nusabali

Bukan Hanya Lelaki

  • www.nusabali.com-bukan-hanya-lelaki

Selama ini tukang ukir identik dengan keterampilan yang digeluti  kaum lelaki. Maklum selain ‘mengasyikan’  pekerjaan mengukir sesungguhnya termasuk pekerjaan berat.

Tidak sekadar menatah, memukulkan pengotok pada pahat. Mengangkat beban dari balok kayu dan material media ukir perlu tenaga dan otot lebih.  Karenanya secara awam, sudah ‘dipatenkan’ sebagai pekerjaan orang laki-laki.

Namun pandangan umum itu tak berlaku  bagi Ni Made Pardiani, warga asal Banjar Pande, Desa Sumita, Kecamatan/Kabupaten Gianyar. Ibu dua anak ini adalah salah seorang perempuan  yang piawai mengukir.

Sebagaimana layaknya lelaki, Pardiani terampil dan cekatan  mengukir. Salah satunya mengukir kayu. Terutama mengukir segala jenis ukiran untuk bangunan. Baik bangunan tradisional Bali maupun ukiran untuk perlengkapan dan dekorasi bangunan modern. “Ini ketrampilan dari kecil,” ceritanya.

Ditemui di tempat kerjanya di Jalan Raya  Getas, Buruan Kecamatan Blahbatuh, Pardiani menuturkan keterampilan mengukir didapat karena faktor lingkungan. Hal itu karena Desa Sumita, merupakan sentra kerajinan ukir di Gianyar. Khususnya kerajinan ukir kusen, saka, sanggah/pemerajan dan lainnya.

“Secara tak langsung belajar dari lingkungan keluarga,” ungkapnya.  Dari belajar ringan sambil meburuh kemudian jadi tukang ukir mandiri.

Karena pengaruh lingkungan itulah, kata Pardiana sebagian besar perempuan, orang dewasa di Desa Sumita  pandai mengukir. Bisa diikatakan mengukir sudah menjadi profesi, sekalipun pada perempuan maupun ibu-ibu.

“Hanya sekarang melesu (penjualan), karena Covid,” tunjuknya. Walau demikian mereka tetap mengukir. “Siapa tahu kondisi membaik. Kami sudah punya stock,” ujar sambil sibuk memainkan pengotok, menatah papan kayu  perlengkapan bangunan  style Bali. *K17

Komentar