nusabali

89 Karya Seni Lontar Prasi Dipamerkan dalam Bulan Bahasa Bali 2021

Prasara Bertajuk 'Prasikala Nukilan Taru Mahottama' Menjadi Pameran Seni Prasi Terbesar di Bali

  • www.nusabali.com-89-karya-seni-lontar-prasi-dipamerkan-dalam-bulan-bahasa-bali-2021

Selain menampilkan seni lontar prasi, juga dihadirkan dua karya ins-talasi. Pertama, seni instalasi berjudul ‘Taru Manah’ karya Made Ruta. Kedua, seni instalasi berjudul ‘Pula Kerti Anyar’ karya Made Suparta

DENPASAR, NusaBali

Bulan Bahasa Bali III Tahun 2021 di Gedung Ksirarnawa Taman Budaya Provinsi Bali, Jalan Nusa Indah Denpasar, 1-28 Februari, ditingkahi pula dengan pameran seni prasi terbesar. Ada 89 karya lontar prasi dipamerkan dalam prasara (pameran) bertajuk ‘Prasikala Nukilan Taru Mahottama’ yang digelar Dinas Kebudayaan Provinsi Bali ini.

Prasara ‘Prasikala Nukilan Taru Mahottama’ yang berlangsung sebulan penuh ini melibatkan 60 seniman dari lintas generasi, dengan menghadirkan 89 karya lontar prasi. “Ini merupakan pameran seni prasi terbesar dan terlengkap yang pernah ada di Bali,” jelas Kadis Kebudayaan Provinsi Bali, I Wayan Kun Adnyana, di Denpasar, Selasa (2/2).

Menurut Kun Adnyana, pameran seni prasi ini juga dilengkapi dengan tayangan video pameran virtual, yang disebar melalui media sosial. “Jadi, masyarakat dapat menyaksikan pameran ini dengan protokol kesehatan Covid-19 dan melalui media virtual kanal Youtube DisbudProv Bali,” tegas birokrat yang juga akademisi Innstitut Seni Indonesia (ISI) Denpasar bergelar Profesor ini.

Sementara itu, kurator dalam pameran seni prasi ini, I Wayan Sujana Suklu, menyebutkan Prasara ‘Prasikala Nukilan Taru Mahottama’ juga menghadirkan koleksi dari Taman Budaya dan Pusat Dokumentasi Lontar Dinas Kebudayaan Provinsi Bali.

Menurut Wayan Sujana, selain menampilkan lontar prasi yang terus mengalami perkembangan bentuk, tema, dan perlakuan medium, juga dihadirkan dua karya instalasi. Pertama, karya instalasi berjudul ‘Taru Manah’ karya Made Ruta. Kedua, karya instalasi berjudul ‘Pula Kerti Anyar’ karya Made Suparta.

Kedua karya instalasi ini menggunakan daun ental sebagai elemen utama. Dalam hal ini, daun ental bukanlah media ruang ilusi, namun dijadikan objek menjalar di ruang-ruang konkret, membangun penanda-penanda baru terhadap ruang.

Sedangkan ‘Megibung’ merupakan karya partisipatori pemirsa yang berkesempatan berkarya di ruang pameran, dengan tiga site sebagai tempat pemajangan karya bersama. Tiga generasi mewakili zamannya, tampil bersama pada perhelatan prasara prasikala ini, termasuk I Gusti Bagus Sudiasta, seniman prasi asal Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan, Buleleng. Selain sebagai penekun lontar prasi, IGB Sudiasta juga seorang dalang, penembang, pembuat tapel (topeng), dan  keterampilan lainnya yang dibutuhkan dalam adat dan budaya Bali.

Hadir pula karya-karya Wayan Mudita Adnyana, seniman prasi asal Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Karangasem. Selain sebagai perupa lontar prasi, Mudita Adnyana juga seorang dalang, penembang, dan pemusik gender yang andal.

Prasara ‘Prasikala Nukilan Taru Mahottama’ kali ini juga menghadirkan perupa generasi baru, yang sebagian besar dari kalangan akademis yang mengembangkan gagasan-gagasannya dalam upaya menjawab tantangan masa kini. Beberapa generasi baru yang hadir sebagai komunitas pengembang lontar prasi, antara lain, ‘Komunitas Operasi’ dengan 14 anggotanya yang merupakan pemuda-pemuda alumnus Universitas Ganesha (Undiksha) Singaraja. Juga ada ‘Komunitas Amarasi’ yang beranggotakan mahasiswa DKV FSRD ISI Denpasar.

“Melalui event Bulan Bahasa Bali ini, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali sangat tepat mengambil langkah memuliakan, mengembangkan, dan menjangkar lontar prasi lewat presentasi ke ruang publik. Rupa serta akar dan makna lontar prasi juga akan dibincangkan melalui seminar dan workshop yang bakal digelar serangkaian pameran,” papar Wayan Sujana.

Sujana menegaskan, Prasara ‘Prasikala Taru Mahottama’ berambisi mengadirkan raga lontar prasi Bali yang mengalami dinamika dari musim ke musim. “Cara pandang, sikap, dan kerja kreatif seniman yang beragam menunjukkan artikulasi sangat kaya yang tetap mengacu pada tradisi dan budaya masa lalu. Para perupa yang hidup pada kultur yang khas memberi jalan kreatif yang khas pula, kepiawaian aspek ketrampilan yang masih diyakini sebagai cara ungkap untuk menyampaikan  pesan,” terang kurator yang merupakan dosen ISI Denpasar ini. *cr74

Komentar