nusabali

Almarhum Dikenal Rajin Membantu Orangtua

Pelajar Asal Banjar Tiyingan, Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Ditemukan Tewas

  • www.nusabali.com-almarhum-dikenal-rajin-membantu-orangtua

Sebelum kejadian Made Endra menyabit rumput begitu banyak. Kelakuan yang tidak biasa itu seperti mengisyaratkan dia akan meninggalkan semuanya.

MANGUPURA, NusaBali

Seorang pelajar asal Banjar Tiyingan, Desa Pelaga, Kecamatan Petang, I Made Endra, 17, ditemukan tewas, Senin (17/5) malam. Diduga Made Endra melakukan ulah pati dengan cara menceburkan diri ke bawah Jembatan Titi Gantung, Desa Cau Belayu, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan.

Suasana sedih sangat terasa saat NusaBali mendatangi rumah duka. Tidak hanya krama adat, bahkan teruna teruni di Banjar Tiyingan juga terlihat mendatangi rumah duka. Mereka sepertinya merasa sangat kehilangan kawan terbaiknya.

Menurut Kelian Banjar Dinas Tiyingan Ketut Sumaarta, korban yang masih merupakan keponakannya ini memang terkenal supel dalam bergaul. Dengan siapapun dia mudah mengakrabkan diri. “Kegiatan pemuda apapun pasti diikuti sama De (panggilan korban). Termasuk ngayah-ngayah ke pura, dia rajin sekali,” ungkapnya.

Kedua orangtua Made Endra terlihat masih syok. Keduanya diistirahatkan di dalam kamar dan belum bisa memberikan keterangan. Sumaarta menjelaskan, dari penuturan orangtuanya, sejatinya korban tidak memiliki masalah apapun dengan keluarga. Karena sebelum kejadian, korban tidak menunjukkan gelagat yang aneh. Begitu pula korban tidak ada bertengkar dengan keluarga sebelum kejadian.

“Memang tidak ada masalah dengan keluarga maupun orangtua. Cuma orangtuanya sempat ditelepon oleh pihak sekolah, dibilang kalau De (sapaan akrab almarhum, Red) sudah tidak masuk selama lima hari. Kemudian bapaknya nelepon. Tidak ada marah-marah. Cuma De disuruh pulang saja,” tutur Sumaarta yang langsung ditemui di rumah duka, kemarin.

Korban ditelepon oleh ayahnya sekitar pukul 16.00 Wita setelah menerima informasi dari pihak sekolah. Saat itu, Made Endra mengaku sedang berada di daerah Sembung, Mengwi. Kemudian petang sekitar pukul 19.00 Wita, korban sempat mengirim pesan yang isinya “Nyesel meme ngelah panak care De? (Ibu menyesal punya anak seperti De?)”. Melihat anaknya yang tak kunjung pulang, pukul 20.00 Wita ayah korban kembali menghubungi Made Endra. Saat itu, korban mengaku sedang berada di Desa Cau Belayu. Setelah itu, HP-nya tidak aktif hingga terdengar kabar kalau korban diduga menceburkan diri di Jembatan Titi Gantung.

“Saya selaku keluarganya masih tidak percaya kalau dia mengambil jalan seperti ini. Dan jujur saja kami merasa kehilangan putra terbaik. Karena kalau dilihat kesehariannya, rasanya tidak mungkin dia melakukan hal seperti itu. Kalau sama orang-orang tua di desa dia hormat sekali. Pas pulang kampung selalu berbaur dengan muda-mudi di sini. Apapun kegiatan ngayah, pasti dia ikut terjun,” kenang Sumaarta.

“Hanya saja memang dia agak tertutup. Jarang terbuka soal masalahnya, sehingga kami tidak tahu masalah apa yang sebenarnya yang sedang dihadapinya. Karena di keluarga sama sekali tidak ada masalah. Sampai lima hari tidak sekolah, kemungkinan dia ada permasalahan lain atau gimana, keluarga tidak tahu masalahnya,” imbuh Sumaarta.

Ditambahkan, Made Endra merupakan anak kedua dari dari dua bersaudara. Sosoknya sangat rajin membantu orangtuanya bekerja. Made Endra rajin menyabit rumput karena orangtuanya memiliki dua ekor sapi yang dipelihara. Termasuk juga membantu orangtuanya yang petani perkebunan. Tidak ada gelagat aneh maupun firasat apapun yang dirasakan pihak keluarga. Hanya saja menurut penuturan Sumaarta, sebelum kejadian tidak biasanya Made Endra menyabit rumput begitu banyak. Kelakuan yang tidak biasa itu seperti mengisyaratkan dia akan meninggalkan semuanya.

“Sebelum berangkat ke sekolah itu dia sempat nyabit rumput. Tidak biasanya dia nyabit sebanyak itu. Biasanya dia nyabit cukup untuk sehari. Tapi ini tumben banyak, rumputnya bisa sampai dipakai untuk 2 hari. Seperti ada feeling mau ngalahin (meninggal),” kata Sumaarta.

Sumaarta sendiri ikut berjibaku dalam evakuasi korban hingga menitipkan sementara jenazahnya di RSD Mangusada Badung. Menurut Sumaarta, meski terjatuh di kedalaman 200 meter, jenazah korban tidak ada yang remuk. Hanya bagian lengan dan siku yang mengalami patah tulang.

Pasca kejadian tersebut, pihak keluarga sudah melakukan upacara nundunin di tempat kejadian. Selain itu, menurut kepercayaan orang Bali, pihak keluarga juga meluasin atau baas pipis terkait tragedi ini. Secara sepintas, Sumaarta mengatakan jika roh korban mengatakan jika sudah waktunya meninggal karena memang melik.

“Saat meluasin itu, apa yang dikatakan sama persis dengan saat kejadian. Termasuk uang bekal yang dibawanya sebelum meninggal senilai Rp 57 ribu, juga masih diingat dan ditanyakan ke saya. Bapaknya gak hadir saat meluasin juga dia tahu. Dalam meluasin itu dia bilang kalau dia ngalahin karena memang sudah melik. Kalau tidak sekarang ngalahin, pasti di umur 21 akan ngalahin,” kata Sumaarta menirukan ucapan roh korban.

Meski sudah meluasin, namun pihak keluarga nampaknya masih berat untuk mengikhlaskan kepergian korban. Sebab, tanpa ada masalah dengan keluarga, korban memutuskan mengakhiri hidupnya dengan jalan demikian. “Kami berupaya mengikhlaskan. Hanya saja kami masih tidak percaya, lantaran sama sekali tidak ada masalah dengan keluarga,” tambah Sumaarta.

Karena kematiannya yang tidak wajar, jenazah korban pun dikubur sesuai dengan tradisi yang berlaku sekitar pukul 17.00 Wita di setra Banjar Tiyingan. “Upacara untuk anak kami sementara akan dilakukan mekingsan ring pertiwi (dikubur). Sementara untuk ngabennya nanti dilakukan saat ngaben massal,” tandas Sumaarta sembari menyebut Banjar Tiyingan, Semanik, dan Tinggan merupakan penyangga Pucak Mangu yang dalam ngabennya tidak boleh membakar mayat, namun hanya menggunakan simbol. *ind

Komentar