nusabali

Wisatawan Heboh, Ramai-ramai Antusias Ngibing

  • www.nusabali.com-wisatawan-heboh-ramai-ramai-antusias-ngibing

Sanggar Seni Sukarya menciptakan sejumlah tarian kreasi, seperti Tari Pendet Swastyastu, Galang Kangin, Galang Bulan, Taksuning Makepung, Semara Ratih, dan Tari Janger Jejogedan.

Kolaborasi Jegog dengan Tarian Kreasi di Museum Arma, Ubud

GIANYAR, NusaBali
Mata puluhan wisatawan yang memenuhi open stage Museum Arma (Agung Rai Museum of Art) Ubud, Gianyar, Sabtu (28/11) malam, nyaris tak berkedip. Mereka tampak terpukau dengan gemulai penari dan ‘hebohnya’ suara gamelan Jegog (gamelan bambu khas Jembrana) yang malam itu ditampilkan khusus di Museum Arma. 

Pantauan NusaBali, pementasan kolaborasi jegog dan tari kreasi itu lumayan menarik minat wisatawan, terutama wisatawan mancanegara (Wisman) yang menghabiskan akhir pekannya di kawasan Ubud, khususnya di Museum Arma. Buktinya pementasan yang dimulai pukul 21.00 Wita itu tak membuat mereka cepat-cepat beranjak dari tempat duduknya. Mereka tampak betah hingga akhir pementasan.

Wisatawan pun makin antusias ngibing (berjoged) mengiringi penari saat penampilan Tari Janger Jejogedan. Sebagai tari pergaulan, tarian ini membuat ratusan wisatawan seperti enggan pulang walau pementasan telah usai digelar. Kolaborasi jegog ini ditampilkan oleh Sanggar Seni Sukarya yang beralamat di Banjar Baler Bale Agung, Desa Tegalcangkring, Kecamatan Mendoyo, Jembrana. Pengasuh Sanggar Seni Sukarya, Deniek G Sukarya mengungkapkan pementasan kolaborasi jegog dengan tarian kreasi ini sebagai upaya mengangkat ‘martabat’ jegog di mata dunia. 

“Ini juga jadi pertimbangan mengapa kami memilih pentas di Museum Arma Ubud,” ujar pria kelahiran Tegalcangkring pada tahun 1954, namun sukses meniti karir sebagai fotografer profesional di Jakarta ini. Daniek mengatakan Museum Arma adalah salah satu museum paling populer di Ubud. Sedangkan Ubud sendiri dikenal memiliki taksu dan ciri khas seni di Bali, serta wisatawan yang berkunjung berasal dari berbagai negara. 

“Ini tampilan perdana kami. Diharapkan jegog versi kami ini bisa makin dikenal, bahkan hingga ke mancanegara,” kata Deniek. Mengapa kolaborasi jegog dengan tari kreasi? Deniek mengatakan pakem klasik pada tetabuhan dan tarian jegog garapannya tetap mendominasi. Namun bagi Deniek, jegog harus makin menarik, akrab sebagai sebuah karya tontonan dan yang lebih penting seniman jegog tak boleh berhenti menciptakan kreasi-kreasi baru. 

“Jegog sebagai sebuah kesenian tradisional harus tetap hidup dan bisa mengisi ruang dalam dinamika kesenian kontemporer,” katanya. Jadilah kemudian, Sanggar Seni Sukarya menciptakan sejumlah tarian kreasi, seperti Tari Pendet Swastyastu, Galang Kangin, Galang Bulan, Taksuning Makepung, Semara Ratih, dan Tari Janger Jejogedan. “Semakin banyak karya, semakin banyak pula seni Bali yang bisa diperkenalkan kepada dunia,” imbuh Deniek. 

Sayu Putu Putri Diana,15, salah seorang penari didampingi pelatih tari Made Handayani mengaku sangat berbahagia malam itu. “Jauh-jauh dari Jembrana ternyata penampilan kami dapat apresiasi begitu bagus. Mudah-mudahan ini jadi cambuk bagi kami untuk makin giat berlatih dan berkreasi,” ungkap Sayu. Di Museum Arma, Deniek tak sendiri. Dia juga menggandeng istrinya yang keturunan Jerman untuk menggelar pameran foto bertajuk Metamorphosia. Pada pameran ‘foto seni’ itu, para pengunjung juga tampak antusias.

Komentar