nusabali

LPD Diharapkan Kedepankan Hukum Adat

  • www.nusabali.com-lpd-diharapkan-kedepankan-hukum-adat

SINGARAJA, NusaBali
Sejumlah Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Buleleng mengalami carut marut neraca keuangan selama masa pandemi Covid-19 ini.

Penurunan pendapatan bunga kredit juga tak terhindarkan, hingga mendatangkan sejumlah masalah pada LPD di Buleleng. Badan Kerjasama (BKS) LPD pun menyarankan penyelesaian seluruh kasus menyangkut LPD agar mengedepankan hukum adat.

Ketua BKS-LPD Buleleng Made Nyiri Yasa, Kamis (25/2) kemarin usai pemaparan dalam dialog eksistensi LPD pada masa pandemi mengatakan, situasi urgent tengah dihadapi LPD. Berdasarkan data Bagian Ekonomi dan Pembangunan (Ekbang) Setda Buleleng dari 169 LPD di Buleleng data terakhir ada 19 LPD yang tercatat dalam status kurang sehat.

Sejumlah masalah LPD yang muncul belakangan ini yang tak hanya karena korupsi. Hanya saja penyelesaiannya diharapkan mengedepankan hukum adat. “Bersadarkan UU nomor 1 tahun 2013 pasal 39 huruf 3, LPD lembaga sejenis yang sudah ada sebelum udang-undang ini diterbitkan diakui keberaadaannya. Dikelola oleh hukum adat,” ucap Nyiri Yasa yang juga Ketua LPD Desa Ambengan ini.

Menurutnya penyelesaian masalah LPD menggunakan hukum positif, kecil kemungkinan uang nasabah yang belum dapat dicairkan bisa kembali. “Kalau hukum positif pada kasus tipikor misalnya, yang dicari adalah kerugian negara, pengembaliannya ke khas negara atau penjara, bukan mengembalikan kepada nasabah, sehingga kami harap penyelesaian masalah LPD menggunakan hukum adat, sepanjang oknum mau bertanggung jawab dan memiliki aset sebagai jaminan,” imbuh dia.

Masa pandemi yang masih berlangsung hingga saat ini membuat pengurus LPD harus berhati-hari dalam memanagement aset. Terutama dalam pencairan kredit yang merupakan urat nadi LPD. Proses pencairan harus mengedepankan prinsip kehati-hatian mempeertimbangkan secara matang dengan syarat pencairan kredit. “Minimal ada cash flow. Misalnya membiayai usaha krama, minimal cairkan 50 persen dari total yang diperlukan bukan semua biaya yang diperlukan dalam usaha mereka. Sejauh ini kan pinjaman modal penuh di LPD, ini resiko berat,” jelas Nyiri Yasa.

Namun dari sejumlah kasus dan permasalahan LPD yang terjadi, Lembaga Pemberdataan (LP) LPD menurutnya sudah turun tangan dengan memberikan strategi matrik LPD. Termasuk upaya menjadi kepercayaan nasabah ditengah kasus LPD yang terjadi saat ini.

Kepala Bagian Ekbang Setda Buleleng, Gede Sasnita Ariawan juga mengatakan LPD yang mengalami masalah pada masa pandemi ini dipengaruhi dari faktor eksternal dan internal. Sejauh ini pemerintah disebutnya sudah melakukan pendampingan dan penguatan SDM LPD yang selama ini menjadi salahs atu faktor penentu keberhasilan  pengelolaan LPD. Dia pun menyebutkan dari 169 LPD di Buleleng menyerap 817 orang tenaga kerja. “Memang apa yang terjadi pada tahun ini, terutama pada masa pandemi covid-19, ada LPD yang mengalami masalah. Sesuai audit LP PD di Buleleng ada 19 LPD yang terkualifikasi kurang sehat. Ada pula  yang masuk sampai proses hukum. Tetapi juga ada 84 LPD yang dinyatakan sehat sehingga tidak semuanya bermasalah,” kata Sasnita.

Sementara itu I Ketut Sukawati Lanang Putra Prabawa yang juga hadir sebagai akademisi mengkaji sistem LPD di Bali yang perlu dibenahi soal regulasi terkait keberadaan LPD. Menurutnya ada dua hal yang harus dibenahi dalam keberlangsungan LPD di Bali. Keduanya yakni pelaksanaan dan pengawasan. Pengurus LPD wajib mengupgrade pengetahuan dan keterampilan pengelolaan LPD. “Pengurus LPD harus diupgrade terus, pelatihan bagaimana mnegeluarkan uang. jangan karena saudara asal punya sertifkat, atau sudah tahu tidak bekerja dan suka judi dikasi pinjam karena punya sertifikat, kedepannya pasti macet,” tegas dia.

Pengawasan yang kewenangannya berada di internal desa adat juga disorotinya. Sehingga sanksi-sanksi dalam mengajegkan LPD harus diperkuat dengan rincian minimal pada perarem di penyahcah. Sehingga dapat meminimalisir penyalahgunaan kewenanganan dalam pelaksanaan LPD di Bali selama ini. “Masa pandemi masyarakat kesusahan sehingga banyak yang tidak bayar kredit. Penguatan organisasi penguatan pelaksana, penguatan perubahan awig perarem dan pelatihan harus dilakukan. Jangan sampai pelaksnaaan bagus pengawasannya ngerti ngga?, pengawas juga harus paham perekonomian,” tegas dia.  *k23

Komentar