nusabali

Almarhum Layani Makan-Minum Bung Karno di Akhir Masa Kekuasaannya

Ni Luh Putu Sugianitri, Mantan Ajudan Bung Karno, Meninggal di Usia 72 Tahun karena Anemia

  • www.nusabali.com-almarhum-layani-makan-minum-bung-karno-di-akhir-masa-kekuasaannya

Jadi ajudan Bung Karno periode 1964-1968, Briptu Ni Luh Putu Sugianitri kerap ke pasar untuk membeli sendiri makanan yang disukai sang Proklamator dan Presiden RI pertama

DENPASAR, NusaBali

Satu-satunya perempuan Bali yang pernah menjadi ajudan mendiang Presidfen Soekarno, Briptu Ni Luh Putu Sugianitri, 72, meninggal dunia dalam perawatan di ICU RSUP Sanglah, Denpasar, Senin (15/3) dinihari pukul 04.00 Wita. Ajudan terakhir Bung Karno saat masa akhir kekuasaannya periode 1964-1968 ini meninggal karena menderita kista dan anemia, yang baru diketahui sejak 6 bulan lalu.

Hingga Selasa (16/3), jenazah Luh Putu Sugianitri masih dititip di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Sanglah. Jenazah perempuan berusia 72 tahun ini rencananya akan dikremasi di Krematorium Taman Mumbul, Desa Adat Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung pada Wraspati Pon Wariga, Kamis (18/3) pagi.

Saat NusaBali berkunjung ke kediamannya di Jalan Drupadi 99 Denpasar kawasan Banjar Kedaton, Desa Sumerta Kelod, Kecamatan Denpasar Timur, Selasa (16/3), suasana tampak lengang. Di rumah duka terlihat baru ada sejumlah karangan bunga serta keluarga dan anak-anak almarhum. Belum ada tokoh yang melayat.

Dari sekian banyak karangan bunga, sebagian besar kiriman rekan anak-anak almarhum. Ada pula karangan bunga dari Guntur Soekarnoputra (putra sulung mendiang Presiden Soekarno) dan Keluarga Bung Karno, selain juga dari DPC PDIP Tabanan.

Anak sulung almarhum, Fajar Rohita, 52, mengungkapkan ibunya memang sudah sepuh. Ditambah berbagai penyakit yang dideritanya, membuat membuat kondisi fisik Sugianitri semakin melemah.

Menurut Fajar, semula ibunya sehat-sehat saja dan tidak pernah mengeluh sakit. Namun, 6 bulan lalu, Sugianitri sempat mengalami pembengkakan di kakinya. Khawatir penyakit ginjal yang diderita Sugianitri sejak kecil dan penyakit sarafnya kambuh, almarhum langsung dibawa ke rumah skait untuk di-CT Scan. Berdasarkan CT Scan, terlihat ada kista di rahimnya.

Namun, selama 3 bulan setelah diketahui menderita kista, almarhum Sugianitri selalu menolak untuk berobat ke dokter. Karena ibunya ngotot, Fajar dan adik-adiknya menuruti saja kemauan almarhum. Selama 3 bulan, Sugianitri lebih senang minum-minuman herbal.

"Kondisi ibu sempat membaik, tapi kemudian perutnya justru terlihat membengkak. Kondisi fisik ibu terus menurun. Bahkan, ibu sempat mau dioperasi, tetapi karena kondisi masih lemah, akhirnya ditunda,” turur Fajar, yang merupakan anak sulung Sugianitri dari pernikahan dengan suami pertamanya, Memet Selamet (teman dari Guntur Soekarnpoputra).

Kondisi kesehatan Sugianitri yang dirawat di rumah terus menurun, sampai akhirnya dibawa ke RS BaliMed Denpasar, Selasa (9/3), dalam keadaan demam dan panas tinggi. Dari hasil pemeriksaan, diketahui Sugianitri mengarah ke sakit anemia, disertai demam dan sesak. Pihak RS BaliMed pun merujuk almarhum ke RSUP Sanglah, Sabtu (13/3) petang pukul 18.00 Wita. Namun, berselang dua hari kemudian, perempuan kelahiran Tabanan, 1 April 1948, ini menghembuskan napas terakhir di ICU RSUP Sanglah.

Almarhum Luh Putu Sugianitri berpulang buat selamanya dengan meninggalkan 7 anak dari dua kali pernikahannya. Dari suami pertamanya, Memet Selamet, almarhum dikaruniai 3 anak, masing-masing Fajar Rohita, Oky Kurniawan, dan Pria Tri Kuntabes Suara. Sedangkan dari suami keduanya, Putu Gede Parwatha, almarhum Sugianitri dikaruniai 4 anak: Putu Aliki, Kadek Damana, Komang Alia, dan Ketut Damesa.

Sugianitri merupakan satu-satunya perempuan Bali yang pernah jadiu ajudan Bung Karno. Dia menjadi ajudan terakhir Bung Karno pada masa akhir kekuasannya periode 1964-1968, hingga sang Proklamator lengser dari kursi Presiden RI dan jadi tahanan rumah.

Menurut Fajar, sebelum menjadi ajudan Bung Karno, Sugianitri awalnya sekolah SR, lalu SMP. Setamat SMP, almarhum langsung mengikuti Akademi Kepolisian di Sukabumi, Jawa Barat saat umurnya masih kurang lagi 1 tahun. Dia dinyatakan lolos tahun 1964. Setelah lolos, Sugianitri memilih ikut seleksi menjadi ajudan Bung Karno dan dinyatakan lulus. "Setelah tahun 1968, ibu masih diminta untuk jadi ajudan Presiden Soeharto. Tapi, ibu menolak dan memilih ikut bapak ke Jawa Barat," kenang Fajar.

Fajar mengisahkan, almahum ibunya sempat cerita soal Bung Karno saat situasi politik di Indonesia memanas pertengahan dekade 1960-an. "Ibu tanya Bung Karno saat itu, kenapa tidak melawan (ketika dilengserkan Soeharto, Red)? Bung Karno menjawab ‘Lebih baik dada saya robek daripada melihat bangsa sendiri terpecah belah. Karena jika saya melawan, efeknya sangat besar’," katanya.

Almarhum Sugianitri selaku ajudan, juga melayani Bung Karno menyiapkan makanan dan teh atau kopi setiap hari, serta keperluan lainnya. “Kata ibu, Bung Karno itu suka dengan jajanan pasar, lemper dengan daging ayam, tempe goreng, dan sayur lodeh. Jadi, ibu paham betul apa kesukaan beliau. Kadang ibu beli sendiri ke pasar apa yang diinginkan Bung Karno," beber Fajar.

Kedekatan Bung Karno dan Sugianitri tidak sebatas antara Presiden dan ajudan. Nama anak sulung Sugianitri, yakni Fajar Rohita, juga pemberian Bung Karno. Ceritanya di tahun 1968, ketika Fajar lahir, awalnya memiliki nama Andri. Tapi, Bung Karno menggantinta dengan Fajar Rohita.

Begitulah, berita duka berpulangnya Sugianitri sempat membuat kaget keluarga Bung Karno. Bahkan, Fajar sendiri sempat dihubungi oleh Guntur Soekarnoputra, putra sulung menbdiang Bung Karno. "Om Guntur telepon saya dan sangat kaget ketika tahu ibu sudah meninggal. Beliau juga sudah mengucapkan belasungkawa, namun tidak bisa hadir ke Bali," papar Fajar. *mis

Komentar