nusabali

Tuntaskan Masalah Tanah Sumberkelampok, Koster Dianggap Penyelamat

  • www.nusabali.com-tuntaskan-masalah-tanah-sumberkelampok-koster-dianggap-penyelamat

DENPASAR, NusaBali
Momen penyerahan sertifikat hak milik tanah oleh Gubernur Bali Wayan Koster kepada warga Desa Sumberkelampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Selasa (18/5) pagi, merupakan hari yang bersejarah bagi masyarakat setempat.

Inilah akhir penantian selama 61 tahun bagi warga Desa Sumberkelampok. Warga di ujung barat Kabupaten Buleleng pun puji Gubernur Koster sebagai penyelamat. Sejumlah tokoh dan warga yang menyaksikan langsung hari bersejarah penyerahan sertifikat tanah di Gedung Serba Guna Desa Sumberkelampok, Selasa pagi, menyebut peristiwa yang sudah ditunggu-tunggu selama 61 tahun sejak 1960 tersebut sangat sulit dituangkan dengan kata-kata. Intinya, mereka sangat bersyukur dan  berterima kasih dengan upaya yang dilakukan Gubernur Koster.

Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sumberkelampok, I Made Sukadana, dalam testimoninya kepada awak media, Rabu (19/5), menyebutkan Gubernur  Koster seperti penyelamat dan hadir memberikan harapan yang nyata. “Karena pada saat itu kami merasakan telah hadir malaikat penyelamat yang merupakan seorang pemimpin luar biasa dan benar-benar pro rakyat. Malaikat penyelamat itu bernama Wayan Koster,” ujar Made Sukadana.

Sukadana menyebut Gubernur Koster is the best. Sebab, di era kepemimpinan Gubernur Koster, warga Desa Sumberkelampok yang berjumlah 929 KK mendapatkan legalitas berupa SHM (sertifikat hak milik) atas tanah yang ditempati dan digarap sejak tahun 1923. Perjuangan untuk mendapatkan hak atas tanah tersebut telah diperju-angkan sejak tahun 1960 silam. "Gubernur Koster is the best," puji Sukadana.

Pujian senada juga disampaikan Perbekel Sumberkelampok, I Wayan Suwitra Yasa. Menurut Suwitra Yasa, Gubernur Koster merupakan satu-satunya pemimpin yang sudah memberikan bukti nyata, dengan hadirnya keputusan yang pro rakyat berupa penyerahan sertifikat hak milik tanah kepada warga Sumberkelampok. Dia mengatakan Koster telah menjalankan kewajiban kepada masyarakat secara tulus, lurus, dan ikhlas.

“Kita doakan Gubernur Bali Pak Wayan Koster agar panjang umur dan selalu dimudahkan dalam mengemban tugas mulia masyarakat Bali, dengan visi ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’ melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru,” papar Suwitra Yasa.

Sedangkan Bendesa Adat Sumberkelampok, Jero Nengah Nadia, mengungkapkan pihaknya sampai menempuh upaya niskala dalam perjuangan mendapatkan kepastian hukum berupa sertifikat tanah warga Desa Sumberkelampok. Perjuangan secara niskala itu dilakukan dengan nunas ica (memohon restu) di Pura Kahyangan Tiga Desa Adat Sumberkelampok.

“Sebelum diberikannya sertifikat tanah ini secara gratis oleh Gubernur Wayan Koster, kami prajuru desa adat telah menempuh jalur secara niskala dengan cara nunas ica ring Pura Kahyangan Tiga, kesarangin para pamangku," papar Jero Nadia.

"Hanya ini jalan terakhir kami memohon, agar perjuangan masyarakat dimudahkan untuk mendapatkan sertifikat tanah dan tidak ada lagi konflik antara masyarakat dengan pemerintah. Atas doa tersebut, akhirnya Hyang Widhi Wasa memberikan jawaban dengan lahirnya sikap dukungan penuh dari Gubernur Wayan Koster,“ lanjut Jero Nadia.

Sementara itu, Ketua Tim 9 Desa Sumberkelampok, I Putu Artana, mengatakan para tetua di desanya sudah berjuang memohon tanah untuk fasilitas umum dan pemukiman ke pemerintah, sejak tahun 1960. Namun, perjuangan mereka tidak mendapatkan hasil apa pun. Barulah di era Gubernur Koster, proses perjuangan pensertifikatan tanah ini berhasil.

“Hanya Gubernur Koster sosok pemimpin yang bisa diajak komunikasi. Kami diterima langsung beraudiensi dan nyambung komunikasinya. Gubernur Koster sudah kami anggap sebagai dewa penyelamat dan pemimpin yang satya wacana," ujar Putu Artana.

Putu Artana memaparkan, sebelum menjadi Gubernur Bali, Wayan Koster yang saat itu sebagai anggota Fraksi PDIP DPR RI Dapil Bali sempat telah berjanji akan menyelesaikan masalah tanah di Desa Sumberkelampok. “Saat itu, beliau meminta doa kepada warga Sumberkelampok agar diberikan jalan terbaik,” kenang Putu Artana.

Perjuangan merebut kepastian hukum atas tanah yang ditempati dan digarap itu, kata Artana, akhirnya mulai mendapatkan secercah harapan setelah Gubernur Koster berkenan membuka pintu dialog dengan warga Sumberkelampok, Agustus 2019 lalu, dengan mempertimbangkan berbagai hal, antara lain kronologis keberadaan masyarakat, desa adat, dan desa dinas di lokasi, serta persetujuan DPRD Bali.

"Akhirnya, diperoleh kesepakatan antara warga dengan pemerintah terkait tanah yang diperjuangngkan warga Desa Sumberkelampok. Warga memperoleh 70 persen tanah garapan di luar tanah pekarangan eksisting. Kesepakatan ini kemudian ditindaklanjuti BPN Provinsi Bali melalui skema Reforma Agraria," ujar Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Bali, Rudi Rubijaya, yang juga memberikan testimoninya, Rabu kemarin.

Dalam pembagian ini, warga Sumberkelampok memperoleh sebesar 70 persen atau 359,87 hektare dari total tanah garapan seluas 514,10 hektare. Sedangkan sisanya milik Pemprov Bali mencapai 30 persen atau 154,23 hektare. Lahan milik Pemprov Bali tersebut lokasinya berada di sisi utara Desa Sumberkelampok, membentang dari kawaswan Tegal Bunder sampai Teluk Terima.

Dengan demikian, pihak warga Sumberkelampok memperoleh tanah dengan total luas mencapai 458,70 hektare atau sekitar 74,84 persen, yang terdiri dari tempat tinggal dengan luas 65,55 hektare, fasilitas umum dan jalan dengan luas 33,28 hektare, dan tanah garapan dengan luas 359,87 hektare. *nat

Komentar