nusabali

MUTIARA WEDA: Asparsa Yoga

Asparsa-yogo vai nāma sarva-sattva-sukho hitah, Avivādo-‘viruddhas-ca desitas-ta, namā-myaham. (Mandukya Karika, IV.2)

  • www.nusabali.com-mutiara-weda-asparsa-yoga

Aku sujud pada yoga asparsa yang diajarkan, yang menjanjikan kebahagiaan bagi semua, yang kondusif bagi kesejahteraan semua, yang mengatasi semua perselisihan, yang terbebas dari permusuhan dan kontradiksi.

Gaudapada, perintis ajaran advaita vedanta menekankan ajarannya pada Asparsa Yoga. Sparsa artinya organ indriya. Asparsa artinya melampaui organ indriya. Yoga Asparsa diterjemahkan sebagai “yoga of detachment” – yoga ketidakterikatan. Dalam praktiknya yoga asparsa dilaksanakan dengan jalan tidak bersentuhan atau tidak berhubungan dengan apapun, di setiap saat. Krishna dalam Bhagavad-gita menyatakan bahwa keterikatan muncul sebagai akibat panca indriya kita bersentuhan dengan objek. Mata memandang objeknya, telinga mendengar objeknya, dan seterusnya. Dari keterikatan ini muncul keinginan, keinginan menjadi sumber kemarahan, kemarahan menghilangkan kecerdasan, dan tanpa kecerdasan orang akan hancur.

Oleh karena itu, Gaudapada langsung menuju pada sumber masalahnya, yakni kontak indriya dengan objeknya dan mengajarkan Asparsa Yoga. Menurutnya, yoga ini susah dikerjakan oleh seorang sadhaka. Mereka sangat takut dengan yoga ini, meskipun hanya jalan inilah mereka dapat mengalami keadaan tanpa takut. Jika susah dikerjakan, dan para praktisi takut mengerjakannya, lalu mengapa yoga ini diajarkan? Dimana signifikasinya jika akhirnya tidak ada orang yang mau mengerjakannya karena merasa takut? Tidak ada pilihan bagi Gaudapada. Jika memang ingin terbebas dari segala derita yang ditimbulkan oleh koneksi indriya dengan objeknya, maka satu-satunya yang bisa dikerjakan adalah memutus hubungan tersebut.

Agar telor bisa menetas, satu-satunya cara adalah dengan memecah cangkangnya, tidak ada cara lain. Agar semua derita lenyap, memutus hubungan tersebut adalah satu-satunya cara. Bagaimana caranya memutus? Bukankan mata ketika terbuka langsung melihat objeknya? Bukankah ketika ada suara, telinga langsung mendengarnya? Diinginkan ataupun tidak, sepanjang mata memandang, ia akan langsung menyentuh objek yang dipandangnya. Bagaimana caranya memutus hubungan ini? Apakah kita harus menutup mata terus-menerus? Apakah kita harus menutup telinga terus-menerus? Apakah harus mengisolasi panca indriya kita terus-menerus?  

Tidak jaminan bahwa dengan menutup mata, objek penglihatan itu tidak lagi kontak dengan penglihatan kita. Sering bagi kita ketika duduk hening dengan menutup mata, semua pemandangan bersama keriuhannya justru hadir di dalam memori dan itu menghantui terus-menerus. Mata terbuka maupun tertutup tidak menjadikan kontak ini mengalami perubahan. Lalu bagaimana caranya? Bukankah ini mustahil? Itulah mengapa Gaudapada menyatakan bahwa jalan ini susah untuk dilalui dan para sadhaka pun takut mengerjakannya. Namun, bukan berarti jalan ini tidak bida dikerjakan. Bahkan menurutnya, sekali orang mampu mengerjakan ini, berjalan di jalan ini, jalan lain tidak diperlukan lagi.  

Bagaimana caranya? Agar jalan ini sukses, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Pertama, orang harus memiliki kekuatan dan keinginan penuh untuk terbebas dari segala penderitaan dunia beserta dengan ilusinya. Jika keinginannya tidak penuh, harapan-harapan baru akan menyusupinya dan menjadi penghalang di jalan ini. Kedua, ia harus mampu menjernihkan pikirannya dan membebaskannya dari berbagai prasangka dan nilai. Pikirannya harus benar-benar seperti cermin, hanya merefleksikan apapun yang ada di depannya tanpa prejudice, nilai, prasangka, persepsi, dan yang lainnya. Memori-memori lama yang mengaburkan kecerdasannya harus benar-benar bersih sehingga cermin pikiran mampu memantulkan objeknya dengan sempurna.

Jadi, asparsa yoga adalah yoga cermin pikiran yang tanpa prasangka, persepsi, dan nilai-nilai. Biasanya, oleh karena pengaruh memori ‘akut’ ketika indriya kontak dengan objeknya, pikiran langsung meresponnya dengan nilai-nilai, prejudice, dan sampah lainnya, sehingga apa yang tampak tidak lagi apa-adanya. Objek yang tersentuh oleh indriya pun segera diselimuti oleh memori masa lalu tersebut dan menutup kemurniannya. Gambaran yang ditimbulkan ketika indriya menyentuh objeknya bersama dengan memori yang menyelimutinya inilah yang menimbulkan keinginan dan seterusnya. Asparsa Yoga ini bisa dikerjakan dengan cara ini, yakni memandang segala sesuatu tanpa prasangka. Atau dengan cara lain, jika prasangka dan nilai-nilai ini terlalu kuat, asparsa yoga bisa dilakukan dengan tidak mem-feeding-nya. Jika pikiran menginginkan kekayaan, kita harus menegasinya, sehingga pada akhirnya prasangka-prasangka di dalam memori tersebut kurus dan akhirnya mati.*

I Gede Suwantana

Komentar