nusabali

Sertifikasi CHSE Masih Minim

Baru 120 dari 1.747 Usaha Pariwisata yang Sudah Disertifikasi

  • www.nusabali.com-sertifikasi-chse-masih-minim

Sebagian besar pemilik usaha masih enggan mendaftar sertifikasi CHSE karena menganggap tidak membuat pariwisata kembali pulih.

DENPASAR, NusaBali

Dinas Pariwisata Daerah (Disparda) Kota Denpasar melakukan sertifikasi penerapan protokol kesehatan (Prokes) yang berbasis pada Cleanliness, Health, Safety dan Environment Sustainability (CHSE) terhadap pemilik usaha akomodasi hotel dan restaurant di Kota Denpasar. Sertifikasi ini sebagai syarat mereka untuk buka kembali jelang 'green zone' kawasan Sanur, Denpasar Selatan. Namun sebagian besar pemilik usaha masih enggan mendaftar sertifikasi karena menganggap tidak membuat pariwisata kembali pulih.

Hal itu diungkapkan Kepala Disparda Kota Denpasar, MA Dezire Muliani saat dihubungi, Selasa (27/4). Menurut dia, pemilik usaha di kawasan Kelurahan Sanur, Desa Sanur Kaja, Desa Sanur Kauh, Denpasar Selatan dan desa penyangga lainnya jika ingin membuka usaha kembali harusnya memiliki sertifikat CHSE Covid-19.

Sertifikasi tersebut untuk menunjukkan bahwa hotel atau restaurant maupun usaha lainnya sudah menerapkan protokol kesehatan yang dianjurkan Satgas Penanganan Covid-19. Tetapi, saat ini malah banyak usaha yang tidak mau mengajukan sertifikasi.

Alasannya menurut Dezire, memiliki sertifikat sertifikasi tidak membuat wisatawan akan datang kembali ke usaha mereka.  Saat ini, pemilik usaha yang sudah tersertifikasi baru 120 usaha dari 1.747 usaha yang ada di Kota Denpasar baik akomodasi hotel bintang, hotel non bintang, vila, pondok wisata, tempat wisata dan restaurant. Sisanya sebanyak 1.627 usaha sampai saat ini belum mengajukan sertifikasi. "Mereka alasannya buat apa nyari sertifikasi, apakah dengan sertifikasi bisa bikin pariwisata kembali lagi katanya begitu," ungkap Dezire.

Menurut Dezire, khusus untuk Kelurahan Sanur, total akomodasi hotel bintang, hotel non bintang, villa, dan pondok wisata ada 165 usaha. Namun yang sudah sertifikasi baru 28 usaha sementara yang belum sebanyak 137 usaha. Sedangkan tempat wisata total ada 5 usaha semuanya belum tersertifikasi. Sementara restaurant total ada 218 sudah sertifikasi baru 6 usaha yang belum sebanyak 212 usaha.

Wilayah Desa Sanur Kaja, total akomodasi hotel bintang, hotel non bintang, villa, dan pondok wisata sebanyak 25 sudah sertifikasi hanya 3 usaha, sebanyak 22 usaha belum tersertifikasi. Sementara tempat wisata total ada 3 usaha semuanya belum tersertifikasi. Sementara restaurant total ada 40 usaha yang sudah sertifikasi baru 1 usaha sisanya 39 belum melakukan sertifikasi.

"Desa Sanur Kauh juga sama baru sedikit. Total di sana ada 64 usaha akomodasi hotel bintang, hotel non bintang, villa, dan pondok wisata, yang sudah sertifikasi baru 8 usaha dan yang belum sebanyak 56 usaha. Tempat wisata total ada 7 usaha semuanya belum tersertifikasi dan restaurant total ada 54 usaha semuanya belum tersertifikasi," ungkapnya.

Yang paling tinggi menurut Dezire ada di desa penyangga, yakni di luar wilayah Sanur. Total usaha akomodasi hotel bintang, hotel non bintang, villa, dan pondok wisata di luar Sanur sebanyak 286 usaha yang sudah sertifikasi sebanyak 27 usaha dan yang belum ada 259 usaha.

Sementara, tempat wisata total ada 39 usaha, sebanyak 5 usaha sudah sertifikasi dan 34 usaha belum tersertifikasi. Sementara restaurant total ada 841 yang sudah sertifikasi baru 27 usaha dan yang belum sebanyak 815 usaha. "Ini kurang dari 10 persen. Padahal sertifikasi ini penting untuk nantinya mempersiapkan kawasan wisata Sanur menjadi 'green zone' dan akan dibuka kawasan wisata bersamaan dengan Nusa Dua, Badung dan Ubud, Gianyar," imbuhnya.

Dengan minimnya usaha yang tersertifikasi, Dezire mengaku belum bisa melakukan sosialisasi mewajibkan mereka untuk sertifikasi. Sebab, dia mengaku belum berani melakukan sosialisasi bahwa syarat bisa buka saat Sanur menjadi 'green zone' syaratnya tersertifikasi. *mis

Komentar