nusabali

Bendesa Agung: Perda Desa Adat Mendekati Sempurna

  • www.nusabali.com-bendesa-agung-perda-desa-adat-mendekati-sempurna

DENPASAR, NusaBali
Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali angkat bicara soal wacana revisi/perubahan Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat yang digulirkan dalam refleksi akhir tahun Partai Golkar.

Bendesa Agung Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet diwawancarai NusaBali, Minggu (3/1) sore mengatakan revisi Perda Desa Adat terlalu mengada-ada. Ibarat rumah, menurut Putra Sukahet, kalau ada komponen yang rusak tidak harus perlu bongkar rumahnya.

Soal posisi Desa Adat saat ini mulai Majelis Desa Adat di Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan sampai Krama Desa Adat sangat baik dan kompak. Putra Sukahet mengatakan Krama Bali angayubagia (bersyukur) karena pelaksanaan Pilkada serentak 2020 sudah berjalan bagus. Tidak ada masalah, tidak ada perkara dan tidak ada sengketa dan berjalan aman. Kemudian masa pandemi Covid-19 semua berjalan baik, terkendali, Bali tidak terperosok sekali akibat pandemi kalau dibandingkan dengan daerah lainnya.

"Soal Desa Adat rentan dipolitisasi tidak pernah kami lihat begitu," ujar Putra Sukahet. Dari posisi Perda Nomor 4 Tahun 2019, Putra Sukahet mengatakan sebagai Bendesa Agung pihaknya tidak pernah mengklaim sebuah Perda itu sempurna. Menurutnya Undang-Undang Dasar 1945 pun tidak sempurna. Undang-Undang semuanya tidak pernah sempurna, apalagi Perda. "Yang sempurna itu Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, nilai-nilai agama sempurna. Perda Desa Adat sudah tentu ada kekurangan, tetapi saat ini Perda Desa Adat sudah sangat baik, mencakup semuanya, " ujar advokat senior ini.

Menurut Putra Sukahet dari sisi kedudukannya, desa adat sudah sangat independen berikut dengan Majelis Desa Adat yang tidak menjadi subordinat. "Ratu (Saya) tidak pernah merasa ada di bawah Gubernur. Bendesa Agung tidak pernah merasa di bawah Bupati/Walikota atau di bawah presiden sekalipun. Apalagi partai politik," beber Putra Sukahet. Perda Desa Adat kata Putra Sukahet dituangkan dengan AD/ART di Majelis Desa Adat.

Majelis Desa Adat di seluruh tingkatan (provinsi, kabupaten, kota dan kecamatan) dalam posisinya tidak satupun boleh menjadi kader partai politik. Di tingkat Desa Adat tidak boleh ada prajuru yang berpartai politik. Itu diatur dalam AD/ART kita ada itu. Nah kalau krama menjadi kader parpol itu tidak masalah. Independen betul kita di majelis dan prajuru Desa Adat," ujar Putra Sukahet.

"Kalau terjadi satu dua kasus di sana sini, di Bali, terus ada 1.493 Desa Adat, Banjar ada 4.300-an, ya jangan digeneralisir. Tidak ada manusia yang sempurna. Pasti ada saja ada kasus-kasus. Tiap hari kok ada laporan kasus di Desa Adat," tambah Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Bali ini.

Kalau ada Bendesa Adat jadi pengurus partai? "AD/ART kita sekarang baru, nanti ke depan kalau ada pemilihan di Desa Adat sudah pasti mereka yang begitu nggak bisa maju, gugur dari persyaratan," ujar Putra Sukahet. Kalau keberpihakan politik di Desa Adat dan Majelis Desa Adat saat ini menurut Putra Sukahet, yang ada adalah politik Desa Adat untuk kepentingan Bali. Sementara secara nasional politik kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Sehingga nanti, untuk kepentingan Bali, Desa Adat/Majelis Desa Adat harus kerjasama dengan pemerintah, sepanjang pemerintah itu mau diajak dekat. Kita berkolaborasi juga dengan Polda Bali, Kodam, Korem, Kejaksaan, Pengadilan, DPRD. Pemerintah kita dukung. Setiap Gubernur, setiap Bupati/Walikota, setiap camat, setiap Kapolda, Pangdam, Danrem dan sebagainya," tegas Putra Sukahet.

