nusabali

Purusa: Tunggal atau Banyak?

Janma-marana-karanānām pratiniyamāt ayugapat-pravrttesca, Purusa-bahutvam-siddham traigunya viparyayāt ca eva. (Samkhya Karika Isvara Krishna, 18)

  • www.nusabali.com-purusa-tunggal-atau-banyak

Beragam Purusa ditentukan oleh karena peruntukan individu atas kelahiran, kematian, dan instrument tindakan dan kognisi; atas ketidaksimultanan aktivitas; dan atas berbagai modifikasi yang disebabkan oleh tri guna.

Menurut filsafat Samkhya, makhluk hidup memiliki properti yang sama dalam aspek prakrti. Sementara dalam hal jiva/purusa (self), filsafat ini dengan tegas menyatakan berbeda satu dengan yang lainnya. Ada tiga alasan utama. Pertama, purusa merupakan peruntukan individu atas kelahiran, kematian dan instrument bagi tindakan dan kognisi. Kelahiran adalah hubungan dari purusa dengan gugusan badan, organ indriya, pikiran, ahamkara, buddhi dan pengalaman. Purusa bersifat abadi sehingga tidak pernah menjadi subjek modifikasi. Mati adalah hancurkan badan dan bukan hancurnya purusa. Organ tindakan dan kognisi berjumlah 13 (buddhi, ahamkara, manah dan dasendriya). Atas dasar ini samkhya secara tegas menyatakan bahwa “tidak mungkin semua makhluk dihubungkan dengan satu purusa. Jika purusa jumlahnya satu dan sama bagi semua badan, maka, ketika lahir, semuanya mesti lahir dan ketika mati, semuanya harus mati. Jadi, penyesuaian yang pasti bisa diterima adalah jika purusa yang berbeda berada pada masing-masing badan.

Kedua, karena ketidaksimultanan aktivitas. Aktivitas adalah sebuah bentuk upaya berupa fungsi dari organ internal yang diatributkan kepada purusa. Jika purusa tunggal ada pada semua badan, maka ketika aktif, semua badan akan menjadi aktif secara bersamaan, sehingga akan terjadi gerakan badan secara simultan. Kemustahilan ini bisa dihindari hanya ketika purusa berbeda satu dengan yang lainnya. Dengan kata lain, setiap tubuh memiliki jiva berbeda.  Ketiga, karena adanya berbagai modifikasi dari tri guna. Beberapa kelahiran berbekal atribut sattva guna seperti para pertapa dan orang suci lainnya. Beberapa yang lainnya berbekal atribut rajoguna seperti orang biasa pada umumnya; yang lainnya berbekal atribut tamoguna seperti binatang dan yang lainnya yang lahir dari kandungan yang lebih inferior. Jadi, distribusi kelahiran yang berbeda ini tidak bisa dijelaskan jika purusa dinyatakan tunggal dan sama pada setiap makhluk.

Lalu, jika purusa berbeda pada masing-masing makhluk, lalu apa yang menjadi atribut dari purusa? Teks menyebut bahwa purusa adalah saksi murni, soliter, netral, dan non-agent. Ia adalah saksi sehingga purusa adalah sentient. Insentient tidak bisa menjadi saksi atas objek. Purusa juga disebut soliter atau isolasi karena tidak terkena pengaruh tri guna, terbebas dari segala derita di dunia. Dikatakan netral oleh karena tidak memihak pada dualitas kehidupan. Ia adalah non-agent oleh karena terisolasi dan non-producing. Karena ia non-agent, maka purusa inactive, tubuh yang tersusun dari modifikasi prakrti yang aktif. Oleh karena penyatuan antara purusa dan prakrti, evolusi yang terjadi pada prakrti tampak cerdas. Kecerdasan itu adalah refkesi dari purusa itu sendiri.

Purusa dinyatakan abadi, saksi murni dan soliter. Sifat yang diberikan ini hampir disepakati oleh semua aliran filsafat. Namun, hal yang bertentangan adalah mengenai jumlahnya. Advaita Vedanta memandang secara tegas bahwa jiva (purusa) adalah all pervading, satu dan sama, tak terlahirkan, dan sepenuhnya bebas dari aspek fisik. Jika purusa diterima berbeda antara satu dengan yang lainnya, maka pernyataan seperti tat tvam asi, aham brahmasmi, dan yag lainnya tidak memiliki arti. Semua mahavakya ini memiliki makna hanya ketika jiva yang menjadi Sang Diri Sejati adalah satu dan sama dengan yang lainnya. Yang membedakan orang satu dengan yang lainnya hanyalah modifikasi dari prakrti beserta dengan pengalaman dan vasanasnya.

Sepanjang ia masih terjebak dengan vasana, maka kelahiran berulang-ulang akan terjadi. Namun, jika mampu terlepas dari segala bentuk samsara itu, ia akan menyatu kembali kepada yang tak terbatas. Seperti ruang yang ada di dalam rumah, ketika tembok-tembok rumah diruntuhkan, maka ruang tersebut akan menyatu dengan ruang semesta. Tidak ada perbedaan esensi antara ruang yang ada di dalam dan di luar rumah. Jika diperhatikan, kedua gugusan pemikiran ini membahas pada permasalahan yang sama, yakni tentang purusa, tetapi mereka memiliki kesimpulan yang berbeda. Samkhya melihat purusa bersifat atomis berbeda satu dengan yang lainnya, sementara Advaita Vedanta memandang purusa itu universal dan sama dimasing-masing orang.*

I Gede Suwantana

Komentar