nusabali

MUTIARA WEDA: Dunia Sebagai Ilusi

Antah-sthānāt-tu bhedānām tasmāj-jāgarite smrtam, Yathā tatra tathā svapne samvrtatvenabhidyate. (Gaudapada Mandukya Karika, II.4)

  • www.nusabali.com-mutiara-weda-dunia-sebagai-ilusi

OBJEK yang berbeda-beda dikognisi di dalam mimpi adalah ilusi, karena semuanya itu dipersepsi eksis. Dengan alasan yang sama objek yang dilihat saat jaga juga dinyatakan sebagai ilusi. Baik saat mimpi maupun jaga sifat objek tetap sama. Yang berbeda hanyalah keterbatasan ruang dalam ranah mimpi. Objek mimpi hanya dilihat di dalam badan.

Ini adalah deklarasi Gaudapada tentang ‘dunia sebagai ilusi’. Kesimpulan ini pula yang melandasi prinsip ‘non-creation’ yang menggemparkan perdebatan filosofis saat itu. Bagaimana tidak, setiap aspek kosmologis dari berbagai teks menguraikan tentang ciptaan. Disini, tiba-tiba Gaudapada menyatakan bahwa dunia ciptaan itu ilusi. Bahkan untuk mendamaikan ini, Adi Sankaracharya sampai bicara tentang tiga tahapan Realitas: Paramartika (Realitas Tertinggi), vyavaharika (kebenaran empiris), dan pratibasika (realitas penampakan). Meskipun Adi Shankaracharya tetap berpegang pada ajaran kakek gurunya ini, ia harus mengakomodasi keberadaan teks yang menguraikan prinsip ciptaan dalam konteks parinamavada (real transformation theory) yang berbasis pada satkaryavada (efek pre eksis di dalam sebab).

Berdasarkan pemaparan Mandukya Upanisad tentang empat kesadaran (jaga, mimpi, tidur lelap dan turiya), Gaudapada berkesimpulan bahwa objek pada dunia mimpi dan dunia jaga tidak berbeda. Jika kita mengetahui dengan pasti bahwa benda-benda yang dilihat pada saat mimpi itu tidak real, maka kita juga bisa mengetahui dengan pasti bahwa objek-objek yang dipersepsi saat jaga juga tidak real. Mengapa? Karena kedua kesadaran ini memerlukan objek, dan sifat objek itu sama. Yang berbeda hanyalah lokasi dimana objek itu dipersepsi. Dalam dunia jaga objek-objek yang dipersepsi ada di luar, sementara dalam dunia mimpi, objek yang dipersepsi ada di dalam mental. Keduanya sama sama objek, ada di luar dan ada di dalam. Baik yang di dalam maupun di luar adalah sama-sama ilusi.

Jadi, pandangan Gaudapada terletak pada stand point alam mimpi. Oleh karena objek di alam mimpi tidak real, maka objek yang ada di alam jaga juga mengikuti, tidak real. Tidakkah kalau dibalik juga memiliki logika yang hampir setara, yakni alam jaga dijadikan sebagai stand point. Artinya, kita bisa mengatakan bahwa oleh karena objek-objek di alam jaga ini real, maka objek-objek di dalam mimpi juga real. Tidakkah ini lebih bisa diterima oleh pikiran? Dimana lebihnya agar bisa diterima? Jika di dalam mimpi melihat objek, dan di alam jaga juga melihat objek, tentu itu adalah objek yang real, sebab hanya sesuatu yang real yang bisa dipersepsi. Oleh karena perseptor berbeda, maka realitas objek yang dipersepsi juga berbeda. Perseptor pada saat jaga dikerjakan oleh panca indriya, sementara perseptor pada dunia mimpi dilakukan oleh salah satu piranti pikiran, sehingga realitas objeknya berbeda. Baik objek mimpi maupun objek jaga adalah realitas yang dipersepsi, sehingga kedua-duanya real. Kalau demikian bagaimana? Bi
sakah ini meruntuhkan ‘non-creation theory’-nya Gaudapada dan kemudian menerima teori parinamavada sebagaimana berbagai teks nyatakan?

Untuk membuktikan bahwa apa yang dinyatakan Gaudapada benar, Sankaracharya mengajukan prinsip paramartika satyam, yakni jika dilihat dari stand point Tertinggi, maka segala sesuatu yang ada pada prinsipnya adalah Brahman. Hanya Brahman yang ada, dunia ini ilusi. Hal ini didukung oleh mahavakya “sarvam kalvidam Brahman”, “Tat tvam asi”, “ekam sat vipra bahuda vadanti”, dan yang lainnya. Jika dilihat dari prinsip absolut, segala-galanya hanya Brahman, dan jika segala-galanya adalah Brahman, maka sesuatu di luar Brahman adalah tidak nyata. Jika dikatakan bahwa alam semesta ada, itu artinya keberadaannya ilusi.

Sebaliknya, Sankaracharya juga tidak bisa menegasikan prinsip parinamavada, sehingga beliau mengajukan vyavaharika satyam, ada yang disebut kebenaran empiris. Dunia ini secara empiris real, tetapi tidak dari sisi Realitas Absolut. Oleh karena dunia ciptaan ini memerlukan pencipta, maka Sankaracharya menghadirkan “Ishvara” sebagai pencipta. Ishvara adalah Brahman yang telah terkena upadhi. Brahman sudah terkena maya itulah sumber awal ciptaan. Jika Brahman di dalam dirinya sendiri sebagai Realitas Absolut, ciptaan tidak memungkinkan terjadi.*

I Gede Suwantana

Komentar