nusabali

Generasi Muda Minati Krialoka 'Patemon Pangrupak ring Ental'

  • www.nusabali.com-generasi-muda-minati-krialoka-patemon-pangrupak-ring-ental

DENPASAR, NusaBali
Sebanyak 25 peserta yang berasal dari perguruan tinggi, sekolah seni, dan masyarakat umum, mengikuti krialoka (workshop) bertajuk ‘Patemon Pangrupak ring Ental’ di Gedung Kriya Art Center Denpasar, Minggu (21/2).

Pada krialoka serangkaian Bulan Bahasa Bali 2021 ini, peserta belajar menggoreskan pangrupak (pisau khusus untuk menulis di daun lontar) di atas daun ental (lontar). Mereka dibimbing oleh I Gusti Agung Ngurah SPd yang dipercaya sebagai narasumber.

Dalam krialoka itu para peserta diperkenalkan dengan proses pembuatan dan pengolahan lontar dari baru memetik hingga lontar itu siap ditulisi. Mula-mula memilih bahan utama berupa daun lontar, lalu proses perendaman dengan menggunakan alat ember, selanjutnya ada penepesan agar ngepres. Selanjutnya lontar diberi lubang agar nantinya dapat dirangkai. “Setelah semua proses itu dilalui, baru kemudian bisa dipakai sebagai media tulis dan benda,” kata Gusti Agung Ngurah.

Namun demikian, daun lontar tak bisa serta merta digunakan. Bahkan sebelum diolah, daun lontar mesti dipilih yang berkualitas. Semua itu dilakukan dengan melihat langsung dalam pohonnya. Kalau lontar belulang, daunnya agak kasar, mudah pecah, sehingga sudah pasti tidak bisa dipakai. Ada daun lontar taluh yang memiliki kelenturan dan memiliki serat yang bisa dipergunakan untuk menulis atau melukis di daunnya.

Gusti Agung Ngurah juga turut membagikan sejumlah tips dalam menyurat prasi. Salah satunya, yaitu dengan memilih jenis pangrupak yang tepat sesuai dengan kegunaan. Ada dua jenis parupak, yaitu parupak tipis khusus untuk menggambar, dan parupak tebal untuk menulis. “Parupak yang agak tebal itu akan sangat bagus untuk menulis tebal tipis sesuai goresan pangrupak ini,” ucapnya.

Dalam proses menggambar ada pewarna yang sangat menentukan hasil gambar itu bagus atau tidak. “Kalau warna itu sudah betul prosesnya bagus, maka hasil gambar yang dibuat akan tahan lama, seperti contoh di galeri saya. Warnanya bertahun-tehun tetap bagus. Untuk membuat gambar bagus, jenis pangrupak sangat menentukan. Perawatannya, tidak ada yang khusus. Untuk membuat agar tetap bagus jangan sampai kena air. Kalau kena debu kita bisa bersihkan dengan lap atau tisu,” ujar Gusti Agung Ngurah.

Pemilik Galeri Yowana Kertha ini mengaku senang dengan ketertarikan generasi muda dalam melestarikan budaya dan tradisi Bali, khususnya nyurat aksara dan membuat prasi. Termasuk kegiatan krialoka kali ini yang diikuti anak-anak muda kreatif. “Saya sudah biasa membuat lontar sejak tahun 1983. Tujuannya agar anak-anak muda bisa melestarikan budaya kita, seperti menyurat lontar dan prasi yaitu pembuatan gambar dalam lontar. Saya punya inisiatif membuat galeri bernama Yowana Kertha yang mengajak anak-anak muda untuk menekuni hal ini, karena bisa dijadikan sebagai mata pencaharian,” paparnya.

Workshop arahan I Gusti Agung Ngurah ini hasilnya akan dipamerkan menjadi bagian karya instalasi ‘magibung’ yang terdapat di pameran Prasikala. Ini merupakan bagian instalasi di mana setiap pengunjung pameran diberi lontar dan pangrupak dan menyurat lontarnya sendiri untuk dipajang bersama.  

Salah seorang peserta, Sastra Wibawa, mahasiswa jurusan DKV (Desain Komunikasi Visual) ISI Denpasar, mengaku senang dan sangat tertarik dengan kegiatan kriyaloka ini. Bagi anak muda jaman sekarang, kegiatan ini masih awam, karena sudah biasa melihat teknologi gadget. “Jujur, untuk kegiatan tradisi seperti ini memang agak kurang saya lakukan. Saya sudah biasa menggambar, tetapi menggambar di atas daun lontar itu belum biasa, makanya penasaran ingin tahu,” ujarnya. *cr74

Komentar