nusabali

Bendesa Adat Se-Jembrana Deklarasi Tolak Sampradaya Non Dresta Bali

  • www.nusabali.com-bendesa-adat-se-jembrana-deklarasi-tolak-sampradaya-non-dresta-bali

NEGARA, NusaBali
Para Bendesa Adat se-Kabupaten Jembrana deklrasikan larangan terhadap keberadaan dan kegiatan Sampradaya Non Dresta Bali di wewidangannya, Selasa (4/5) siang.

Deklarasi ini sebagai bagian upaya menjaga tradisi, adat, dan budaya Bali. Deklarasi Tolak Sampradaya Non Dresta Bali dilaksankan Bendesa Adat se-Kabupaten Jembrana di halaman GOR Lila Bhuana Denpasar kawasan Desa Dangin Puri Kangin, Kecamatan Denpasar Utara, Selasa siang pukul 14.30 Wita. Deklarasi dilakukan setelah para Bendesa Adat se-Jembrana mengikuti Studi Tiru Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Puspem Badung (kawasan Kelurahan Semnpidi, Kecamatan Mengwi) dan IPAL Suwung (Denpasar Selatan), terkait rencana kerja sama pengolahan air limbah domestik antara Perusda Bali dan Desa Adat se-Kabupaten Jembrana.

Kegiatan Deklarasi Tolak Sampradaya Non Dresta Bali ini diikuti 64 Bendesa Adat se-Jembrana. Deklarasi dipimpin langsung oleh Bendesa Madya Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Jembrana, I Nengah Subagia, yang sekaligus merangkap sebagai Bendesa Adat Baler Bale Agung, Kecamatan Negara, Jembrana.

Menurut Nengah Subagia, aksi Deklarasi Tolak Sampradaya Non Dresta Bali ini memang sudah dirancanakan sebelumnya. Namun, acara deklarasi tersebut tidak ada kaitannya dengan kegiatan Studi Tiru IPAL. “Kita laksanakan Deklarasi Tolak Sampradaya Non Dresta Bali tersebut setelah acara Studi Tiru selesai. Kita sengaja mencari momen deklrasi ketika semua Bendesa Adat se-Jembrana sedang ngumpul,” ungkap Nengah Subagia saat dikonfirmasi NusaBali di Negara, Selasa sore.

Nengah Subagia menyebutkan, dalam aksi deklrasi kemarin, para Bendesa Adat se-Jembrana foto bersama dengan membentangkan sebuah spanduk bertuliskan ‘Melarang Keberadaan dan Kegiatan Sampradaya Non Dreta Bali di Wewidangan Sesa Adat se-Kabupaten Jembrana’. Deklarasi juga diisi penandatanganan penyataan dari para Bendesa Adat se-Jembrana.

Dalam spanduk yang dibentangkan kemarin, berisi kalimat ‘Sampradaya Non Dresta Bali/Sampradaya Impor, Bukan Krama Desa Adat Bali (tamu ring wewidangan desa adat)’. Pada bagian bawah spanduk juga ditegaskan kalimat ‘Kanggoang Suwud Dadi Krama Desa Adat’ (lebih baik berhenti sebagai krama desa adat, Red).

Menurut Subagia, Deklarasi Tolak Sampradaya Non Dresta Bali ini adalah bentuk komitmen para bendesa adat untuk menjaga tradisi, adat, dan budaya Bali, sesuai apa yang diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) PHDI Bali dan MDA Provinsi Bali, serta Instruksi MDA Provinsi Bali.

“Kita desa adat mempunyai kewenangan, salah satunya menjaga wewidangan (wilayah) desa adat. Kita tidak ingin tradisi, adat, dan budaya Bali yang membuat Bali dikenal di dunia, dirongrong oleh kelompok-kelompok Sampradaya Non Dresta Bali,” tegas Subagia.

Subagia menyebutkan, dari desa adat sebenarnya tidak melarang adanya budaya luar masuk ke Bali, sepanjang tak menggangu dresta Bali. “Kalau saat ini di Jembrana masih aman. Belum ada kita temukan gerakan-gerakan Sampradaya Non Dresta Bali setelah adanya SKB PHDI Bali dan MDA Provinsi Bali, serta Instruksi MDA Provinsi Bali. Kita berharap mudah-mudahan itu tetap dipatuhi,” harap Subagia.

Sementara itu, Majelis Ketahanan Krama Bali Nusantara (MKKBN) meminta MDA Provinsi Bali dan PHDI Bali segera mengadakan dialog, untuk mencabut SKB terkait Pembatasan Kegiatan Pengembangan Ajaran Sampradaya Non Dresta Bali. Terkait hal tersebut, jajaran MKKBN menyampaikan somasi tertulis yang diserahkan langsung ke Kantor MDA Provinsi Bali di d Niti Mandala Denpasar dan Kantor PHDI Bali di Jalan Ratna Denpasar, Selasa kemarin. Rombongan MKKBN dipimpin langsung ketuanya, I Ketut Nurasa.

"Keputusan bersama (SKB PHDI Bali dan MDA Provinsi Bali, Red) tersebut justru dalam pelaksanaannya dilakukan secara sewenang-sewenang oleh yang mengaku elemen Hindu, maupun yang dilakukan oleh bandesa adat, sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat," ujar Ketua MKKBN, I Ketut Nurasa, dilansir Antara kemarin.

SKB PHDI Bali dan MDA Provinsi Bali dengan Nomor 106/PHDI-Bali/XII/2020 dan 07/SK/MDA-Prov Bali/XII/2020 yang berlaku sejak 16 Desember 2020 itu, kata Nurasa, di lapangan telah menimbulkan keresahan, intimidasi, dan main hakim sendiri. Menurut Nurasa, SKB itu dalam isinya menyebut pembatasan kegiatan pengembangan ajaran Sampradaya Non Dresta Bali, namun realita di lapangan justru sampai kegiatan penutupan ashram, pelarangan dengan cara-cara yang arogan, dan pemasangan spanduk yang didasarkan SKB tersebut.

"Kalau dilihat dari sisi hukum, untuk melakukan eksekusi lahan itu tentu harus melalui putusan pengadilan," tandas Nurasa. Disebutkan, Perkumpulan International Society for Krishna Consciousness (ISKCON) di Indonesia juga telah terdaftar di Kemenkum HAM dan Kementerian Agama, serta mendapatkan pengayoman dari PHDI Pusat.

Nurasa mengatakan, pihaknya sangat keberatan terhadap pernyataan Ketua PHDI Bali I Gusti Ngurah Sudiana yang menyatakan Sampradaya adalah Non Dresta Bali di Bali. "Kenyataannya, pengikut Sampradaya adalah umat Hindu di Bali yang masih menjadi krama adat di wewidangan tempat tinggalnya dan mengikuti kegiatan adat. Selain itu, masih punya pura dan sembahyang ke pura.”

"Dengan penuh kerendahan hati, kami warga MKKBN mengharapkan adanya dialog antara para pihak dan elemen Hindu yang sah dan terkait. Apabila dalam waktu 7 x 24 jam, MDA dan PHDI Bali tidak mencabut SKB tersebut, maka kami dengan alat bukti yang cukup akan melakukan upaya hukum baik secara pidana maupun perdata," ancam Nurasa. *ode

Komentar