nusabali

Krama Bali Perantauan Ngungsi Dekat Rumah Ketua PHDI Mamuju

  • www.nusabali.com-krama-bali-perantauan-ngungsi-dekat-rumah-ketua-phdi-mamuju

JAKARTA, NusaBali
Gempa tektonik Magnitudo 6,2 yang mengguncang Kabupaten Majene dan Kota Mamuju, Sulawesi Barat, Jumat (15/1) dinihari pukul 02.28 Wita, berimbas kepada krama Bali perantauan.

Mereka yang rumahnya rusak diterjang gempa, sebagian besar mengungsi di dekat rumah Ketua PHDI Mamuju, I Wayan Puja.

Ketua DPD Peradah Sulawesi Barat (Sulbar), I Made Artiyasa, mengatakan kerusakan akibat gempa dinihari kemarin cukup parah. Hampir 80 persen bangunan bertingkat di Mamuju ambruk diterjang gempa.

Untungnya, kata Made Artiyasa, tidak ada krama Bali yang jadi korban tewas akibat gempa dinihari kemarin. "Saat gempa, kami bangun dan segera menyelamatkan ke tempat aman. Umat Hindu (krama Bali, Red) di sini selamat,” jelas Artiyasa saat dikonfirmasi NusaBali per telepon dari Jakarta, Jumat kemarin.

Menurut Artiyasa, sebagian krama Bali mengungsi di areal Pura Agung Stana Dewata, sebagian lagi mengungsi di dekat rumah Ketua PHDI Kabupaten Mamuju, I Wayan Puja. Kedua tempat itu dipilih sebagai lokasi pengungsian, karena letaknya lebih tinggi dan tidak mengalami kerusakan.

Artiyasa menyebutkan, umat Hindu di Mamuju tergabung dalam Banjar Manakarra Dewata. Dari 23 kepala keluarga (KK) di Banjar Manakarra Dewata, 6 KK mengungsi ke dekat rumah Ketua PHDI Mamuju, 6 KK mengungsi ke Pura Agung Stana Dewata, selebihnya 11 KK lagi mengungsi ke rumah temannya yang dalam posisi aman. “Rata-rata mereka berprofesi sebagai PNS dan polisi,” katanya.

Saat meninggalkan rumahnya untuk mengungsi, kata Artiyasa, kondisi rumah umat Hindu ada yang mengalami kerusakan pagar, tembok retak, ada pula yang sanggahnya rusak. “Sekerang mereka dalam kondisi aman di pengungsian, tetapi listrik masih padam, sinyal juga agak susah,” terang Artiyasa.

Sedangkan untuk kebutuhan air, tidak ada masalah. Pasalnya, Jumat kemarin sejak pagi hujan turun deras, sehingga bisa dimanfaatkan untuk mandi dan mencuci. "Kalau untuk minum, kami membeli air bersih dari warung-warung terdekat yang masih buka," cerita transmigran asal Desa Sambireng, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini.

Untuk makanan, kata Artiyasa, mereka gotong royong memasak di pengungsian. "Kami masih ada persediaan bahan-bahan makanan. Karena itu, kami masak sendiri secara gotong royong," papar Artiyasa, yang bersama orangtuanya pilih mengungsu di deket rumah Ketua PHDI Mamuju, I Wayan Puja.

Mengenai bantuan, kata Artiyasa, sebenarnya sudah ada dari masyarakat Sulawesi Selatan. Namun, bantuan itu belum sampai ke tangan mereka, karena jembatan penghubung Mamuju-Majene terputus. Artiyasa berharap bantuan bisa tembus ke wilayah Mamuju. "Mudah-mudahan, bantuan segera sampai. Kami perlu sembako dan pasokan listrik," katanya.

Sementara itu, Ketua KMHDI Mamuju, I Nyoman Agustrawan, mengatakan pihaknya masih terkena dampak gempa. Karena itu, KMHDI mamuju belum bisa melakukan penggalangan bantuan. Gerakan kemanusiaan itu akan dilakukan jajaran KMHDI dari provinsi dan kabupaten lainnya di Indonesia.

Nyoman Agustawan sendiri saat gempa terjadi dinihari kemarin berada di Kabupaten Mamuju Tengah. Dia di sana bekerja di perkebunan. Daerah ini tidak terdampak gempa. Begitu tahu  ada bencana gempa di Mamuju, Agustrawan pun langsung  ke lokasi untuk menjemput istrinya, Ni Putu Lenyati, yang kesehariannya bekerja di Hotel Maleo.

"Saya bersyukur, kondisi istri saya baik-baik saja," cerita Agustrawan. Setelah bertemu sang istri, Agustrawan memutuskan balik ke Mamuju Tengah yang ditempuh dalam waktu 3 jam. *k22

Komentar