nusabali

Polres Badung Tetapkan Zainal Tayeb Tersangka

Terkait Jual Beli Aset di Desa Cemagi

  • www.nusabali.com-polres-badung-tetapkan-zainal-tayeb-tersangka

MANGUPURA, NusaBali
Pengusaha Zaenal Tayeb ditetapkan Sat Reskrim Polres Badung sebagai tersangka dugaan tindak pidana menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta autentik, terkait jual beli aset di Desa Cemagi, Kecamatan Mengwi, Badung.

Penetapan Zaenal Tayeb sebagai tersangka, Senin (12/4), berawal dari laporan rekan bisnisnya, Hendar Giacomo Boy Syam, tentang dugaan tindak pidana menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta autentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. Perihal penetapan pengusaha asal Sulawesi Selatan sebagai tersangka ini ramai diberitakan di portal media online di Bali.


Saat dikonfirmasi NusaBali, Kamis (15/4), Kasubbag Humas Polres Badung, Iptu Ketut Gede Oka Bawa, mengatakan Zaenal Tayeb jadi tersangka atas dugaan kasus jual beli aset di Desa Cemagi, Kecamatan Mengwi. Termasuk aset yang diperjualbelikan adalah berupa tanah seluas 13.700 meter persegi. Belakangan, tanah itu diketahui hanya seluas 8.892 meter persegi.

Menurut Iptu Oka Bawa, 2 bulan sebelum penetapan Zaenal Tayeb sebagai tersangka, Polres Badung telah menetapkan rekan bisnisnya, Yuri Pranatomo, sebagai tersangka dan ditahan. Yuri Pranatomo jadi tersangka karena diduga membuat draft akta perjanjian kerja sama pembangunan dan penjualan nomor 33 tanggal 27 September 2017 terhadap aset dimaksud.

"Tahun 2012, ZT (Zaenal Tayeb) mengajak korban untuk menjalin kerja sama pembangunan dan penjualan objek tanah miliknya di Desa Cemagi, Kecamatan Mengwi. Saat itu, ZT mendirikan PT Mirah Bali Konstruksi sebagai badan hukum kerja sama," papar Iptu Oka Bawa.

Setelah kerja sama berjalan, dilanjutkan dengan pembuatan blok plan sampai dengan pembangunan beberapa unit rumah dan dijual kepada konsumen. Tahun 2017 disepakati kerja sama akan dibuatkan perjanjian notariil. Saat itu, Yuri Pranatomo membuatkan draft perjanjian tersebut untuk selanjutnya diserahkan kepada Notaris BF Harry Prastawa.

Dengan mengacu pada draft yang belakangan diduga tidak benar itu, notaris membuatkan akta perjanjian kerja sama pembangunan dan penjualan nomor 33 tanggal 27 September 2017. Di dalam akta disebutkan bahwa ZT selaku pihak pertama memiliki objek tanah dengan 8 SHM luas total 13.700 meter persegi.

Sedangkan korban (Hendar Giacomo Boy Syam) selaku pihak kedua melaksanakan pembangunan dan penjualan di atas tanah tersebut dengan nama Ombak Luxury Residence. Korban diwajibkan membayar nilai atas seluruh objek tanah sebesar Rp 45 juta per meter persegi. Totalnya mencapai Rp 61,65 miliar, dengan termin pembayaran 11 kali.

"Setelah menandatangani akta dan pembayaran, korban melakukan pengecekan SHM tersebut. Ternyata, baru diketahui bahwa luas 8 SHM kurang dari 13.700 meter persegi. Luasnya hanya 8.892 meter persegi. Atas perbuatan itu, korban mengalami kerugian sekitar Rp 21 miliar," tandas Iptu Oka Bawa.

Dikonfirmasi terpisah, Bernardin selaku penasihat hukum korban Hendar Giacomo Boy Syam mengungkapkan dulu klienya dan Zaenal Tayeb kerja sama. Akhirnya, perusahaan itu diambil alih sahamnya semua ke PT Mirah Properti Bali atas nama Hendar.

"Semua asetnya dibeli oleh Pak Hedar. Di dalam akta notaris ada objek tanah luasnya sekitar 13.700 meter persegi. Ternyata, setelah diukur cuma 8.892 meter persegi. Akibatnya, klien saya alami kerugian sekitar Rp 21 miliar," papar Benardin.

Bernardin mengatakan, banyak pihak yang terlibat dalam kasus ini. Salah satunya adalah notaris yang membuat akta autentik dalam perjanjian itu. "Notaris juga ikut. Karena laporan kami itu ZT, YP, dan kawan-kawan. Pasal 266 KUHP itu tidak mungkin satu orang. Akta autentik itu artinya notaris pasti yang membuat akta itu," kata Benardin.

Sementara itu, penasihat hukum Zaenal Tayeb, yakni Mila Tayeb Sedana, mengatakan luas tanah yang diperkarakan itu tidak berkurang dari 13.700 meter persegi. Bahkan, kata Mila Tayeb, kliennya yang mengalami kerugian Rp 9 miliar. Kerugian itu akibat dugaan penggelapan oleh Hendar. Kasus dugaan penggelapan itu pun sudah dilaporkan ke Polda Bali, 20 Oktober 2020.

Mila Tayeb menyebutkan, proses jual beli dalam pembuatan akta autentik itu berjalan sesuai dengan prosedur. Perjanjian tersebut dibacakan di hadapan Zaenal Tayeb dan pelapor Hendar Giacomo Boy Syam.

“Secara universal, penyidikan yang dilakukan Tim Penyidik Tim Penyidik Sat Reskrim Polres Badung bisa dikualifikasikan sebagai rangkaian penegakan hukum yang dapat digunakan untuk menuntut seseorang atas perbuatan yang tidak dilakukannya melalui proses yang tidak adil. Tidak mencerminkan Polri yang presisi,” ujar Mila Tayeb saat dikonfirmasi NusaBali, tadi malam.

Atas dugaan ketidakadilan itu, Zaenal Tayeb menyampaikan permintaan perlindungan hukum ke Kapolri dan Jaksa Agung. Menurut Mila Tayeb, penetapan tersangka terhadap kliennya merupakan maladministrasi dalam penyidikan. Bila tidak dicegah, ini dapat menjadi embrio peradilan sesat dan menciptakan keputusan hakim yang tidak adil serta melanggar HAM sipil dan politik.

Menurut Mila Tayeb, berdasarkan fakta dan hukumnya, tidak ada perbuatan pidana yang dilakukan Zaenal Tayeb. Penetapan Zaenal Tayeb sebagai tersangka oleh penyidik Sat Reskrim Polres Badung bertentangan dengan hukum, tindakan yang semena-mena, dan kesesatan dalam menjalankan hukum acara pidana.

"Rekayasa dan kriminalisasi yang dilakukan oknum tim penyidik Sat Reskrim Polres Badung tidak mencerminkan Polri yang Presisi. Juga tidak mengindahkan statemen Presiden Joko Widodo yang mengultimatum akan mencopot para penegak hukum yang terlibat mafia, yang kerap menggigit orang yang benar, serta melindungi orang yang bersalah, yang hendaknya menjadi perhatian Kapolri dan Jaksa Agung RI," tegas Mila Tayeb. *pol

Komentar