nusabali

Koster Tuntaskan Sertifikasi Tanah Warga Sumberkelampok

Setelah Selama 61 Tahun Tanpa Ada Kepastian Hukum

  • www.nusabali.com-koster-tuntaskan-sertifikasi-tanah-warga-sumberkelampok

Sebagai wujud terima kasih, seorang warga Desa Sumberkelampok spontan angkat tubuh Gubernur Koster saat acara penyerahan sertifikat kemarin

SINGARAJA, NusaBali

Setelah menunggu selama 61 tahun tanpa kepastian, warga Desa Sumberkelampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng akhirnya memperoleh hak milik atas tanah yang ditempati dan digarapnya sedjak 1923. Gubernur Bali Wayan Koster telah memfasilitasi sertifikasi sebagai bukti kepemilikan tanah yang sah bagi 929 KK warga Desa Sumberkelampok. Sebanyak 720 sertifikat dari total 800 sertifikat tanah pekarangan yang diterbitkan tersebut, sudah diserahkan Gubernur Koster, Selasa (18/5) pagi.

Penyerahan 720 sertifikat tahap I untuk Surat Hak Milik (SHM) pekarangan kepada warga, Selasa pagi sekitar pukul 10.00 Wita, dilakukan secara simbolis oleh Gubernur Koster di Gedung Serba Guna Desa Sumberklmapok. Acara tersebut dihadiri pula Ketua DPRD Provinsi Bali I Nyoman Adi Wiryatama, Kapolda Bali Irjen Pol I Putu Jayan Danu Putra, Danrem 163/Wirasatya Brigjen TNI Husein Sagaf, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bali Rudi Rubijaya, Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra, dan Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana. Sedangkan seluruh warga yang hadir terlebih dulu dirapid test antigen, dengan hasil negatif.

Penyerahan sertifikat secara simbolis tersebut disambut antusias warga Desa Sumbekelampok. Pantauan NusaBali di lokasi, sejumlah warga tampak mengelu-elukan Gubernur Koster, sebagai ungkapan terima kasih atas perjuangan panjangnya yang baru terkabulkan tahun ini. Bahkan, secara spontanitas seorang warga mengangkat tubuh Gubernur Koster saat berkeliling menyapa warganya.

Maklum, perjuangan warga Desa Sumberkelampok untuk mendapatkan hak milik atas tanah yang mereka tempati dan garap, sangatlah panjang. Warga Sumberkelampok telah menempati tanah ini secara turun temurun sejak tahun 1923, saat perabasan hutan untuk menjadi kawasan perkebunan oleh Pemerintah Belanda. Namun, warga saat itu belum memiliki tanda bukti kepemilikan yang sah atas tanah yang ditempati dan digarap seluas 612,93 hektare.

Setelah Indonesia merdeka pada 1945, maka kawasan perkebunan yang semula dikuasai Belanda menjadi tanah milik negara. Kemudian, pemerintah pusat menyerahkan tanah tersebut kepada Pemprov Bali dengan Surat Keputusan Nomor 797/Ka tertanggal 15 September 1960.

Selanjutnya, Pemprov Bali memberikan pengelolaan kepada Yayasan Kebaktian Proklamasi/Veteran untuk diusahakan melalui Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Bali Nomor 715/A.3/2/31 tanggal 16 Juni 1961, dengan mempekerjakan warga Sumeberklampok. Namun, karena pengelolaan dinilai tidak memberikan hasil yang nyata bagi peningkatan kesejahteraan para pejuang/veteran beserta keluarganya, maka DPD Legiun Veteran RI Provinsi Bali selaku Pembina Yayasan Kebaktian Proklamasi Provinsi Bali, pilij mengembalikan kepada Pemprov Bali melalui surat nomor 132/UM/1/S/MDLV/VII/2010 tanggal 5 Juli 2010.

