nusabali

Obati Ratusan Pasien dengan Terapi Pijat, Menolak Disebut Balian

  • www.nusabali.com-obati-ratusan-pasien-dengan-terapi-pijat-menolak-disebut-balian

Di masa jayanya, Dewa Ayu Putu ‘Sukerti’ Rai biasa mentas drama gong sampai 40 kali dalam sebulan. Tak heran jika pada 1982, dia sempat sakit lemes gara-gara kelelahan dan kurang gizi

Balada Dewa Ayu Putu ‘Sukerti’ Rai, Mantan Pemeran Tuan Putri Drama Gong Paling Top Era 1980-an


BICARA soal kesenian drama gong di Bali, nama Dewa Ayu Putu Rai, 56, tak bisa diabaikan. Dialah salah satu pemeran Nak Mudi (tuan putri) paling tenar pada era awal 1980 hingga 1990-an. Pencinta kesenian drama gong di Bali lebih mengenal namanya sebagai Sukerti, sesuai salah satu peran yang dimainkan Dewa Ayu Putu Rai. Setelah tidak lagi manggung, Dewa Ayu Putu ‘Sukerti’ Rai kini aktif mengobati pasien lewat terapi pijat, namun enggan disebut sebagai balian.

Di masa jayanya era awal 1980 hingga 1990-an, Dewa Ayu Putu ‘Sukerti’ Rai amat laris manis. Dia sangat diidolakan masyarakat pencinta kesenian drama gong, mulai kalangan anak-anak, remaja, dewasa, hingga kakek-nenek. Perempuan asal Banjar Ubung Sari, Desa Ubung, Kecamatan Denpasar Utara kelahiran 6 Juli 1961 ini bergabung di 5 sekaa drama gong yang sempat jaya: Dewan Kesenian Denpasar (DKD), Bintang Bali Timur (BBT), Kerthi Bhuwana Sari, Duta Bon Bali, dan Bhara Budaya.

Ketenaran Dewa Ayu Putu ‘Sukerti’ Rai dimulai ketika memperkuat Drama Gong BBT (1980-1981), dengan lakon dan peran Sukerti. Berkat peran itu, masyarakat kemudian lebih mengenalnya dengan nama Sukerti. Pasangan mainnya sebagai Nak Muda (Raja Muda), antara lain, I Wayan Lodera.

Saat ini, Dewa Ayu Putu Rai alias Sukerti tinggal di Banjar Telabah, Desa Batubulan, Kecamatan Sukawati, Gianyar. Dia tinggal di sana sejak menikah dengan pria setempat, I Wayan Lotra, 74. Sang suami, Wayan Lotra, adalah mantan PNS di Polda Bali. Dari pernikahannya dengan Wayan Lotra, Sukerti dikaruniai 3 anak dan 1 cucu.

Selain mendampingi suami tercinta dan sebagai ibu rumah tangga, Sukerti saat ini aktif melakukan pengobatan tradisional dengan terapi pijat. Perempuan cantik yang kini berusia 56 tahun ini punya ratusan pasien. Terapi pijat untuk melayani pasien itu sudah ditekuni Sukerti sejak 14 tahun silam.

Meski aktif membantu mengobati orang, Sukerti tak mau disebut sebagai balian. “Tapi, tolong jangan salah arti. Saya bukan malianin (sebagai dukun, Red). Saya hanya memijat untuk mengembalikan saraf yang lemah dan mengaktifkan kelenjar-kelenjar pasien yang tak berfungsi. Saya bukan mengobati,” ujar Sukerti saat ditemui NusaBali di rumahnya kawasan Banjar Telabah, Desa Batubulan, Minggu (6/11) lalu.

Sukerti terus terang mengaku takut menyandang predikat balian, kerena dirinya me-ngobati pasien dilandasi pengalaman logika modern. Tak ada kekuatan gaib atau magis dalam dirinya, seperti yang dimiliki balian umumnya. Sukerti memahami penyakit itu ada karena munculnya toksin atau racun dalam tubuh manusia.

Racun itu, kata Sukerti, merusak proses metabolisme, kekebalan, sistem pencernaan, dan sel-sel penting lainnya dalam tubuh. Akibatnya, daya tahan tubuh jadi lemah, hingga saraf pun rusak, kemudian jadi penyakit. “Zaman sekarang, perlahan tapi pasti, tubuh orang sangat mudah keracunan. Mulai dari karena makan makanan dan minuman yang tak bebas residu, hingga minum obat-obatan sembarangan yang tanpa disadari merusak ginjal,” beber Sukerti sambil tangannya sibuk memijat salah seorang pasiennya.

Menurut Sukerti, membatu sembuhkan orang dengan terapi pijat sebetulnya bukan cita-citanya. Namun, sejak kecil dia punya kebiasaan suka membantu teman atau orang lain yang membutuhkn pertolongan. “Itu sebabnya, saya terpanggil menekuni terapi pijat,” jelas mantan Nak Mudi drama gong yang dikenal cekatan berdialog dan tersenyum manis ini.

Sukerti sendiri mengaku mengenal terapi pijat, bermula dari sakit lemes yang dialaminya sekitar tahun 1982. Sakit lemes muncul karena tubuhnya kelelahan akibat manggung sampai 40 kali dalam sebulan (30 hari) bermain Sekaa Drama Gong BBT.

Ketika sakit lemes, Sukerti berobat pada salah seorang penekun pengobatan alternatif di kawasan Kaliungu Kelod, Kota Denpasar. Oleh penyembuh alternatif yang mengobatinya, disebutkan sakit lemes yang dialami Sukerta bukan karena bebai (serangan roh halus), sebagaimana dugaan awal keluarganya. Namun, sakit lemes terjadi karena ada gangguan saraf.

Menurut Sukerta, gangguan saraf itu diperkuat keterangan dr Panteri di kawasan Ubung, Denpasar Utara. Dokter Panteri bilang sakit lemes yang diderita Sukerti terjadi karena kelelahan dan kurang gizi. Sukerti kemudian dianjurkan minum vitamin dosis lebih tinggi. “Memang benar, masa-masa itu main drama gong full tiap malam, bahkan ada yang sampai dua kali dalam sehari. Saya mengabaikan kesehatan, karena sering hanya sering makan kacang dan soft drink,” kenang Sukerti.

Sukerti mengisahkan, pengobatan alternatif yang dijalaninya di kawasan Kaliungu Kelod tahun 1982 itu ternyata membawa berkah tersendiri dalam hidupnya. Sebab, di sanalah Sukerti berkenalan dengan I Wayan Lotra, pelukis realis sekaligus PNS Polda Bali yang kemudian menjadi suaminya. Kebetulan, Wayan Lotra juga teman baik ayah Sukerti, yakni almarhum I Dewa Made Putra.

Selain jadi pelukis, Wayan Lotra juga pengikut ajaran kerohanian Sapta Darma bersama Dewa Made Putra, ayah Sukerti. Melalui anjuran suaminya itulah, Sukerti kemudian mempelajari terapi pijat yang diperdalam dengan pengetahuan mengenal penyakit khususnya saraf, 14 tahun silam. Selama mendalami terapi pijat, ratusan pasien sudah ditangani Sukerti. Mereka bukan hanya dari lokal Gianyar, bahkan banyak pula warga negara asing. * wilasa

Komentar