nusabali

Dua Pembalak Liar di TNBB Diringkus

  • www.nusabali.com-dua-pembalak-liar-di-tnbb-diringkus

SINGARAJA, NusaBali
Dua orang warga Dusun Paras Putih, Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi, bernama Tohari, 60, dan Irfan Purnama, 29, kini mesti berurusan dengan hukum.

Kedua tertangkap karena melakukan pembalakan liar atau ilegal logging di Taman Nasional Bali Barat (TNBB) pada 29 Desember lalu.

Kasat Reksrim Polres Buleleng, AKP Vicky Tri Haryanto mengungkapkan, sejatinya ada empat pelaku yang melakukan pembalakan liar pohon jenis kayu ular atau yang biasa disebut kayu pait. Namun yang berhasil ditangkap hanya pelaku Tohari dan Irfan. Sedangkan dua pelaku lainnya masing-masing bernama Atnan dan Heri berhasil melarikan diri.

Pengungkapan kasus pembalakan liar yang terjadi pada 29 Desember 2020 lalu ini berawal dari personel Polisi Hutan (Polhut) Balai TNBB, sedang melakukan patroli di kawasan hutan TNBB yang ada di wilayah Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng. Kawasan hutan itu merupakan wilayah TNBB zona rimba.

Saat patroli, petugas Polhut TNBB melihat ada beberapa orang yang sedang melakukan aktivitas penebangan pohon kayu pait yang tumbuh di kawasan hutan TNBB. Petugas TNBB pun langsung melapor ke Polsek Gerokgak. Berangkat dari laporan tersebut, anggota Polsek Gerokgak pun langsung menuju TKP.

Saat di TKP polisi berhasil menangkap dua pelaku, yakni Tohari dan Irfan. Sementara dua pelaku lainnya, Atanan dan Heri berhasil melarikan diri ke dalam hutan. Mereka merupakan warga Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Tohari selaku penebang pohon dan juga Irfan yang bertugas menjemput menggunakan perahu.

Sedangkan kedua pelaku yang berhasil melarikan diri hingga kini masih buron atau DPO. "Pelaku memasuki wilayah TNBB dari Banyuwangi menggunakan perahu. Mereka ini mencari kayu jenis kayu pait dengan cara menebang lalu mengangkutnya menggunakan perahu," beber AKP Vicky, Rabu (20/1) siang saat rilis kasus.

Terhadap kedua pelaku yang kini masih buron, pihaknya sejauh ini masih berkoordinasi dengan jajaran kepolisian di Banyuwangi, untuk segera bisa menangkap kedua pelaku yang buron ini. "Keterangan dari orang kami tangkap, ini baru pertama kali (menebang pohon). Yang DPO itu sudah lebih dari satu kali," tambah AKP Vicky.

Dia menjelaskan, dari penangkapan ini polisi berhasil mengamankan barang bukti berupa 2 buah gergaji tangan, 1 unit mesin temple 13 PK, 1 buah kemudi perahu, 1 buah dayung, 2 buah jirigen, 78 batang kayu pait panjang 2 meter dengan diameter keliling 10 cm hingga 20 cm, dan 1 unit perahu yang digunakan untuk mengangkut.

AKP Vicky pun menyebut kayu jenis pait ini memiliki nilai jual dan biasanya digunakan untuk obat herbal tradisional. Namun pihaknya belum mengetahui secara pasti berapa nilai jual dari kayu tersebut. "Kami masih menghitung berapa nilai jualnya. Karena yang dicuri ini kan masih kayu mentah, belum diolah. Jadi belum bisa dipastikan," jelasnya.

"Menurut pengakuan kedua tersangka, kayu ini akan dibawa ke Banyuwangi untuk dijual. Karena kayu ini memang ada nilai jual, selain bermanfaat juga untuk kesehatan. Jadi mereka masuk ke hutan TNBB menggunakan perahu, kemudian baliknya juga diangkut memakai perahu," tambah AKP Vicky.

Kepala TNBB, Agus Ngurah Krisna Kepakisan menegaskan, perbuatan para pelaku pembalakan liar di kawasan hutan TNBB sudah jelas melanggar aturan yang ada. Sebab, kawasan hutan TNBB diperuntukan untuk pengetahuan, penelitian, dan wisata alam. "Kami harap, agar masyarakat ikut menjaga kawasa hutan untuk konservasi alam," ujar Krisna Kepakisan.

Sementara itu, salah seorang pelaku yakni Tohari mengaku, sudah dua kali melakukan pembalakan liar di kawasan hutan TNBB. Itupun ia lakukan atas ajakan temannya yang kini menjadi buronan. "Saya tugas nebang pohon, teman saya yang menjemput. Mau dijual, itu kiloan. Per kilo Rp 3 ribu. Uang hasil penjualan pakai kehidupan sehari-hari," singkatnya.

Akibat perbuatannya ini, kini kedua pelaku terancam dijerat dengan Pasal 40 ayat (1) atau ayat (2) UU RI No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (KSDAHE), dengan ancaman hukuman pidana 5 tahun penjara. *m

Komentar