nusabali

Bertahan di Tengah Pandemi Covid-19

Ketut Subrata, Perajin Gerabah asal Kapal

  • www.nusabali.com-bertahan-di-tengah-pandemi-covid-19

MANGUPURA, NusaBali
Hampir semua sektor kehidupan saat ini terdampak akibat hantaman pandemi covid-19.

Tak terkecuali perajin gerabah di Banjar Basang Tamiang, Kelurahan Kapal, Kecamatan Mengwi, Badung. Salah satu perajin gerabah di banjar tersebut, Ketut Subrata,63, mengakui pendapatannya kini paling anjlok selama membuat kerajinan gerabah sejak puluhan tahun. Namun dia tetap bertahan jadi perajin.

Subrata merasakan betul dampak pandemi ini. Sebab dia merupakan perajin gerabah yang fokus pada produk perlengkapan upacara agama, khususnya upacara Pitra Yadnya. Selama setahun pandemi hingga saat ini, kegiatan Pitra Yadnya seperti ngaben dibatasi karena tidak boleh menimbulkan kerumunan. Padahal pendapatannya bersumber jika ada orderan untuk keperluan upacara ngaben massal. Adapun produk gerabah yang dibuat seperti coblong, payuk pere, caratan alit, paso, pasepan, senden, dan perlengkapan lainnya. “Biasanya bulan Agustus dan September itu permintaan sedang banyak-banyaknya. Tapi tahun lalu tidak ada yang menggelar ngaben massal karena situasi lagi begini,” ujar Subrata saat ditemui NusaBali di rumah produksinya Jumat (19/3).

Tidak saja permintaan untuk kelengkapan upacara ngaben massal yang menurun. Bahkan pedagang yang biasa mengambil produknya juga mengurangi jumlah permintaan. Kondisi ini pun membuat Subrata harus bersabar dan berharap pandemi ini tak berlangsung lama. “Pedagang yang biasanya ngambil barang 100 biji, sekarang cuma ambil 25 biji. Jauh sekali memang turunnya,” tutur Subrata sembari menyebut langganannya berasal dari berbagai daerah di Bali.

Karena situasi yang masih tak menentu ini, Subrata pun berupaya mencari solusi lain, yakni dengan membuat pot tanaman dari gerabah. Saat ini pot tanaman cukup diminati untuk menanam anggrek ataupun bonsai. Namun yang utama, Subrata tetap melayani pembuatan keperluan upacara yadnya. “Memang permintaan dari pedagang-pedagang menurun, tapi tetap ada saja yang mencari produk meski beli sesuai keperluan saja,” kata pria kelahiran tahun 1958 ini.

Meski dalam situasi belum mendapat untung, namun Subrata berusaha untuk tetap bertahan menggeluti profesi ini, ketimbang mencari pekerjaan lain. Sebab ia merasa ini merupakan warisan leluhur yang harus dijalani seterusnya. “Masih bisa makan kami bersyukur sekali. Biar bagaimana pun, usaha ini harus tetap dilanjutkan karena niki warisan nak lingsir,” tutur Subrata.

Kini, Subrata masih membutuhkan modal mesin pembentuk gerabah agar kuantitas barang bisa lebih banyak. Namun hal tersebut sulit terwujud karena keterbatasan modal. Bahkan dia tak pernah tersentuh bantuan mesin oleh pemerintah, meski beberapa perajin di banjarnya sudah mendapatkan bantuan tersebut. Saat ini dia hanya memiliki satu mesin gerabah dan satu alat manual pembentuk gerabah.

“Kalau kerja manual, banyak tenaga yang keluar. Selain itu, jika ada bantuan mesin tentu bisa lebih cepat bekerja serta dapat menghasilkan gerabah lebih banyak lagi,” katanya. *ind

Komentar