nusabali

'Perlu Digugah Aktivitas Kesenian di Banjar-banjar'

Prof Dr I Wayan Dibia SST MA Dukung Pembangunan Pusat Kebudayaan Bali

  • www.nusabali.com-perlu-digugah-aktivitas-kesenian-di-banjar-banjar

Prof Wayan Dibia juga ingatkan untuk menyeimbangkan antara fungsi Pusat Kebudayaan Bali di Klungkung dan Taman Budaya Denpasar, sehingga memiliki porsinya masing-masing

DENPASAR, NusaBali
Pembangunan Pusat Kebudayaan Bali di bekas Galian C Desa Gunaksa, Kecamatan Dawan, Klungkung bernilai Rp 2,5 trilun, disambut sumringah berbagai kalangan. Salah satunya, budayawan dan sang maestro seni Prof Dr I Wayan Dibia SST MA.

Prof Wayan Dibia menyebutkan, pembangunan Pusat Kebudayaan Bali yang digagas Gubernur Wayan Koster ini dirasa memang perlu ada. Tentunya, sepanjang potensi mendukung, seperti pendanaan dan sudah ada materi yang bakal mengisi Pusat Kebudayaan Bali tersebut.

“Jangan sampai nanti fisiknya besar, tetapi pengisiannya tidak ada. Ini penting, karena nanti kalau pusatnya sudah dibangun besar tanpa isinya, itu kan mubazir. Saya pada prinsipnya setuju itu, tinggal sekarang bagaimana Pusat Kebudayaan Bali itu nanti bisa berfungsi, Taman Budaya (Art Centre) Denpasar tetap berfungsi. Semakin banyak ada aktivitas budaya, semakin bagus bagi kehidupan budaya itu sendiri,” ujar Prof Dibia kepada NusaBali, beberapa hari lalu.

Menurut Prof Dibia, untuk menyeimbangkan antara fungsi Pusat Kebudayaan Bali di Desa Gunaksa dan Taman Budaya Denpasar nanti, perlu memiliki porsinya masing-masing. “Seberapa nanti Taman Budaya Denpasar akan melakukan apa, dan seberapa akan dilakukan di Pusat Kebudayaan Bali? Jangan sampai yang satu muncul, justru mematikan yang lain,” tegas mantan Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar ini.

Prof Dibia mengungkapkan, salah satu urgensi kesenian di Bali saat ini adalah bagaimana untuk menggugah aktivitas kesenian di banjar-banjar. Pasalnya, selama ini yang menjadi pusat kebudayaan di desa itu kan bale banjar.

“Ini (aktivitas seni di bale banjar, Red) yang perlu didorong, supaya hidup. Kalau ini sudah hidup, pesta seni dengan gampang akan menarik mereka untuk ditampilkan yang terbaik di arena PKB (Pesta Kesenian Bali), apalagi nanti di Pusat Kebudayaan Bali. Tapi, kalau itu tidak ada, berarti kita akan kehilangan kesenian yang mengakar di masyarakat,” katanya.

Jika kesenian yang mengakar di masyarakat hilang, menurut Prof Dibia, akan muncul grup-grup kesenian artifisial yang tidak memiliki akar di masyarakat. “Padahal, kekuatan kebudayaan Bali justru ada di masyarakat Bali sendiri,” tandas maestrio seni asal Desa Singapadu, Kecamatan Sukawati, Gianyar ini.

Paparan hampir serupa juga disampaikan Prof Dr Drs Anak Agung Bagus Wirawan SU, Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana. Pada dasarnya, Prof Bagus Wirawan merespons positif pembangunan Pusat Kebudayaan Bali. Hanya saja, pembangunan ini diharapkan memperhatikan lokasi.

“Itu (bekas Halian C Desa Gunaksa, Red) kan daerah aliran sungai. Tapi, dalam periode tertentu bisa terjadi aliran lahar. Itu harus dipikirkan. Kalau di situ membangun, harus jelas studi kelayakannya,” terang Prof Bagus Wirawan yang dihubungi terpisah.

Pembangunan Pusat Kebudayaan Bali yang menelan anggaran Rp 2,5 triliun bersumber dari dana pinjaman lunak pemerintah pusat dalam bentuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), untuk mewujud-kan Bali Padma Bhuwana (Pusat Peradaban Dunia), akan mengusung konsep Tri Mandala dan Sat Kerthi.

Konsep Tri Mandala meliputi Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan. Sementara Sad Kerthi meliputi Wana Kerthi (dengan pembangunan Taman Hutan Raya dan Taman Rekreasi), Danu Kerthi (dengan pembangunan Danau dan Estuary Dam), Atma Kerthi (dengan bangunan Catus Pata), Jagat Kerthi (dengan bangunan Panggung Terbuka dan pertunjukan lainnya), Jana Kerthi yang merupakan Pusat Kebudayaan Bali (dengan memiliki area pendukung apartemen, hotel), dan Segara Kerthi (Laut dan Marina).

Menjurut Gubernur Koster, kawasan inti Pusat Kebudayaan Bali terdiri dari Catus Pata, Museum dan Galeri, Gedug Film, Panggung Terbuka, Paviliun Kabupaten/Bali/Nusantara, Taman Patung, dan Pusat Promosi Exspor Bali. Sedangkan kawasan penyangga terdiri dari Auditorium Bung Karno, Gelanggang Tertutup, Rumah Sakit Internasional, Apartemen dan Kondotel, Pusat Perbelanjaan, Retail, Hotel, Marina, Nusa Penida Hub, Kebu Raya, dan Taman Rekreasi.

Selain itu, dalam konsep pembangunan Pusat Kebudayaan Bali juga terdapat edukasi, konservasi, rekreasi, dan pembangunan ramah lingkungan yang berkelanjutan, dan pembangunan terintegrasi berbasis IT. Kemudian, ada juga konsep infrastruktur terintegrasi dan ramah lingkungan, dengan adanya perhubungan darat, berupa jalan, Kereta Light Rail Transit (LRT), dan Autonomous Rail Rapid Transit (ART), serta perhubungan laut (Pelabuhan Gunaksa dan Marina).

Pembangunan Pusat Kebudayaan Bali telah diawali dengan penataan dan normalisasi Tukad Unda, yang kini tengah berlangsung, yang menggunakan anggaran sebesar Rp 270 miliar dari APBN Kementerian PUPR dan pembebasan lahan (Tahap I) dengan anggaran sebesar Rp 52 miliar dari APBD Semesta Berencana Provinsi Bali. Pembangunan yang dimulai pada 2020 dilanjutkan tahun 2021 ini hingga nanti tuntas tahun 2022 mendatang. *cr74

Komentar