nusabali

Peran Vital dan 'Keringnya' Film Anak-anak di Indonesia

  • www.nusabali.com-peran-vital-dan-keringnya-film-anak-anak-di-indonesia

Film merupakan istilah yang amat lumrah di masyarakat. Sebagai lakon gambar hidup, sejak dahulu kala masyarakat sudah menonton film sebagai hiburan.

Guru Bahasa Inggris di SMP Negeri Satu Atap 2 Batukandik

Film merupakan satu bentuk karya seni yang mempunyai peran penting dalam kehidupan masyarakat. Peran tersebut diantaranya adalah mengenalkan keunikan budaya, adat, dan keindahan alam suatu daerah yang berbeda dari tempat lain.

Kemunculannya di layar tentu akan menumbuhkan rasa bangga utamanya bagi masyarakat pemilik budaya, adat, dan bentang alam tersebut. Tumbuhnya rasa bangga ini berimplikasi pada pelestarian demi ajegnya budaya dan adat serta keasrian alamnya. Selanjutnya, film juga berperan dalam hal pembentukan karakter penonton.  Adegan-adegan yang disuguhkan dalam film akan mempengaruhi perilaku dari penonton, terutama bagi penonton anak-anak yang sangat mudah dan cepat dalam menirukan segala sesuatu. Selain itu, dunia perfilman telah menjadi wahana bagi sejumlah insan-insan kreatif untuk menuangkan kreativitas dalam karya.

Terlebih saat ini film nasional cukup mendapatkan apresiasi dari kaum muda. Hasil survei yang dilakukan oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Tahun 2019 di kota-kota besar menunjukkan bahwa 67% anak muda (15-38) menonton setidaknya 1 film nasional dan 40% menonton rata-rata 3 film nasional di bioskop dalam setahun terakhir. 

Meskipun demikian, hasil penelitian tersebut juga mengungkap fakta yang cukup menarik akan adanya kaum muda yang sama sekali tidak menonton film di bioskop dengan berbagai alasan. Alasan-alasan tersebut, yakni tiket yang terlalu mahal, semata-mata tidak suka menonton film, faktor lokasi gedung bioskop yang terlalu jauh, dan film Indonesia tidak bermutu. Dari alasan-alasan tersebut, alasan tiket yang terlalu mahal diamini paling banyak yaitu 39,7%. 

Disaat yang bersamaan kita ada di era kecanggihan TIK yang memungkinkan aktivitas yang sebelumnya dipandang mustahil dilakukan. Kecanggihan TIK serta kemudahan dalam mengakses internet telah menghadirkan platform alternatif bagi masyarakat khususnya kaum muda sebagai native technology untuk menonton dengan memanfaatkan internet, seperti YouTube. Sebagaimana dikutip dari www.tek.id, pengguna YouTube di Indonesia mencapai 93 juta. Jumlah ini meningkat 10 juta dari tahun sebelumnya. 

Tentu ini adalah jumlah yang cukup besar dari total penduduk Indonesia yaitu 270,20 juta jiwa berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2020. Seiring dengan peningkatan penonton YouTube, (dari aspek konten) rekaman Google menunjukkan bahwa konten yang paling favorit dicari adalah konten tentang otomotif. Hal ini ditengarai bersumber dari penonton kaum muda yang identik dengan teknologi (IT dan Otomotif). Anggapan ini tidak berlebihan mengingat jumlah kaum muda Indonesia (generasi milenial dan Generasi Z) adalah 53,81% dari total 270,20 juta penduduk Indonesia. Sehingga jelas terlihat bahwa kaum muda menjadi kaum yang dominan.    

Lalu, bagaimana dampak perkembangan IT dan keberpihakan dunia perfilman Indonesia terhadap anak-anak utamanya usia SD dan SMP?

Layaknya dua sisi mata uang, kemudahan akses internet yang menghadirkan alternatif selain bioskop memunculkan dampak positif dan negatif. Sisi positifnya tentu saja anak-anak dapat menonton berbagai tayangan dengan praktis dan fleksibel melalui gadget. Ketika diarahkan dengan baik, dapat dipastikan mereka bisa belajar banyak hal positif melalui YouTube. Disisi lain, kemudahan ini juga dapat menjerumuskan anak-anak pada hal-hal yang tidak pantas dan beretika. Kurangnya perhatian dan pengawasan orang tua ditengarai menjadi faktor penyebabnya. Hal ini mengingat anak-anak masih belum mampu membedakan dan memilih tayangan yang pantas untuk ditonton pada usianya. 

Terlebih dalam masa Pandemi Covid-19, anak-anak belajar dari rumah dengan memanfaatkan gadget, sementara orang tua mereka sibuk dengan pekerjaannya.  Hal ini sejalan dengan hasil survei nasional yang dilakukan oleh KPAI seperti yang dimuat di https://nasional.kompas.com pada 16 Agustus 2020. Survei tersebut menunjukkan bahwa 22% anak menonton tayangan bermuatan pornografi saat pandemi. Tindakan ini dipicu oleh rasa bosan akibat terlalu lama di rumah dan tidak dapat berinteraksi dengan teman-temannya. Pertanyaan selanjutnya, mengapa pilihan anak-anak disaat bosan jatuh pada tontonan yang bermuatan pornografi? Apa kabar film anak-anak di negeri kita yang kaya akan budaya, adat, dan keindahan alam yang tiada tara ini? 
 
