nusabali

Minta Maaf, Desak Darmawati Tetap Diperkarakan

Hari Ini, Persadha Nusantara Bakal Lapor ke Polda Bali

  • www.nusabali.com-minta-maaf-desak-darmawati-tetap-diperkarakan

Ketua Komisi I DPRD Bali, Nyoman Adnyana, tegaskan kasus hukum tidak akan gugur meskipun Desak Made Darmawati sudah minta maaf

DENPASAR, NusaBali

Dr Desak Made Darmawati SPd MM tetap akan diseret ke ranah hukum, meskipun dosen UHAMKA Jakarta ini telah meminta maaf atas ceramahnya yang diduga menistakan Agama Hindu dan tradisi Bali. Rekomendasi untuk menyeret Desak Darmawati ke proses hukum ini merupakan hasil focus group discussion (FGD) di Kantor Sekretariat PHDI Provinsi Bali, Jalan Ratna Denpasar, Minggu (18/4) siang.

FGD yang diprakarsai PHDI Bali dan KORdEM Demokrasi Bali, Minggu kemarin, menghadirkan sederet tokoh sebagai narasumber. Mereka, antara lain, Ketua PHDI Bali I Gusti Ngurah Sudiana, kriminolog dari Fakultas Hukum Unud Dr Gede Made Suwardhana SH, pakar hukum adat dari Unud Prof Dr Wayan P Windia, anggota Komisi III DPR RI (membidangi hukum dan HAM) dari Fraksi PDIP I Wayan Sudirta, dan akademisi dari Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Dr I Gede Rudia Adiputra.

Narasumber lainnya yang juga hadir adalah Ida Shri Bhagawan Putra Nata Nawa Wangsa (sulinggih yang merupakan Bagawanta Gubernur Bali), Ida Mpu Siwa Budha Dhaksa Dharmita (sulinggih yang sangat dihormati dari Semeton Mahagotra Pasek Sanak Sapta Rsi), I Gusti Ma-de Ngurah (Petajuh Majelis Desa Adat Provinsi Bali), hingga Gede Pasek Suardika (mantan Ketua Komisi III DPR RI yang kini Wakil Ketua Umum DPP Hanura).

Peserta FGD yang juga memberikan masukan dan dukungan untuk menyeret Desak Darmawati ke proses hukum adalah Putu Wirata Dwikora (Sekretaris PHDI Bali), Nyoman Kenak, Made Arka, Made Rai Wirata, Wayan Ariawan, dan Made Sukartha dari LBH KORdEM Bali. Forum yang padat masukan dan konsep-konsep tersebut menegaskan, isi ceramah Desak Darmawati (yang viral di media sosial) jelas-jelas mengandung unsur penistaan Agama Hindu, setelah dibedah dari aspek hukum pidana, aspek teologi, maupun adat dan budaya Bali.

Menurut Sekretaris PHDI Bali, Putu Wirata Dwikora, masukan-masukan yang disampaikan para narasumber dalamn FGD ini tidak hanya untuk bahan laporan dan proses hukum. “Ini juga akan membantu kepolisian untuk memproses kasus yang mendapat atensi luas umat Hindu dan krama Bali,” jewas Wirata Dwikora yang kemarin memandu langsung jalannya FGD.

Sementara, Wayan Sudirta dan kriminologi Gede Made Swardana menegaskan bahwa perbuatan Desak Darmawati memenuhi unsur dugaan melanggar Pasal 156a KUHP. Wayan Sudirta, politisi dan praktisi hukum yang berpengalaman menangani kasus Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), memaparkan untuk kasus Desak Darmawati yang diduga menistakan Agama Hindu, tetap terbuka peluang diproses di wilayah Polda Bali.

Menurut Sudirta, Pasal 84 ayat (2) KUHAP sejalan dengan Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019, yang bisa dijadikan dasar untuk memproses kasus ini di Polda Bali. "Dalam Pasal 1 angka 19 Jo Pasal 3 Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, disebutkan bahwa tempat kejadian perkara (TKP) adalah tempat suatu tindak pidana dilakukan atau terjadi dan tempat lain di mana korban dan/atau barang bukti dan/atau saksi dan/atau pelaku yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut," jelas Sudirta.

"Dalam Pasal 3 diatur bahwa laporan/pengaduan masyarakat (Model B) dapat dilakukan juga dilaporkan/pengaduan SPKT/SPK pada tingkat Polda/Polres, yang penanganannya dapat dilimpahkan jika ada alasan-alasan hukum yang dapat dibenarkan menurut teori locus delicti dan kompetensi relatif Pengadilan Negeri yang berwenang mengadili perkara tersebut," lanjut politisi asal Desa Pidpid, Kecamatan Abang, Karangasem ini.

Sudirta menyebutkan, secara empirik dalam kasus Ahok ada 14 pelaporannya di berbagai daerah. Polda dan Polres tetap memeriksa laporan dan mem-BAP pelapor, walaupun kelanjutan penanganannya ada di Mabes Polri. "Misalnya, pelapor yang ada di Polres Bogor, di-BAP di Polres Bogor dan berlanjut ke Mabes Polri," katanya.

