nusabali

Pengukuhan Bendesa Adat Pendem Diprotes

  • www.nusabali.com-pengukuhan-bendesa-adat-pendem-diprotes

Proses pemilihan Bendesa Adat Kertha Jaya Pendem, Jembrana, dituding dilakukan melalui voting block di 32 tempek di 4 banjar adat.

NEGARA, NusaBali

Sejumlah tokoh Desa Adat Kertha Jaya Pendem, Kelurahan Pendem, Kecamatan/Kabupaten Jembrana, memprotes penetapan dan pengukuhan Bendesa Adat Kertha Jaya Pendem masa ayahan 2020–2025, yang baru saja dikukuhkan pada Selasa (29/12) sore. Pasalnya, bendesa yang dikukuhkan itu dituding terpilih melalui voting, dan melabrak Perda Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali.

Salah seorang tokoh yang juga mantan Penyarikan (Sekretaris) Desa Adat Kertha Jaya Pendem I Nyoman Suka Legawa, bersama Kelian Tempek III Banjar Adat Pancardawa Desa Adat Kertha Jaya Pendem Gusti Putu Merta, Selasa kemarin, mengatakan ada berbagai maladministrasi dalam penetapan dan pengukuhan bendesa adat setempat. Khususnya, terkait dengan proses pemilihan yang jelas-jelas dilaksanakan pihak panitia melalui voting block di 32 tempek di 4 banjar adat se-Desa Adat Kertha Jaya Pendem yang dilaksanakan pada 6 September 2020 lalu.

Awalnya, Suka Legawa mengatakan, ada 4 orang yang maju sebagai calon bendesa. Mereka adalah I Negah Cantra, I Ketut Dester, Made Suyadnya, dan incumbent Wayan Diandra. Begitu mengetahui ada 4 calon bendesa, saat paruman desa pada 23 Agustus 2020, pihak panitia pemilihan sudah ngotot ingin melakukan voting yang jelas-jelas melanggar aturan terkait pemilihan bendesa. Waktu itu, incumbent Wayan Diandra sudah menyatakan tidak ikut maju sebagai bendesa apabila dilakukan voting, karena sudah jelas melanggar aturan.

“Karena banyak yang protes, lantaran jelas-jelas melanggar Perda dan Surat Edaran dari MDA Bali, pada 25 Agustus 2020, dari Bendesa Madya sempat turun menegaskan dilarang voting. Kemudian pada 26 Agustus 2020, ada pemberitahuan dari panitia agar dilaksanakan musyawarah mufakat,” ucap Suka Legawa.

Namun kenyataannya, sambung Suka Legawa, pada 5 September 2020, tiba-tiba pihak Panitia Pemilihan Bendesa mendatangi para kelian tempek untuk melakukan voting block di masing-masing tempek pada 6 September 2020. Pelaksanaan voting block itu menggunakan kertas kapir (kertas papir) yang dibagikan oleh panitia. Dari hasil voting itu, calon yang unggul adalah I Nengah Cantra.

“Bukti-bukti dilaksanakan voting itu masih kami pegang. Padahal sudah jelas sesuai Perda tentang Desa Adat dan Surat Edaran (SE) dari MDA Bali, menekankan proses ngadegang (pemilihan) bendesa wajib musyawarah mufakat. Dilarang voting,” ujar Suka Legawa.

Di samping melalui voting, Suka Legawa mengatakan, dalam proses ngadegang (pemilihan) Bendesa Adat Kertha Jaya Pendem juga tidak dilandasi pararem (aturan adat). Namun, menurut Suka Legawa, ternyata dari Bendesa Alitan MDA Kecamatan Jembrana I Nyoman Suara, diketahui mengajukan surat permohonan rekomendasi penerbitan surat keputusan (SK) pengukuhan I Nengah Cantra sebagai Bendesa Adat Kertha Jaya Pendem kepada Bendesa Agung MDA Bali. Dalam surat permohonan rekomendasi tertanggal 25 Desember 2020 itu, ditegaskan jika pemilihan telah dilaksanakan pada 6 September 2020 secara musyawarah mufakat, sesuai ketentuan Pasal 29 Ayat (2) Perda Bali Nomor 4 Tahun 2019.

“Ini jelas tertulis, disebutkan telah musyawarah mufakat pada 6 September 2020. Padahal kenyataannya tanggal 6 September itu dilakukan voting. Saya tidak mengerti, kenapa Bendesa Alitan sampai membuat surat rekomendasi seperti ini. Kemungkinan dari MDA juga akhirnya menyetujui dibuatkan SK, karena dibilang musyawarah mufakat. Ini juga baru saya tahu, setelah ada surat undangan pengukuhan yang baru diterima Senin kemarin,” ucap Suka Legawa, sembari menunjukkan foto surat permohonan rekomendasi dari Bendesa Alitan MDA Kecamatan Jembrana.

Sementara Bendesa Alitan MDA Kecamatan Jembrana I Nyoman Suara, saat dikonfirmasi Selasa kemarin, mengatakan adanya permohonan rekomendasi pengukuhan Bendesa dan Prajuru Desa Adat Kertha Jaya Pendem itu, didasari permohonan dari pihak krama dan tokoh desa setempat. Sebenarnya, kata Suara, sudah ada paruman desa yang sepakat memilih I Nengah Cantra sebagai bendesa. “Sebenarnya sudah ada musyawarah mufakat. Bukan voting. Surat permohonan rekomendasi pengukuhan itu, tidak mungkin saya buat kalau tidak ada permohonan dari desa (Adat Kertha Jaya Pendem),” ucapnya.

Suara menambahkan, tahapan pemilihan Bendesa Kertha Jaya Pendem sebenarnya berlangsung sejak November 2019 lalu. Namun dalam prosesnya berjalan alot, karena sejumlah calon sama-sama berambisi agar dapat terpilih. Dalam proses yang berjalan alot, dirinya dari Bendesa Alitan termasuk Bendesa Madya, sudah berulangkali turun melakukan mediasi. Termasuk pada 24 Desember 2020 lalu, dari Bendesa Madya turun mengklarifikasi ke paruman desa adat setempat agar pemilihan bendesa tidak menjadi persoalan yang berkepanjangan.

“Saya sendiri tidak hadir saat tanggal 24 Desember itu. Yang hadir langsung Jro Bendesa Madya. Saat itu, juga hadir para tokoh adat, kelian adat, dan para kelian tempek se-Desa Adat Kertha Jaya Pendem. Akhirnya, dari paruman itu, 4 kelian adat didukung 28 tempek, mendukung bapak I Nengah Cantra. Yang tidak mendukung hanya 4 tempek. Secara demokrasi, itu kan sudah jelas bisa ditetapkan. Berdasar itu, ada berita acara dan permohonan dari paruman desa, dan saya memohonkan penetapan dan pengukuhan, dan dari Majelis Madya juga memohon ke provinsi, dan gongnya di provinsi,” ujarnya.

Menurut Suara, dengan penetapan dan pengukuhan bendesa adat terpilih, I Nengah Cantra, yang dikukuhkan Selasa sore kemarin, yang bersangkutan telah resmi sebagai bendesa. Dirinya pun berharap sejumlah pendukung calon lainnya, berbesar hati menerima hasil pemilihan yang didasari aspirasi pilihan krama desa setempat. “Tidak perlu diutak-atik lagi. Kami tetap kerja berdasar proses. Tidak ada suka dan tidak suka. Tadi pengukuhan juga sudah berjalan lancar, dan banyak tokoh hadir. Termasuk dihadiri Pak Bupati,” ucap Suara. *ode

Komentar