Menurut Putra Sukahet dukungan kepada Gubernur, Bupati/Walikota, tanpa pernah memandang partainya apa. "Kita mendukung Pak Jokowi sebagai presiden, tanpa melihat partai, tanpa melihat suku, namanya konteks NKRI. Dalam konteks Bali, ya Gubernur, Walikota, Bupati , camat bahkan Lurah, kalau sama-sama mau menjaga Bali, Agama Hindu Bali, ya tetap hidup, budaya menjadi tuan di Bali, Desa Adat dikuatkan ya kami dukung mereka semua," beber Putra Sukahet.

Dalam dukungan ini Putra Sukahet mengatakan adalah memberikan dukungan kepada Visi Misi. Seperti Gubernur Bali, Wayan Koster dengan Visi Misi Nangun Sat Kertih Loka Bali, adalah sebuah Visi Misi yang merupakan pengejawantahan nilai-nilai Hindu seperti : Tri Hita Karana, Tatwam Asi, Tri Kaya Parisudha, Catur Purusa Artha. "Kalau ini diterapkan dengan bagus maka makmurlah, sejahtera dan amanlah Bali. Oleh karena itu Majelis Desa Adat selalu mendukung Gubernur Koster dengan Visi Misi Nangun Sat Kertih Loka Bali," ujarnya dengan semangat.  

Ditambahkan Putra Sukahet, setiap orang atau warga negara apapun partainya, apakah Golkar, PDIP, Demokrat, NasDem atau lainnya boleh dekat dengan Desa Adat, dengan Majelis Desa Adat. Tetapi sebagai Krama Bali yang ingin membangun bersama-sama membawa kepentingan Bali, bukan kepentingan pribadi.

"Ya kalau membawa kepentingan Bali kita dukung, tidak boleh ada penafsiran politisir. Makanya Pilkada 2020 kemarin tenang, damai, tertib kita angayubagia. Tidak ada perkara, tidak ada hal berarti," ujar Putra Sukahet.

Dikatakan Putra Sukahet, Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat adalah satu hadiah luar biasa untuk Bali. Pencapaian keberhasilan yang luar biasa. Karena proses saat verifikasi di pemerintah pusat sangat penuh perjuangan. "Untuk dapat persetujuan pusat, Perda Desa Adat ini susahnya luar biasa. Gubernur Koster sampai berdialog langsung menjelaskan kepada Mendagri sehingga Perda Desa Adat ini lolos. Biro Hukum, tim ahli sudah gagal melobi ke pusat, Gubernur Koster bisa berhasil. Yang awalnya hampir tidak lolos jadi lolos. Kalau revisi dan ubah lagi dan bawa ke pusat bisa dianulir lagi," ujar Putra Sukahet.

Masalah lain yang menjadi keuntungan adanya Perda Desa Adat ini kata Sukahet fungsi Perda sudah mencakup segalanya. Mulai Taksu, vibrasi, majelis, jiwanya sudah sangat mantap. "Bantuan keuangan untuk Desa Adat yang dulu ke Perbekel dan Lurah dulu, sekarang langsung ke Desa Adat. Ini capaian luar biasa. Kalau tidak sempurna, Undang-Undang saja tidak sempurna," ujar Sukahet.

Perda Desa Adat No 4 Tahun 2019 bukan sekedar mengubah Perda No 3 Tahun 2001 Yo Perda No 3 Tahun 2003, tetapi mencabut Perda ini. Hal ini sudah ditegaskan dalam Bab XVIII Ketentuan Penutup Pasal 102. *nat

Komentar