Di sisi lain, Ketua Bidang Hukum dan HAM PHDI Pusat, Yanto Jaya, mengatakan secara kelembagaan pihaknya menerima permohonan maaf Desak Darmawati. Namun, isi ceramah Desak Darmawati yang viral di media sosial telah menggangu perasaan umat Hindu. Walhasil, sejumlah elemen masyarakat di Bali berniat melaporkan Desak Darmawati ke polisi.

"Mengenai pelaporan itu, kami persilakan. PHDI sifatnya hanya memberi dukungan kepada umat yang ingin melaporkan kasus ini ke pihak berwajib. Jadi, bukan kami yang melaporkannya," tegas Yanto Jaya saat dikonfirmasi NusaBali di Jakarta, Mimnggu kemarin.

Yanto Jaya pun mengimbau umat Hindu tidak terprovokasi dengan informasi-informasi yang beredar pasca permintaan maaf Desak Darmawati. Pasalnya, secara kemanusiaan mereka sudah menerima permintaan maaf itu. Sedangkan yang ingin menempuh jalur hukum dipersilakan, seperti Prajaniti Hindu Bali. Selanjutnya, kepolisian yang membuktikan. "Sepanjang terbukti, upaya hukum harus dilanjutkan prosesnya. Jika tidak, kita harus terima," katanya.

Sementara itu, Persadha Nusantara berencana melaporkan dugaan penodaan dan pelecehan agama Hindu oleh Desak Darmawati ke Polda Bali, Senin (19/4) ini. Wakil Ketua Umum DPP Persadha Nusantara, I Gede Suardana, mengatakan permintaan maaf Desak Darmawati tidak menghapus tindakan dan ucapan penistaan Agama Hindu yang telah dilakukannya.

“Cara yang elegan dan damai untuk menuntaskan kasus penodaan agama ini adalah dengan menempuh proses hukum. Kami DPP dan DPD Persadha Nusantara Bali akan melaporkan Desak Made Darmawati atas dugaan penondaan agama sesuai Pasal 156 huruf a KUHP ke Polda Bali besok (hari ini),” ujar Suardana kepada NusaBali di Denpasar, Minggu kemarin.

Menurut Suardana, pada poin 4 permintaan maafnya, Desak Darmawati telah mengakui perbuatannya dan siap bertanggung jawab. Suardana pun meminta Polda Bali tidak menolak laporan yang akan diajukan Persadha Nusantara bersama Ormas Hindu lainnya, hari ini, dengan alasan tempat kejadian perkara.

“Setahu kami, polisi di Indonesia itu satu, jadi di mana saja bisa melapor. Berbeda dengan pengadilan, yang sudah diatur juridiksi wilayahnya,” tegas mantan Ketua KPU Buleleng ini.

Suardana membandingkan dengan laporan kasus Munarman (mantan Sekjen FPI) yang diterima dan diproses oleh Polda Bali. “Jadi, kasus penondaan agama oleh Desak Darmawati semestinya diterima juga oleh polisi, sebagai bentuk pelayanan terhadap umat. Betapa susahnya mencari keadilan jika polisi mencari selamat lebih memilih ‘cuci tangan’, dengan alasan Bali bukan tempatnya kejadian penodaan tersebut,” katanya.

Secara terpisah, Sekretaris PHDI Bali Putu Wirata Dwikora mengatakan proses hukum terhadap kasus Desa Darmawati akan berlanjut. Hanya saja, kata Wirata Dwikora, pelaporan Desak Darmawati ke polisi akan dilakukan oleh elemen masyarakat Hindu, sementara PHDI Bali bakal mendampingi.

Sedangkan Ketua Komisi I DPRD Bali (yang membidangi hukum, keamanan, dan ketertiban), I Nyoman Adnyana, menegaskan kasus hukum tidak akan gugur meskipun Desak Darmawati sudah minta maaf. "Kalau sudah pidana, permohonan maaf itu tidak mengugurkan kasus hukumnya. Kalau semua selesai dengan minta maaf, ya semua perbuatan pidana selesai dengan minta maaf," ujar politisi senior PDIP ini, Minggu kemarin.

Adnyana mencontohkan seorang pelaku korupsi akan tetap dihukum, walaupun telah mengembalikan uang yang dikorupsi. Demikian juga dengan seorang pencuri yang mengembalikan barang curian, tidak akan menghentikan tuntutan hukumnya. "Selain itu, kasus dugaan penistaan Agama Hindu oleh Desak Darmawati ini tetap diproses hukum untuk sebuah keadilan. Karena hukum tidak memandang status seseorang. Siapa pun dia, kalau memang salah ya salah," tegas Adnyana.

Adnyana pun berharap elemen masyarakat Bali dan umat Hindu supaya tetap kedepankan proses hukum, menjaga kondusivitas Bali, menjaga toleransi, dan tidak terpancing dengan provokasi. "Kalau memang ada masyarakat yang akan melapor ke Polda Bali, serahkan prosesnya kepada kepolisian." *nat,k22

Komentar