nusabali

Incumbent, Kelian Adat, hingga Mantan Dewan

3 Calon Rebut Jabatan Bendesa Desa Adat Bedha

  • www.nusabali.com-incumbent-kelian-adat-hingga-mantan-dewan

TABANAN, NusaBali
Jabatan Bendesa Adat Bedha, mewilayahi tiga kecamatan yakni Kecamatan Tabanan, Kediri, dan Kerambitan, dengan 38 banjar adat, I Nyoman Surata, berakhir tahun 2021.

Ada tiga calon akan memperebutkan jabatan tersebut dalam ngadegang (pemilihan) bendesa yang akan digelar 17 April 2021.

Tiga calon itu yakni I Nyoman Surata (incumbent), I Ketut Sutama yang Kelian Adat Banjar Bengkel Kawan dan Bendahara PAC PDIP Kecamatan Kediri. Ketiga, I Gusti Putu Arnawadi, mantan anggota DPRD Tabanan periode 1992-1997 dari Fraksi PDI atau periode prareformasi. Jabatan Bendesa Adat Bedha menjadi strategis karena memiliki sejumlah aset. Antara lain, LPD Desa Adat Bedha dan krematorium Santha Graha Tunon Desa Adat Bedha.

Ketua Panitia Ngadegang Bendesa Desa Adat Bedha I Wayan Sudana mengatakan pendaftaran calon bendesa, 28 - 30 Maret 2021 dan ngadegang (pemilihan) 17 April 2021.

Sesuai Perda tentang Desa Adat di Bali, ngadegang bendesa ini akan dilakukan secara musyawarah mufakat melalui paruman adat, tidak ada voting atau pemungutan suara.

Kata dia, tidak ada syarat khusus sebenarnya dalam pencalonan Bendesa Adat Bedha. ‘’Namun lebih menekankan pada mengajegkan desa adat,’’ jelasnya.

Sementara itu, dua calon new comer maju bertarung dalam ngadegang bendesa ini, I Ketut Sutama dan Gusti Putu Arnawadi, dengan alasan masing-masing. Sutama, misalnya, karena pengalaman 15 tahun sebagai Kelian Adat Banjar Bengkel Kawan. Dia menginginkan ada regenerasi kepemimpinan di Desa Adat Bedha. Sebab bendesa adat sebelumnya sudah menjabat bendesa adat selama 3 periode atau selama 15 tahun. “Oleh karena itu, rasanya perlu regenerasi dengan yang lebih cakap. Makanya saya ikut,” ujarnya, Senin (29/3).

Alasan lain, dia ingin mengabdi dan memberikan program terbaik untuk masyarakat Bedha. Seperti saat ini, meningkatkan pengelolaan Krematorium di Desa Bedha. Dia mengkritisi, dalam laporan pertanggung jawaban tahun 2020, pah-pahan (pembagian) yang dibagikan ke 38 banjar adat, tidak pas. Dari pemasukan Rp 8,6 miliar, masing-masing banjar adat hanya mendapatkan Rp 2,3 juta. “Di pikiran saya, dengan adanya pemasukan Rp 8,6 miliar, banjar adat minimal mendapatkan pah-pahan Rp 10 juta. Sedangkan banjar pengarep, seperti Banjar Adat Pangkung Tibah, sepatutnya lebih besar diberikan. Jadi jangan disamaratakan,” tegasnya.

Menurutnya, dampak sosial dari adanya krematorium ini besar. Kata Sutama, antara lain bisa menghilangkan tradisi, adat, dan budaya Bali. “Artinya, jangan sampai mengarahkan masyarakat ke krematorium. Ini justru melunturkan adat dan budaya. Kecuali ada ada hal mendesak, seperti Karya Ngenteg Linggih dan lain-lain silakan ke krematorium itu bagi saya,” bebernya.

Hal senada disampaikan Gusti Putu Arnawadi. Dia ingin ada regenerasi kepemimpinan. Dimana masa jabatan bendesa adat harus ada batas waktu. “Masa bendesa adat sampai tiga periode. Nanti masyarakat mempertanyakan. Regulasi ini yang harus dipertegas seperti di pemerintahan,” katanya.

Jika terpilih, dia akan mengkaji awig-awig di banjar adat masing-masing agar dipertegas, baik bidang parahyangan, pawongan, dan palemahan. ‘’Jangan sampai bendesa adat dilandasi atau dibekingi kepentingan politik,” katanya.

Sementara itu, informasi setempat, krama desa adat masih memfavoritkan calon incumbent I Nyoman Surata. Karena, Surata berpengalaman memimpin desa adat.

Dihubungi terpisah, Nyoman Surata,67, mengaku dirinya mencalonkan diri kembali karena permintaan sejumlah kelian adat. "Kemungkinan mereke mempertimbangkan, program yang ada agar diteruskan," tegasnya.

Dia mengaku punya program unggulan, terutama bidang arsitektur. Program terbarunya, merancang master plane di seputaran Patung Kebo Iwa yang baru. ‘’Semacam membuat taman," katanya.

Dia mengakui, masa jabatannya sudah 3 periode menjadi bendesa, dan selanjutnya tidak ada aturan mengikat atau bisa dipilih kembali.*des

Komentar