nusabali

Terpaksa Pulang Kampung Minta Beras

Krama Suka Duka Raya Kampial Didera Covid-19

  • www.nusabali.com-terpaksa-pulang-kampung-minta-beras

Kesulitan ekonomi tersebut menyebabkan warga terpaksa menunda memenuhi beberapa kewajiban sesuai waktunya. Diantaranya, bayar uang sampah bulanan.

BADUNG, NusaBali

Banjar Suka Duka Raya Kampial, tak asing bagi masyarakat di wilayah Badung Selatan. Nama suka duka ini menyesuaikan dengan lokasinya, di Desa Adat Kampial, Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. Suka duka ini boleh dikatakan salah satu komunitas yang warganya paling menderita akibat dampak pandemi Covid-19. Perkampungan semi elite ini pun belakangan kerap sepi.

Pemicunya, sebagaimana ‘derita’ masyarakat Bali lainnya, yakni akibat kolapsnya pariwisata Bali. Karena Covid -19, wisatawan terutama turis asing yang  belum bisa ke Bali. Sejak awal pandemi, Februari 2020,  mereka yang sedang berlibur di Bali dipanggil pemerintahnya. Mereka harus angkat koper dan segera balik ke negara asalnya. Para wisatawan domestik pun  buru-buru pulang ke daerah atau kota domisilinya.

Bali tambah kolaps karena wisatawan tidak lagi berani datang ke Bali. Malah yang sebelumnya sempat berlibur, buru- buru pulang negeri asalnya. Atau balik  daerah /kota domisilinya bagi wisatawan domestik/nusantara. Semua karena hantu pandemi Covid-19.

Kelian Banjar Suka Duka Raya Kampial Putu Arwata menuturkan tak pernah membayangkan pandemi Covid-19 akan menyebabkan susah berkepanjangan bagi warganya. “Tak berpikir akan sampai berat seperti saat ini,” ceritanya, beberapa waktu lalu.

Pria asal Nusa Penida, Klungkung ini mengatakan beberapa kejadian yang sempai mengguncang Bali tak sampai menyebabkan seperti sekarang ini. Sebagaimana akibat pandemi Covid-19 ini. Dia amat merasakan langsung, kondisi perekonomian warga Banjar Suka Duka Raya Kampial demikian parah. Beberapa peristiwa tersebut, diantaranya erupsi Gunung Agung pada September 2017 sampai awal Januari 2018. Memang saat itu pariwisata Bali juga terimbas, namun kondisi pariwisata Bali masih hidup. Tak sampai separah saat ini.

Jauh sebelumnya ketika peristiwa bom teroris I dan II meledak di Kuta, dampaknya tidak sedahsyat akibat pandemi Covid-19. “ Dampak Covid-19 benar- benar  sangat menyedihkan,” ungkap Arwata.

Dia pun menuturkan kondisi memprihatinkan  kehidupan warga Suka Duka Raya Kampial sejak pandemi Covid-19 merebak. Ketika pandemi Covid-19 merebak pada Febuari, dampaknya belum terasa. Namun tidak berlangsung  lama. Sesudahnya rajaman dampak pandemi Covid-19  benar- benar menusuk membuat penderitaan ekonomi.

Sebagian besar warga Suka Duka Raya Kampial kehilangan pekerjaan, otomatis juga kehilangan penghasilan. Bagaimana tidak. Hotel, villa dan akomodasi kosong karena ditinggal wisawatan. Restoran, rumah makan dan sejenis  banyak tutup, karena sudah tidak ada pengunjung.

DTW maupun objek wisata seperti kawasan Pantai Nusa Dua, Kuta, Sanur dan lainnya lengang bahkan sunyi. Jalanan lengang sehingga kawasan wisata yang dulunya ramai, seperti menjadi kota mati. “Jelas banyak warga kami yang kehilangan pekerjaan, tidak lagi mendapatkan penghasilan,” tutur Arwata.

Memang lanjut Arwata, penghuni Banjar Suka Duka Raya Kampial, sebagian besar adalah pekerja langsung  pariwisata. Antara lain,  karyawan hotel, restoran, staf security dan lainnya. Sedang pekerja tidak langsung, diantaranya pengemudi atau sopir, pemilik art shop, pebisnis lainnya. Juga profesi lain yang menunjang dan berkaitan dengan kepariwisataan, termasuk pekerja serabutan.

Keadaan itulah yang menyebabkan  tidak sedikit warga Suka Duka Raya Kampial jadi brara – brere (ke sana kemari), kelimpungan dan bingung. “Bagaimana cara agar bisa bertahan,” ujar Arwata.

Tidak sedikit  yang terpaksa pulang kampung. Mereka bekerja kembali sebagai petani atau pekerjaan di dusun, jadi kuli bangunan dan kerja serabutan lainnya. “Ada yang menanam bunga pacah, berdagang, dan bekerja lainnya,” lanjutnya.

Persoalannya juga tidak mudah. Tidak sedikit yang belum beruntung. Pasalnya di tempat lain kondisi serupa juga terjadi. Di pihak lain biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup mesti ada. Itulah yang berat. Belum lagi tanggungan untuk membayar cicilan utang.

Karenanya ada juga terpaksa pulang kampung hanya untuk sekadar minta beras. “ Ya karena terpaksa,” ucap pria asal Desa Batumulapan, Kecamatan Nusa Penida ini. Ada lagi yang tidak mampu membayar sewa kontrakan, sehingga harus numpang ke rumah kerabatnya. Juga dampak-dampak menyedihkan lainnya, karena tidak ada pendapatan. Hal itulah yang menyebabkan Arwata bersedih. “Karena itu, setiap ada informasi soal bantuan kepada warga,  kami selalu berkoordinasi agar warga kami memperolehnya,” ucap Arwata, kelian suka duka sejak 2016 ini.

Kesulitan ekonomi tersebut menyebabkan warga terpaksa menunda memenuhi beberapa kewajiban sesuai waktunya. Diantaranya, bayar uang sampah bulanan. ”Ya, karena memang berat, terpaksa ditunda,” ujar Arwata.

Beberapa kegiatan juga menyesuaikan dengan kondisi paceklik. Contohnya, upacara Pujawali di Pura Kemenuh Sari, yang jatuh pada setiap Purnama Ketiga. Upacara digelar dalam tingkatan lebih kecil. “Yang penting tidak mengurangi maknanya,”  ujarnya. Semua itu, tandas Arwata, karena pandemi Covid-19.

Untuk diketahui Banjar Suka Duka Raya Kampial, merupakan komplek pemukiman di kawasan Nusa Dua, yang sebagian besar dari sekitar 675-an KK adalah pekerja pariwisata. Sebagian besar penghuninya adalah perantauan, baik dari Bali maupun luar Bali. Menurut Arwata, rintisan perumahan ini sejak tahun 2000 lalu.  *nat

Komentar