Selama menggarap dan menguasai tanah tersebut, warga Sumberkelampok belum memiliki bukti hak kepemilikan atas tanah yang ditempati sebagai tempat tinggal dan lahan garapan pertanian. Kondisi ini terus berlanjut, karena ketika warga mengajukan permohonan hak milik, belum ada kesepakatan dengan Pemprov Bali. Warga tidak memiliki kepastian hukum atas tanah yang ditempati dan digarap. Nasib warga semakin tidak jelas, mengingat masa pengelolaan tanah oleh Yayasan Kebaktian Proklamasi telah berakhir tahun 1993.

Sekitar Agustus 2019, kepala desa, bandesa adat, dan tokoh masyarakat Sumberkelampok menemui Gubernur Bali Wayan Koster, untuk menyampaikan aspirasi dan keluh kesahnya. Warga yang menginginkan agar tanah yang ditempati dan digarap dapat dimohonkan menjadi hak milik, dengan diterbitkannya sertifikat.

“Dalam pertemuan tersebut, saya mempertimbangkan aspirasi warga Sumberkelampok dan meminta waktu untuk mempelajari sejarah serta fakta tanah di Desa Sumberkelampok,” kenang Gubernur Koster saat penyerahan secara simbolis sertifikat tanah di Bale Serba Guna Desa Sumberkelampok, Selasa kemarin.

Setelah mempelajari dokumen riwayat tanah dan melakukan pembahasan dengan BPN Provinsi Bali, Gubernur Koster dapat mempertimbangkan permohonan warga Sumberkelampok untuk memperoleh hak atas tanah yang ditempati dan digarap melalui kebijakan Reforma Agraria. Menurut Gubernur Koster, ada 4 dasar pertimbangan untuk mengabulkan permohonan warga Sumberkelampok.

Pertama, secara faktual warga Sumberkelampok telah menempati dan menggarap tanah secara turun temurun sejak tahun 1923. Kedua, warga Sumberkelampok telah berjuang untuk memperoleh hak atas tanah yang ditempati dan digarapnya sejak tahun 1960. Ketiga, secara faktual telah terbentuk Desa Adat Sumberklampok sejak tahun 1930. Keempat, secara faktual telah terbentuk Desa Dinas Sumberklampok sejak tahun 1967, yang kemudian menjadi definitif pada 2000.

“Kemudian, saya mengundang kepala desa, bandesa adat, dan tokoh masyarakat Sumberkelampok (Tim 9) untuk bertemu membahas komposisi pembagian tanah antara Pemerintah Provinsi Bali dengan pihak warga,” papar Gubernur yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.

Setelah melalui diskusi yang mendalam, kata Koster, akhirnya disepakati komposisi pembagian tahan 70:30, sesuai yang diinginkan oleh warga Sumberkelampok. Dalam pembagian ini, warga Sumberkelampok memperoleh sebesar 70 persen atau 359,87 hektare dari total tanah garapan seluas 514,10 hektare (yang dibagikan ini adalah bagian dari 612,93 hektare setelah dikurangi lahan pemukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial). Sedangkan sisanya milik Pemprov Bali mencapai 30 persen atau 154,23 hektare. Lahan milik Pemprov Bali tersebut lokasinya berada di sisi utara Desa Sumberkelampok, membentang dari kawaswan Tegal Bunder sampai Teluk Terima.

Dengan demikian, pihak warga Sumberkelampok memperoleh tanah dengan total luas mencapai 458,70 hektare atau sekitar 74,84 persen, yang terdiri dari tempat tinggal dengan luas 65,55 hektare, fasilitas umum dan jalan dengan luas 33,28 hektare, dan tanah garapan dengan luas 359,87 hektare. “Menurut hemat saya, kebijakan ini sudah merupakan keputusan yang sangat arif dan bijaksana dengan menun-jukkan keberpihakan penuh kepada warga Desa Sumberkelampok,” terang Koster.