Terlepas dari situasi Covid-19 saat ini yang menjadi penyebab anak-anak menonton hal yang kurang baik, dunia perfilman di negeri kita memang cukup memprihatikan. Banyak orang yang menyayangkan bahwa saat ini layar kaca mayoritas hanya dihiasi oleh film-film untuk remaja dan orang dewasa. Dari pagi hingga larut malam yang tayang dominan adalah film-film dewasa dan seri sinetron. Kalaupun ada program-program lain yang ditayangkan maka berkisar pada program-program gimik dan/atau gosip yang cenderung mengejar rating namun rendah konten edukasi. Akibatnya anak-anak kisaran TK, SD, dan SMP kurang disediakan tayangan-tayangan yang dipersonalisasi untuk mengakomodasi usia mereka. Mereka dengan terpaksa mengikuti tayangan-tayangan yang ada untuk mengatasi rasa bosan. 

Meskipun ada film untuk anak-anak yang ditayangkan, maka kebanyakan adalah produksi film luar negeri. Contoh paling nyata dari film anak-anak produksi luar negeri adalah serial animasi “Upin & Ipin”. Film ini adalah film produksi Malaysia yang dialognya menggunakan Bahasa Melayu. Kalau diperhatikan dengan seksama, efeknya sangat menarik dimana anak-anak di lingkungan kita amat cepat berperilaku dan menirukan gaya bahasa dari tokoh Upin dan Ipin di film tersebut. Sehingga, disini peran film dalam mengenalkan suatu budaya (bahasa) nampaknya sangat sukses. Apakah kita tidak mampu memproduksi film-film untuk anak-anak kita dengan mengangkat budaya dan adat kita sendiri?

Sejatinya, Indonesia sudah punya serial animasi Nussa, serial animasi Islam, yang sudah sempat tayang di televisi dan kanal YouTube. Tayangan disambut dengan antusias oleh sebagian besar masyarakat kita. Sayangnya, saat ini penayangannya sudah dihentikan karena terdampak pandemik Covid-19 (liputan6.com). Tetapi ini baru satu. Indonesia adalah negara dengan keberagaman yang kaya akan keunikan budaya, adat, dan keindahan alam. Sehingga tinggal menggarap potensi tersebut ke dalam proyek kreatif film sebagai hiburan dan media edukasi khususnya untuk anak-anak Indonesia. Lalu, sebagai katalisator, apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah menyikapi fakta sangat kurangnya film anak-anak saat ini?   

Merespon keringnya film untuk anak-anak saat ini, beberapa hal dapat dilakukan oleh pemerintah untuk menyediakan anak-anak tontonan yang relevan. Pemerintah mesti lebih memberikan dukungan melalui program-program insentif yang dapat memotivasi para insan kreatif film untuk terus berkarya secara maksimal mengemas budaya, adat, dan keindahan alam kita menjadi film-film utamanya untuk anak-anak. Film dengan konten budaya, adat, dan keindahan alam negeri kita tentu lebih kontekstual serta dapat menumbuhkan rasa memiliki dan bangga pada diri anak-anak. Akan tetapi, integrasi dengan konten TIK dan otomotif juga mesti diberikan ruang untuk tampil, mengingat bidang ini menjadi konten paling favorit anak-anak kaum muda. 

Selanjutnya, menyikapi perkembangan teknologi dewasa ini, selain di tayangkan di bioskop dan televisi, akan lebih efektif film-film yang sudah diproduksi tersebut di unggah pada channel YouTube yang dibuat khusus untuk tujuan itu. Ini akan membantu orang tua dan anak-anaknya dalam melakukan pencarian. Upaya lain yang dapat dipertimbangkan adalah dengan mewajibkan seluruh stasiun televisi utamanya saluran televisi pemerintah untuk menayangkan film anak-anak pada hari Minggu. Ini menarik, karena pada hari Minggu anak-anak libur dari sekolah. Oleh karenanya, mereka punya waktu yang cukup banyak untuk menonton. 

Sehingga, demi menghindari tontonan yang kurang sesuai, maka akan lebih baik untuk menayangkan film-film yang memang dibuat untuk anak-anak. Yang tidak kalah pentingnya, untuk lebih menggairahkan dunia perfilman kita, pemerintah juga dapat memanfaatkan sifat dasar manusia yang suka berkompetisi dengan mengadakan lomba kreasi film anak-anak. Dipastikan ini akan menjadi tantangan yang sangat menarik. Selanjutnya dibuatkan festival untuk menampilkan film-film yang meraih nominasi dalam lomba yang telah diadakan tersebut. 

Dengan demikian, kondisi film anak-anak yang sangat kurang saat ini perlu menjadi perhatian serius semua pihak utamanya pemerintah untuk menggerakkan semua komponen untuk menghadirkan tontonan yang layak untuk anak-anak Indonesia. Melalui konten film yang kontekstual, ayo kita tumbuhkan rasa bangga anak-anak Indonesia akan keunikan budaya, adat, dan keindahan alam yang kita miliki. Karena sejatinya, film juga merupakan media edukasi.*


*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Komentar