nusabali

Muncul Spanduk Kritisi Calon Incumbent

Proses Ngadegang Bendesa Adat Bedha Tabanan Panas

  • www.nusabali.com-muncul-spanduk-kritisi-calon-incumbent

Baliho dan spanduk ini dipasang oleh Kelian Adat Bengkel Kawan I Ketut Sutama yang salah satu calon bendesa melawan incumbent.

TABANAN, NusaBali

Proses ngadegang (pemilihan) Bendesa Adat Bedha Tabanan, mulai menunjukkan tanda-tanda panas. 27 baliho dan spanduk dipasang oleh warga yang mengatasnamakan Forum Luhur Bedha Bersatu (FLBB) di seputaran desa adat setempat, Selasa (30/3). Isi baliho dan spanduk ini secara tak langsung mengkritisi kinerja Bendesa Adat Bedha I Nyoman Surata, yang juga calon bendesa incumbent.

Spanduk berisi pernyataan sikap, antara lain menolak pah-pahan (pembagian) dari hasil pengelolaan Krematorium Santa Graha milik Desa Adat Bedha, Rp 2,3 juta ke masing-masing banjar adat. Namun, Satpol PP Tabanan menurunkan 27 baliho dan spanduk tersebut. Penurunan atas permintaan Bendesa Adat Bedha I Nyoman Surata karena dinilai menimbulkan situasi tak kondusif. Terlebih, Desa Adat Bedha akan ngadegang bendesa adat.

Pada baliho dan spanduk itu, FLBB menyatakan mosi tidak percaya kepada pengelola Krematorium Santha Graha. FLBB juga menuntut pengadaan barang dan sarana upacara agar diserahkan kepada 38 banjar adat. Spanduk lainnya juga berisikan tentang LPJ (laporan pertanggungjawaban)  per 31 Desember 2021 dari hasil Krematorium Santha Graha Tunon Rp 8,6 miliar. Sedangkan pah-pahan ke setiap banjar adat hanya Rp 2,3 juta. Jumlah ini tanpa membedakan banjar pangarep, banjar pendukung dan banjar pendamping. ‘’Adilkah itu?? Kami menolak !!!.,’’ tulis pada sebuah baliho. Baliho dan spanduk ini dipasang oleh Kelian Adat Bengkel Kawan I Ketut Sutama yang salah satu calon bendesa melawan incumbent. Baliho dan spanduk dipasang bersama sekelompok warga Banjar Adat Bengkel.

Kepala Satpol PP Tabanan Wayan Sarba mengakui, penurunan baliho dan spanduk tersebut berdasarkan permintaan Bendesa Adat Bedha I Nyoman Surata. Karena menurut bendesa ini, baliho dan spanduk tersebut bisa memanaskan situasi menjelang pemilihan Bendesa Adat Bedha, 17 April 2021. “Kata dari prajuru adat, baliho dan spanduk ini diturunkan sudah berdasarkan dari paruman. Agar tak menimbulkan tegang di masyarakat,  maka kami respon cepat,” ujarnya.

Kata Sarba, baliho dan spanduk yang diturunkan tersebut terpasang di 16 titik termasuk di sekitaran krematorium, wilayah Banjar/Desa Pangkung Karung, Kecamatan Kediri. Selain itu pemasangan baliho dan spanduk ini juga belum ada permakluman dan izin ke Kesbangpol Kabupaten Tabanan. “Karena belum ada izin dan ada permintaan dari prajuru adat, kami turunkan. Lagi pula Desa Adat Bedha akan menggelar pemilihan Bendesa Adat supaya lebih kondusif,” katanya.

Dihubungi terpisah, Bendesa Adat Bedha I Nyoman Surata menjelaskan, permintaan penurunan baliho ini berdasarkan paruman yang digelar dengan saba desa Desa Adat Bedha. Sebab baliho dan spanduk itu isinya tentang pah-pahan hasil krematorium. Menurutnya, hal tersebut sangat peka terhadap pamilet (tamu) yang mengkremasi jenazah di krematorium. ‘’Sehingga hal ini harus dibicarakan di forum yang terbatas,’’ ujarnya.

Dia menilai, Tunon Desa Adat Bedha sudah memberikan pelayanan bagus kepada masyarakat luas. Kalau ada permasalahan intern harus dibicarakan di media yang lebih terukur. Oleh karena itu publikasi yang berlebih perlu ditertibkan. Sehingga saba desa memutuskan mencabut baliho yang tidak pada tempatnya. Kemudian diinstruksikan mencabut lewat Satpol PP yang diawasi oleh Polri.  

Kata dia, pencabutan itu agar tidak menimbulkan situasi panas di masyarakat. “Jangan dicampuradukkan pemilihan bendesa adat dengan pengelola krematorium. Itu masalah lain,” katanya. Surata membenarkan pemasangan baliho dan spanduk ini dilakukan oleh Kelian Adat Bengkel Kawan, dibantu warganya. “Sebelumnya sudah ada komunikasi dengan prajuru, namun belum nyambung,” imbuh Surata yang juga calon incumbent Bendesa Adat Bedha.

Saat dikonfirmasi, Kelian Adat Bengkel Kawan I Ketut Sutama menegaskan, pemasangan baliho dan spanduk ini dilakukannya karena dirinya hanya ingin memberikan informasi transparan kepada masyarakat. Karena sebelumnya, keterbukaan informasi mengenai krematorium  ini hanya sebatas di tingkat kelian adat. “Hasil yang kami buat ini juga hasil LPJ, bukan buat aneh-aneh dan tidak ada menghujat. Kalau bersih, kenapa harus risih. Baliho ini untuk menyosialiasikan dan menyampaikan aspirasi atau kritik dari krama untuk bendesa,” tegasnya.

Meskipun baliho diturunkan, jelas Sutama, tidak masalah karena masyarakat sudah mengetahui isinya. Dia membantah, pemasangan baliho ada keterkaitan dengan pemilihan bendesa adat. Karena menurut dia, sudah pasti yang akan menang adalah Nyoman Surata (incumbent). Karena pemilihan bendesa adat melalui musyawarah mufakat. “Jadi tidak ada pengaruh. Intinya, apa yang saya sampaikan agar masyarakat paham,” tegasnya.

Sutama menilai pencabutan baliho itu sebagai bentuk pengekangan demokrasi terutama dalam berpendapat atau  memberi kritik. Sehingga hari ini menjadi sejarah betapa suramnya kebebesan mengemukan pendapat. “Seharunya tidak harus cemas, tidak perlu ragu dan risih, sepanjang apa yang dilakukan sudah benar,” tandasnya.

Jabatan Bendesa Adat Bedha, mewilayahi tiga kecamatan yakni Kecamatan Tabanan, Kediri, dan Kerambitan, dengan 38 banjar adat, dipegang I Nyoman Surata, berakhir tahun 2021. Ada tiga calon akan memperebutkan jabatan tersebut dalam ngadegang bendesa, 17 April 2021.

Tiga calon itu, I Nyoman Surata (incumbent), I Ketut Sutama yang Kelian Adat Banjar Bengkel Kawan dan Bendahara PAC PDIP Kecamatan Kediri. I Gusti Putu Arnawadi, mantan anggota DPRD Tabanan periode 1992-1997 dari Fraksi PDI atau periode prareformasi. Jabatan Bendesa Adat Bedha menjadi strategis karena memiliki sejumlah aset. Antara lain, LPD Desa Adat Bedha dan krematorium Santha Graha Tunon Desa Adat Bedha. *des

Komentar