Setelah pembagian 70:30 disepakati, Koster meminta BPN Provinsi Bali untuk melakukan proses pensertifikatan tanah melalui kebijakan Reforma Agraria. Proses penyelesaikan sertifikat diminta dilakukan secara cepat. “Saya berkomunikasi langsung dengan Bapak Menteri Agraria dan Tata Ruang RI mengenai proses pensertifikatan ini. Beliau sangat menyetujui kebijakan yang saya lakukan, karena sesuai dengan program Reforma Agraria yang dilaksanakan Kementerian Agraria dan Tata Ruang,” tegas politisi senior PDIP asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang sempat tiga periode duduk di Komisi X DPR RI Dapil Bali (2004-2009, 2009-2014, 2014-2018) ini.

Menurut Koster, Kanwil BPN Provinsi Bali telah dengan sangat cepat menyelesaikan sertifikat tanah warga Sumberkelampok. Sesuai rencana, penyerahan tahap pertama sertifikat tanah untuk tempat tinggal warga Sumberkelampok bisa diserahkan Selasa kemarin. Sedangkan tahap kedua akan dilanjutkan dengan pensertifikatan tanah garapan, yang akan diselesaikan Juni 2021 mendatang.

“Astungkara, hari ini (kemarin) sudah dapat diserahkan 720 sertifikat dari total 800 sertifikat hak milik tanah untuk tempat tinggal kepada warga Desa Sumberkelampok. Sisanya, 80 sertifikat lagi akan diserahkan pada hari lain,” terang Gubernur bergelar Doktor Ilmu Matematika jebolan ITB Bandung ini.

Koster pun berpesan kepada warga Sumberkelampok untuk memafaatkan SHM yang sudah dipegang saat ini secara bijak. “Jangan dialihkan lagi sertifikat rumahnya. Sudah punya sertifikat, jangan dijual, jangan digadai, jangan dibawa ke mana. Jadikan itu sebagai warisan turun temurun, itu hadiah dari Gubernur Bali,” pinta Koster.

Selain itu, Koster juga mengingatkan tidak ada yang ribut dalam proses tahap kedua pensertifikatan tahan garapan pertanian untuk warga Sumberkelampok, yang ditarget tuntas Juni 2021 depan. “Saya minta tidak ada yang ribut dalam proses tahap kedua ini. Kalau sampai deadlock, saya tidak akan lanjutkan dan berikan haknya. Tim 9 saya tugaskan untuk bekerja dengan baik, berembuk dengan warga,” tegas Koster.

Sejauh ini, Tim 9 Desa Sumberklmapok masih memetakan dan mencari kesepakatan pembagian lahan, sesuai dengan skema yang ditentukan melalui kesepakatan warga.

Sementara itu, Kakanwil BPN Provinsi Bali, Rudi Rubijaja, mengatakan progress penyertifikatan tahap kedua masih menunggu keputusan warga Sumberkelampok. Proses penyertifikatan dibagi menjadi dua tahap karena pembagian lahan warga dengan total luasan 70 persen ditentukan langsung oleh Tim 9 dan warga dengan azas keadilan. “Tim 9 membagi luasan lahan sesaui dengan klasifikasi warga Sumberkelampok,” jelas Rudi kepada NusaBali seusai acara penyerahan sertifikat kemarin.

Sedangkan Ketua Tim 9 Desa Sumberkelampok, I Putu Artana, menyaampaikan dalam distribusi lahan garapan warga disiapkan skema klasifikasi warga. KK utama untuk warga yang pertama kali tinggal di Desa Sumberkelampok berjumlah 249 KK, menerima total lahan masing-masing seluas 85 are. Sedangkan KK pecah I keturunan pertama berjumlah 122 KK, dapat masing-masing 60 are.

Selanjutnya, KK Pecah II keturunan kedua sebanyak 197 KK, kebagian masing-masing 40 are. Sementara KK Perempuan sebanyak 82 KK, akan meneriam masing-masing seluas 29 are. Kemudian, KK eks transmigran sebanyak 22 KK, masing-masing menerima 24 are. KK baru sebanyak 146 KK, berhak menerima masing-masing 4 are. Sebaliknya, KK Penggarap sebanyak 63 KK masing-masing menerima 3 are. *k23,nat

Komentar