nusabali

Penenun Cagcag Harap Bisa Menenun Endek

  • www.nusabali.com-penenun-cagcag-harap-bisa-menenun-endek

TABANAN, NusaBali
Gubernur Bali telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 04 Tahun 2021 tentang Penggunaan Kain Tenun Endek Bali/Kain Tenun Tradisional Bali.

Karena SE ini, perajin tenun non endek terutama cagcag songket, ingin memiliki keterampilan membuat tenun motif endek. Harapan itu dilontarkan penenun Cagcag satu-satunya di Tabanan, yakni di Desa Kebon Padangan, Kecamatan Pupuan.

Ketua Kelompok Tenun Cagcag Pupuan I Kadek Darma Yasa mengatakan keterampilan yang dimiliki penenun asal di Tabanan ini baru jenis motif songket. Padahal keinginan untuk belajar membuat motif endek sangat besar. ‘’Hanya saja, perajin kami masih terkendala pengajar,’’ ujarnya.

Kata Darma Yasa, penenun Cagcag berjumlah 30 orang di Desa Kebon Padangan baru bisa membuat motif songket. Dia mengakui ada keinginan belajar membuat motif lain     mereka terkendala pengajar. “Kamibelum bisa membuat motif endek untuk baju,” ujarnya, Jumat (18/2).

Dengan kondisi tersebut, dia mengakui, adanya SE terkait pengunaan kain endek belum berpengaruh untuk usaha kerajinannya. Kecuali ada tutor yang mau mengajar. “Kalau ada pengajar, kami untuk siap untuk belajar, biar bisa juga memperlajari motif yang lain,” ujarnya.

Diterangkan Darma Yasa, di tengah kondisi pandemi Covid-19, kini penun Cagcag di Kebon Padangan ikut berdampak dari segi jumlah produk yang dibuat. Biasanya, sekali pengiriman ke Kabupaten Karangasem membawa produk 15 buah, kini hanya 9 buah. “Dengan berdampaknya produksi sebagian besar penenun pergi ke kebun kopi untuk mencari pekerjaan sampingan,” imbuhnya.

Menurut Darma Yasa tenun motif songket yang dibuat tersebut harganya bervariasi. Mulai dari Rp 400.000 sampai Rp 1 juta. Motif songket yang dihasilkan berbentuk kamen, kain dan udeng.

Sebelumnya, Perbekel Kebon Padangan I Made Arif Hartawan mengatakan pandemi Covid-19 ini berdampak pada bisnis tenun di Desa Kebon Padangan. Karena sepinya permintaan, mereka beralih ke kebun untuk berkebun kopi.

Kata dia warga Kebon Padangan ini bisa menenun karena memiliki leluhur dari Karangasem yang hijrah ke Pupuan. “Berkat dari situ, ibu-ibu penenun belajar dan masih eksis sampai saat ini meskipun terhambat corona,” katanya.

Made Hartawan menerangkan pesanan tenun yang didapat oleh warganya kebanyakan dari Kabupaten Klungkung. Sistem penjualan untuk langganan ada keterikatan.

Dimana pelanggan yang memesan akan memberikan pengerajin benang. Setelah jadi barulah dijual dan dipotong harga benang. “Sehingga keuntungan pengerajin bisa dari sisa benang itu, yang bisa dijadikan selendang atau amed,” jelasnya.

Namun, menurutnya, pesanan bisa juga datang dari luar Bali jika ada kerabat yang kenal. “Kalau untuk lokal kita tidak bisa memesan, karena terlalu mewah memakai songket, serta harganya juga lumayan mahal. Kecuali buat endek bisa kita pasarkan ke pemerintah daerah,” katanya.

Made Hartawan berharap dari pemerintah ataupun tokoh Tabanan membuat motif ciri khas Tabanan sehingga bisa dipatenkan. Karena selama ini pesanan yang diproduksi penenun sesuai dengan permintaan masih ke corak Karangasem dan Klungkung. “Saya berharap karena Tabanan sentra kopi, motif kopi bisa diangkat dalam hasil karya tenun,” katanya.

Sementara itu, seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Tabanan mulai 23 Februari 2021 diimbau sudah menggunakan pakaian berbahan endek. Hal tersebut sesuai dengan Surat Edaran (SE) Nomor 04 Tahun 2021 Tentang Penggunaan Kain Tenun Endek Bali/Kain Tenun Tradisional Bali. Plh Bupati Tabanan I Gede Susila  mengatakan SE sudah disebar ke seluruh instansi di Kabupaten Tabanan. termasuk ke intansi swasta. “SE sudah kita sebar, setiap Hari Selasa atau mulai tanggal 23 Februari 2021 diimbau menggunakan kain endek masuk kantor,” tegasnya. *des

Komentar