawal pembahasan draft Ranperda BUPDA tersebut.

Penegasan ini disampaikan Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Golkar, Nyoman Sugawa Korry, kepada NusaBali seusai memimpin rapat pembahasan Ranperda BUPDA di Gedung Dewan, Niti Mandala Denpasar, Rabu (2/6). "Kalau dipaksakan SAKA diberikan kewenangan mengatur BUPDA, saya minta Fraksi Golkar DPRD Bali untuk meno-laknya. Kalau dipaksakan voting, ya kami walk-out saja dan dibuatkan berita acaranya," ujar Sugawa Korry.

Sugawa Korry mengatakan, sesuai draft yang disodorkan Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (PMA) Provinsi Bali, dalam Pasal 45 Ranperda BUPDA berisi kewenangan SAKA, di antaranya membina, mengatur, mengawasi BUPDA. Menurut Sugawa Korry, sebagai lembaga bentukan MDA Provinsi dan Gubernur Bali, SAKA kalau hanya diberikan kewenbangan untuk mengawasi dan membina BUPDA, masih bisa diterima.

“Tapi, kalau berisi kata ‘mengatur’, ya ini berbahaya bagi desa adat. Mengatur itu sama saja dengan intervensi. Sementara dalam Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat, keberadaan desa adat itu otonom," tegas politisi senior asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Buleleng yang juga Ketua DPD I Golkar Bali ini.

Sugawa Korry menyebutkan, sikap Partai Golkar melalui Fraksi Golkar DPRD Bali ini bukan sekadar asal ‘beda’, cari sensasi, apalagi pencitraan. Pihaknya ingin desa adat yang sudah ada sebelum republik ini berdiri, posisinya independen.

“Tugas kita mengingatkan pemerintah dan MDA. Kalau sudah diingatkan, tapi tetap dijalankan, nanti rakyat yang menilai. Kami berharap semua pihak di sini mengawal. Ada setitik idealisme untuk masalah ini," kata Sugawa Korry yang notabene pengagas PT Jaminan Kredit Daerah (Jamkrida) Provinsi Bali.

Sugawa Korry juga mengingatkan supaya dalam operasionalnya nanti, BUPDA tidak sampai menyaingi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang dikelola desa dinas. Intinya, jJangan sampai terjadi tabrakan kepentingan di sini. Kalau bekerja sama antara BUPDA dan BUMDes, masih dibolehkan.

Sementara itu, Kadis PMA Provinsi Bali, I Gusti Agung Ketut Kartika Jaya Saputra, mengatakan dalam draft Ranperda BUPDA memang ada berisi klausul pembentukan SAKA oleh MDA dan Gubernur Bali. SAKA nanti tugasnya mengawasi, mengatur, dan membina BUPDA. "Tetapi, ini baru draft. Ini baru pembahasan awal. Nanti masih akan ada membahas dan bedah pasal per pasal draft Ranperda BUPDA," ujar Kartika Jaya saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Rabu kemarin.

Kartika Jaya menyebutkan, kalau DPRD Bali memang menginginkan SAKA tidak diberikan kewenangan mengatur BUPDA, bisa saja itu. Tergantung pembahasan lanjutan di Pansus BUPDA DPRD Bali. "Intervensi dalam artian positif itu kan tidak masalah? Bisa saja kata ‘mengatur’ diganti dengan memberdayakan atau memfasilitasi. Sekali lagi, ini baru tahap pembahasan awal," tegas birokrat asal Desa Gubug, Kecamatan Tabanan ini.

Menurut Kartika Jaya, SAKA yang akan dibentuk ini semacam otoritas mengawasi usaha dan perekonomian mikro desa adat. "SAKA ini penting keberadaannya, untuk mengawal perekonomian desa adat di tengah arus globalisasi," papar Kartika Jaya. *nat

Komentar