nusabali

Hikmah Pandemi Di Balik Pemerataan Penduduk Bali

  • www.nusabali.com-hikmah-pandemi-di-balik-pemerataan-penduduk-bali

Lebih dari setahun lamanya pandemi Covid-19 telah merajalela di muka bumi ini, dan sudah berbulan-bulan lalu kita memutuskan untuk hidup berdampingan dengan virus yang nyatanya semakin mengganas. Virus Corona ini bisa dikatakan maha dahsyat karena tidak hanya merenggut jutaan nyawa, tapi bahkan mampu memporak-porandakan ekonomi global.

Statistisi Ahli Muda, BPS Provinsi Bali

Ekonomi global diprediksi mengalami kontraksi sampai di bawah minus 4 persen. Goncangan ekonomi yang tak kalah hebatnya juga dirasakan di Bali yang notabene perekonomiannya ditopang oleh industri pariwisata. Sejak kuartal pertama 2020, ekonomi Bali selalu tumbuh negatif yang kemudian berlanjut pada kuartal 2 dan kuartal 3. Berdasarkan pola ekonomi selama 3 kuartal tersebut, bisa dipastikan ekonomi Bali pada tahun 2020 secara total akan terkontraksi dalam. 

Covid-19 telah menjadi bahan gunjingan dimana-mana, tidak ada yang bersyukur dengan kehadirannya yang bagai mimpi buruk di siang bolong. Segenap tenaga dan energi sedang dikerahkan seluruh pihak mulai dari Pemerintah, tenaga medis, ekonom sampai para ilmuwan untuk mencari cara memusnahkan virus Corona atau setidaknya mencari formula terbaik agar ekonomi bisa tetap bergeliat.  

Dari berbagai rilis angka dan indikator pembangunan juga semakin membuat kita gregetan dengan Pandemi-Covid-19, salah satunya terkonfirmasi dari angka pengangguran Bali yang mencapai 5,63 persen pada Agustus 2020 meningkat 4,06 point jika dibandingkan kondisi Agustus 2019 yang hanya berada pada kisaran 1,57 persen sebelum pandemi Covid-19 melanda. Namun ada satu hal menarik dari hasil Sensus Penduduk 2020 yang baru dirilis oleh Badan Pusat Statistik pada 22 Januari 2021 lalu. Struktur persebaran penduduk menurut kabupaten/kota lebih merata jika dibandingkan dengan hasil Sensus Penduduk 2010. Jika pada tahun 2010 hanya 79,73 persen penduduk yang bermukim di luar Kota Denpasar, pada tahun 2020 jumlah tersebut meningkat menjadi 83,20 persen. Artinya pada tahun 2020, Kota Denpasar hanya menampung 16,80 persen dari total penduduk Bali, mengalami penurunan dari tahun 2010 yang mencapai 20,27 persen. Sejalan dengan Kota Denpasar, wilayah penyangganya yaitu Badung, Gianyar dan Tabanan juga mengalami penurunan persentase. Apabila dilihat secara total untuk wilayah Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan) terjadi penurunan persentase penduduk dari 57,13 persen pada tahun 2010 menjadi 52,13 persen pada tahun 2020.

Dari hasil Sensus Penduduk 2020, penduduk Bali tercatat 4,32 juta orang meningkat 426,65 ribu orang selama kurun waktu 1 dasawarsa. Jika dirata-ratakan, penduduk Bali meningkat 42,66 ribu orang per tahun atau laju pertumbuhan penduduknya adalah sebesar 1,01 persen per tahun. Laju pertumbuhan penduduk Bali ini berada di bawah rata-rata nasional yang berada pada kisaran 1,25 persen. Dilihat menurut wilayahnya, Kabupaten Buleleng mencatatkan jumlah penduduk terbesar yaitu 791.813 orang. Kota Denpasar selanjutnya menempati posisi kedua dengan jumlah penduduk 725.314 orang, diikuti oleh Kabupaten Badung dan Gianyar dengan jumlah penduduk masing-masing sebesar 548.191 orang dan 515.344 orang. Kabupaten Karangasem menempati posisi kelima terbesar dengan jumlah penduduk 492.402 orang, Kabupaten Tabanan dengan penduduk 461.630 orang di posisi keenam. Sedangkan tiga kabupaten lainnya menjadi wilayah dengan jumlah penduduk terendah yaitu Kabupaten jembrana dengan 317.064 orang penduduk, Kabupaten Bangli dengan jumlah penduduk 258.721orang dan jumlah penduduk terendah di Kabupaten Klungkung yaitu 206.925 orang. 

Kembali pada bahasan sebelumnya, ternyata Pandemi Covid-19 ini telah mengubah struktur persebaran penduduk Bali sebagaimana yang berhasil dipotret dari hasil Sensus Penduduk oleh BPS. Penduduk Bali yang sebelumnya terkonsentrasi di Sarbagita, menjadi lebih tersebar ke wilayah lainnya. Kabupaten Buleleng yang pada tahun 2010 hanya menampung 16,04 persen penduduk Bali, dari hasil Sensus Penduduk 2020 ini tercatat menampung 18,34 persen penduduk Bali. Lalu mengapa Pandemi Covid-19 dikaitkan dengan perubahan komposisi persebaran penduduk di Bali? 

