nusabali

Menteri KP dan Gubernur Bali Panen Perdana Lobster di Sumberkima

  • www.nusabali.com-menteri-kp-dan-gubernur-bali-panen-perdana-lobster-di-sumberkima

SINGARAJA, NusaBali
Budidaya lobster di Keramba Jaring Apung yang dikembangkan Gabungan Pengusaha Lobster Indonesia (GPLI) panen perdana untuk diekspor pada, Rabu (20/1).

Panen lobster budidaya kawasan laut Desa Sumberkima, Kecamatan Gerokgak, Buleleng ini dihadiri langsung Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) RI, Sakti Wahyu Trenggono, Gubernur Bali Wayan Koster, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana dan sejumlah pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Panen perdana untuk ekspor ke China ini juga diikuti dengan pelepasliaran benih lobster di laut Sumberkima. Menteri Sakti Wahyu Trenggono tiba di lokasi panen pada pukul 11.00 Wita. Rombongan langsung bergerak menuju Keramba Jaring Apung (KJA) budidaya lobster di Teluk Sumberkima sekitar 1 kilometer dari daratan. Sebanyak 300 kilogram lobster dipanen perdana di KJA yang baru dibudidayakan GPLI di Sumberkima sejak satu tahun lalu. Lobster yang dipanen memiliki berat mulai 200 gram hingga 300 gram per ekor.

Menteri Sakti Wahyu Trenggono usai panen lobster bersama rombongan langsung melepasliarkan puluhan baby lobster dengan total berat 6 kilogram atau 2 persen dari jumlah yang dipanen. Menteri Sakti Wahyu, usai kegiatan mengatakan panen dan pelepasliaran baby lobster di Sumberkima diyakini dapat menjadi budidaya yang berkesinambungan. Budidaya lobster juga disebutnya menjaga kelestarian lingkungan dan kelestarian lobster. Budidaya di laut Sumberkima akan mengawali budidaya di wilayah lainnya, karena sangat bagus untuk meningkatkan ekonomi nelayan. “Ini satu bukti bagi saya, selama 4-12 bulan lobster sudah dapat dipanen dengan ukuran bisa sampai 1 kilogram lebih, bisa menghasilkan. Satu kotak di KJA ini dapat dipanen 240 ton lobster hasilnya sampai Rp 1 miliar,” jelas Menteri Sakti Trenggono.

Potensi yang sangat besar dengan modal kelautan RI terbentang luas dapat dimanfaatkan oleh nelayan dan pembudidaya untuk menahan diri. Sehingga tidak ada lagi baby lobster yang diekspor, namun dibudidayakan terlebih dahulu untuk nilai jual yang lebih tinggi. “Budidaya ini akan dikembangkan terus. Khusus lobster kita akan all out dikembangkan di dalam negeri. Harapannya Indonesia bisa menjadi produsen lobster terbesar di dunia,” jelas Menteri Sakti Trenggono.

Dia pun meminta dukungan kepada semua pihak untuk menghindari kasus penyelundupan baby lobster terulang kembali. Hal itu dibenarkan oleh GPLI. Dalam pemaparannya sebelum memanen lobster di KJA, peluang pasar ekspor lobster masih terbuka lebar. Bahkan sejauh ini suplai lobster untuk kebutuhan pasar China belum dapat dipenuhi. GPLI mensimulasikan konsumsi lobster di China saat ini mencapai 200 ton per tahun. Dengan asumsi tersebut dengan mengekspor lobster seharga Rp 600.000 per kilogram, memiliki potensi devisa sampai Rp 120 triliun.

Peluang pasar ekspor lobster yang terbuka lebar membuat GPLI mengembangkan sayap untuk membangun budidaya di seluruh Indonesia. Sehingga dalam 10 tahun ke depan dapat meningkatkan jumlah ekspor yang ditarget di tahun 2030 mencapai 30.000 ton per tahun, dengan potensi devisa Rp 18 triliun per tahun.

Saat ini di Teluk Sumberkima, Gerokgak, Buleleng, GPLI baru membudidayakan ratusan keramba dengan mengadopsi sistem budidaya Submergod Cages seperti sistem yang dikembangkan Vietnam. KJA yang berisi baby lobster ditenggelamkan dalam kedalaman air laut 4-5 meter sehingga salinitasnya (kadar garam) stabil dan terlindung dari matahari langsung.  

GPLI dalam kesempatan itu pun memaparkan memilih Teluk Sumberkima sebagai lokasi budidaya lobster karena dekat dengan sumber benih di Banyuwangi dan Jembrana. Selain itu sumber daya manusia di kawasan Sumberkima sangat banyak sehingga tak sulit mencari tenaga kerja. Pertimbangan lainnya yang disampaikan GPLI karena di Buleleng barat akan dibangun Bandara Internasional sehingga memudahkan untuk ekspor. Alasan terakhir yang menjadi penentu paling utama Teluk Sumberkima dipilih karena aman dari bencana badai gelombang pasang.

Sementara itu Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (KPP) Buleleng, I Gede Melanderat mengatakan meski kewenangan pemanfaatan laut saat ini ada di Pemprov Bali, Buleleng cukup bersyukur memiliki potensi laut untuk mensejahterakan masyarakatnya. Buleleng dengan garis pantai terpanjang di Bali memiliki kekayaan biota laut sangat beraneka ragam, tak terkecuali lobster.

Sebelum dibudidayakan lobster memang tak sulit ditemukan di laut Buleleng. Nelayan pun tak jarang mendapatkan lobster ketika menangkap ikan, meskipun ukurannya lebih kecil dari ukuran lobster budidaya. “Keberadaan lobster di laut Buleleng memang banyak ditemukan dan sering ditemukan nelayan. Bahkan di Pantai Penimbangan dari baby lobster yang sempat dilepasliarkan sudah berkembang dan bertelur,” kata Melanderat. *k23

Komentar