nusabali

Naik, Kredit Bermasalah di Bali

  • www.nusabali.com-naik-kredit-bermasalah-di-bali

Kredit bermasalah pada 138 BPR di Bali melonjak drastis dari angka 2,69 persen menjadi 5,75 persen. Tapi OJK meyakinkan bahwa NPL tersebut masih terkendali.

OJK Evaluasi Kinerja BPR


DENPASAR, NusaBali
Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara mencatat risiko kredit bermasalah atau yang disebut dengan non performing loan (NPL) pada Bank Perkreditan Rakyat di Bali selama sembilan bulan (Januari-September 2016), meningkat menjadi  5,75 persen dari angka 2,69 persen di periode yang sama tahun 2015 (ytd).  Permasalahan ini pun menjadi bahan diskusi dalam acara ‘Evaluasi Kinerja BPR Tahun 2016 Wilayah Bali dan Nusa Tenggara’ serta ‘Outlook Ekonomi’ yang digelar di Inna Grand Bali Beach Hotel, Sanur, Denpasar, Senin (21/11).

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan II selaku Pelaksana Tugas Deputi Komisioner Pengawas Perbankan IV OJK, Boedi Armanto mengatakan, kendati NPL BPR Bali mengalami peningkatan, namun angka tersebut masih dikatakan ‘terkendali’ lantaran masih berada di bawah NPL nasional  yang sebesar 6,56 persen. “Kalau kita lihat marginnya BPR lebih besar daripada margin bank umum. Sehingga NPL 5,75 persen itu masih bisa terkendali. NPL ini masih lebih baik, di tempat lain malah ada yang sampai 11 persen,” ungkapnya kepada media.

Di antara rasio NPL di tiga daerah yang termasuk dalam regional 8, rasio NPL BPR Bali juga menunjukkan angka yang lebih baik. Rasio NPL BPR di NTB meningkat dari 8,11 persen menjadi 10,25 persen dan rasio NPL di wilayah NTT menurun dari 6,50 persen menjadi 6,20 persen (data diluar NPL BPRS).

Saat ini OJK regional 8 Bali Nusra mengawasi sebanyak 138 BPR, di NTB sebanyak 32 BPR dan di NTT sebanyak 11 BPR. Boedi menegaskan, di era persaingan ketat segala tantangan tidak bisa diabaikan. Upaya peningkatan kualitas SDM, baik pegawai maupun pengurus BPR yang perlu dilakukan secara berkesinambungan, serta penerapan tata kelola bagi BPR dan penerapan manajemen risiko BPR juga harus diperhatikan.

“Terlebih dahulu persoalan internal BPR sendiri harus diselesaikan agar dapat mempertahankan akselerasinya secara berkesinambungan dan terus meningkatkan kualitas pertumbuhannya. Salah satunya dengan mengupayakan penguatan permodalan BPR,” katanya.

Sementara Kepala OJK Regional 8 Bali Nusra, Zulmi, memaparkan, naiknya NPL BPR sebagian besar dipengaruhi kondisi ekonomi, dengan kontribusi terbesar penyumbang NPL BPR Bali dan Nusa Tenggara didominasi sektor perdagangan, kontruksi dan bukan lapangan usaha lainnya. Namun, NPL yang masih bisa di bawah rata-rata NPL nasional, menurutnya, kuat dipengaruhi oleh culture masyarakat Bali yang tidak ingin punya hutang. “Begitu mereka punya hutang, bagaimana pun caranya pasti cepat dibayar, dengan alasan takut karmapala. Selain itu, sebagian besar masyarakat Bali sudah educated, paham saat berhubungan dengan perbankan, termasuk BPR,” ungkapnya.

Ketua DPD Perbarindo Bali, Ketut Wiratjana menambahkan, pihaknya mengakui adanya kanaikan NPL yang melebihi ambang batas 5 persen selama 9 bulan terakhir. Namun demikian, NPL sebesar 5,75 persen tersebut masih bisa ditanggulangi. Pihaknya mengaku terus berupaya mengantisipasi NPL sebisa mungkin maksimal 5 persen hingga akhir tahun ini. “Memang ada sektor yang mengalami kejenuhan seperti sektor properti baik. Ini karena waktu sektor itu booming,  BPR coba masuk ke sektor itu. Tidak hanya BPR namun bank umum juga demikian. Sekarang untuk sektor properti sudah mulai dievaluasi,” sebutnya.

Solusinya juga, kata dia, pihaknya akan mulai melirik sektor-sektor yang menguntungkan seperti sektor-sektor yang menunjang pariwisata. “Seperti usaha-usaha kecil yang berhubungan dengan pariwisata, khususnya yang ada di pedesaan. Perajin-perajin, termasuk sektor perikanan dan pertanian yang beberapa sudah mulai masuk ke sana. Kami akan lebih intens melakukan pendekatan kepada debitur, sehingga debitur berusaha menyelesaikan pinjamannya,” tandasnya. *in

Komentar