Efek Pandemilah yang memaksa perpindahan penduduk antar wilayah di Bali. Tidak sedikit warga yang sebelum pandemi mengadu nasib di wilayah Sarbagita harus kehilangan pekerjaannya dan berakibat mereka harus kembali pulang ke kampung halamannya. Sangat mudah ditelusuri di lapangan, bagaimana kondisi rumah ataupun kamar-kamar kontrak/sewa yang ditinggal pergi oleh penghuninya. Tinggal di rumah kontrak/sewa memang menjadi pilihan untuk menekan tingginya biaya hidup, karena tingginya harga properti terutama di wilayah kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Kondisi ini tergambar jelas dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Kota Denpasar, yang menunjukkan bahwa persentase rumah tangga dengan status kepemilikan tempat tinggal adalah kontrak/sewa pada tahun 2020 adalah tertinggi dibanding wilayah lain yaitu mencapai 54,55 persen. Persentase yang tinggi juga terdapat di Kabupaten Badung, yaitu mencapai 40,47 persen.   

Belum ada yang mengetahui kapan Pandemi Covid-19 ini akan berakhir, pun demikian para pekerja yang terpaksa meninggalkan Sarbagita belum tahu kapan harus kembali. Tapi the show must go on, dan kita bisa memanfaatkan perubahan komposisi penduduk ini bisa menjadi salah satu peluang dalam pembangunan wilayah. Kehadiran kembali para kaum urban di kampung halamannya diharapkan dapat memberi warna baru yang bermanfaat. Dari rapat pertemuan formal di Balai Banjar atau sekedar obrolan pagi di warung kopi, para kaum urban dapat menggetoktularkan pengetahuan dan pengalaman mereka terkait standarisasi yang dibutuhkan dalam industri pariwisata ataupun berbagi hal lainnya. 

Tidak sedikit juga para kaum urban ini akhirnya memilih untuk menggarap areal pertanian. Tentu dengan harapan metode pertanian yang diterapkan bisa lebih modern dan produktif sehingga mampu menggaet anak-anak muda untuk terjun ke dunia pertanian yang selama ini dikenal identik dengan kaum lansia. Dan lebih jauh, kaum urban ini diharapkan mampu membangun jejaring dalam hal pemasaran hasil-hasil pertanian. Semakin banyak berkembang platform digital terkait penjualan hasil-hasil pertanian dari para petani, yang tentu akan sangat powerfull ketika didukung oleh meningkatnya supply sebagai akibat tambahan ‘petani dadakan’. Dan bukan tidak mungkin para kaum urban yang menjadi ‘petani dadakan’ akan tetap menekuni aktivitas pertanian ketika telah tercipta rantai distribusi pemasaran yang menjanjikan dan berkelanjutan.   

Sebaliknya wilayah urban yang ditinggalkan pun bisa memetik beragam manfaat, terutama dari sisi penataan lingkungan. Sebagai gambaran, dari hasil Sensus Penduduk 2020 tingkat kepadatan penduduk Kota Denpasar jauh menurun dari 6.171,46 orang per Km2 pada tahun 2010 menjadi hanya 5.676,27 orang per Km2. Dari sisi lingkungan, indikator ini tentu berarti berkurangnya kemacetan lalu lintas, turunnya emisi kendaraan bermotor hingga volume sampah dan limbah yang berkurang. Penataan lingkungan seyogyanya bisa menjadi lebih mudah dan terarah, sehingga kondisi lingkungan yang sehat dan kondusif bisa diwariskan sampai nanti wilayah Sarbagita kembali harus bertambah daya tampungnya. Selain itu, pencatatan administrasi kependudukan selayaknya bisa lebih disiplinkan. Pada posisi jumlah penduduk yang berkurang dari kondisi normal, tentu akan lebih mudah bagi para petugas mulai dari tingkat terkecil di lingkup perumahan sampai banjar melakukan kompilasi data kependudukan. Sehingga selanjutnya dinamika kependudukan ketika kondisi sudah berjalan normal, bisa lebih mudah terdokumentasikan.   

Berbagai manfaat yang disampaikan di atas mungkin tidak sepadan dengan dampak negatif yang telah ditimbulkan. Tapi berbagai langkah kecil tersebut setidaknya dapat menjadi bahan pertimbangan, sehingga kita tidak tenggelam dibalik jahatnya efek Pandemi Covid-19. Jadikanlah masa pandemi Covid-19 ini sebagai momen hibernasi yang produktif untuk menuju Bali Baru yang Tangguh dan Berdikari tanpa harus sepenuhnya tergantung pada industri pariwisata.


*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Komentar