nusabali

Lawar Don Kayu Manis

  • www.nusabali.com-lawar-don-kayu-manis

Kendati tanaman perdu ini punya nama ilmiah satu, Sauropus androgynus, namun dia punya nama lokal berbeda di banyak tempat.

Aryantha Soethama


Pengarang


Orang Minang menyebutnya simani, di Madura dikenal sebagai kerakur. Orang Tionghoa menyebutnya mani cai (tak ada hubungannya dengan cap cai), orang Melayu mengenal daun ini dengan nama memata. Orang Jawa menyebutnya sebagai daun katuk, sering juga disebut kebing atau katukan. Dan orang Bali menyebut pohon yang bisa mencapai tinggi 2-3 meter ini don kayu manis (padahal daunnya tidak manis). Daunnya hijau pucat ketika muda, menjadi hijau tua pekat ketika sudah tua. Bunga daun katuk berwarna ungu, buahnya kecil-kecil hijau pupus.

Don kayu manis dikenal luas, karena manfaatnya yang beragam, sering untuk sayur bening, disukai ibu-ibu buat melancarkan ASI. Daun ini juga sering dioseng-oseng, dan enak. Di Bali don kayu manis sering dicampur dengan bubur, disuguhkan hangat-hangat untuk penderita flu. Berbagai penelitian mengungkapkan, daun katuk bisa meningkatkan imunitas tubuh, menyembuhkan sembelit, menambah produksi sperma, dan meningkatkan daya penglihatan.

Sebagian besar orang Bali memanfaatkan don kayu manis sebagai loloh (jamu) untuk melancarkan pencernaan, sehingga buang air besar jadi parus (lancar). Tentu sedikit yang tahu kalau don kayu manis kadang diolah untuk lawar. Lazimnya, sayur buat lawar dari buah nangka dan kacang panjang. Kadang ada yang suka bikin lawar dengan adonan daun belimbing. “Tapi tak sembarang daun belimbing enak buat lawar,” komentar penyuka lawar. “Kebanyakan daun belimbing pahit.” Namun, ada banyak penikmat yang senang dengan lawar pahit, terbuat dari buah paya. Mereka yakin, lawar paya itu bikin pencernaan adem.

Seorang pemahat Desa Nyuhkuning, Ubud, Wayan Pendet, doyan lawar don kayu manis. Semasa hidup dia sering membuat lawar dengan adonan doyan kayu manis ini. “Ini lawar bagus untuk menjaga tekanan darah,” ujarnya suatu ketika. Yang doyan lawar don kayu manis lebih mudah mengendalikan emosi, tidak gampang marah-marah, tidak ketus jika menghadapi masalah, lebih tenang.

Suatu hari Pendet didatangi murid-muridnya, yang dia didik menjadi pemahat. Mereka menyampaikan terima kasih kepada sang guru, karena sudah diberi ilmu seni mengukir dan memahat, sehingga patung-patung karya mereka dihargai oleh para pecinta seni pahat. Tapi, mereka datang punya tujuan lain juga, mengajak Pendet berbincang, betapa kalau bertahan pada patung seni tak menjamin hidup layak dari segi materi. “Mereka mengusulkan membuat patung massal, yang bisa dijual murah, patung industri,” ujar Pendet.

Tentu Pendet kaget, karena bukan seperti itu yang dia ajarkan. Namun, murid-murid itu mendesak, dan Pendet tak kuasa menolak, karena itu hak masing-masing dalam berkesenian dan mencari penghidupan. Pendet mengizinkan murid-muridnya membuat patung massal. “Tapi saya tidak ikut,” ujarnya menerawang. Sejak itulah Bali mengenal patung kodok berselancar yang dijual di pasar seni, di warung-warung seni, dan tersebar sangat luas.

Pendet tetap membuat patung sesuai keinginannya, bukan patung massal. Karya-karya terbaiknya kini bisa disaksikan di Museum Pendet di Nyuhkuning, dikelola oleh anak-anak, mantu, dan cucunya. “Mungkin karena saya doyan lawar don kayu manis, saya tidak marah ketika murid-murid saya membuat patung massal, menyimpang dari yang saya arahkan,” ujar Pendet. Ia mengaku bisa menahan emosi menanggapi keinginan murid-muridnya, kendati menolak ajakan mereka. “Saya merestui keinginan mereka. Itu jalan yang mereka pilih.”

Entah ada hubungan atau tidak antara lawar don kayu manis dengan penampilan Pendet yang tenang. Jika berbincang dengan orang-orang, ia kalem dan teduh. Suaranya sangat pelan, lirih, kadang lawan bicaranya meminta Pendet untuk mengulang lebih keras agar bisa didengar jelas.

Jika ada yang ingin membeli lawar don kayu manis tentu tidak gampang, sehingga ia menjadi lawar khusus, hanya bisa dinikmati kalau dipesan tersendiri. Yang mudah dicari adalah olahan don kayu manis menjadi loloh. Bikin sendiri juga mudah, menjadi enak dicampur madu, diminum dingin makin enak. Tapi, yang terkenal adalah loloh don cemcem, yang gampang diperoleh di swalayan dan warung-warung, dikemas dalam botol plastik, diproduksi di Desa Penglipuran, Bangli. Entah kapan ada yang tertarik bikin loloh don kayu manis. Siapa tahu ada warung nasi yang menjual lawar don kayu manis dan lolohnya sekalian, tentu banyak yang mencoba karena khasiat don kayu manis ini.

Peneliti menduga khasiat kandungan kimia daun katuk ini karena kandungan sterol yang mempunyai sifat estrogenik, memberikan efek hormonal, sehingga bisa meningkatkan produksi sperma. Dalam bahasa Bali katuk berarti sanggama, berhubungan badan. Tapi, boleh jadi belum ada yang meneliti loloh dan lawar don kayu manis untuk meningkatkan gairah seks dan stamina pria. Yang sudah ada adalah pendapat don kayu manis bisa membersihkan darah kotor pada organ reproduksi wanita. *

Komentar