nusabali

Pasar Banyuasri Dibayangi Biaya Tinggi

Untuk Listrik Menyedot Ratusan Juta Per Bulan

  • www.nusabali.com-pasar-banyuasri-dibayangi-biaya-tinggi

Di banyak pasar atau mal di Denpasar, penghematan listrik dilakukan dengan mematikan eskalator dan lift, sehingga fasilitasnya terkesan mubazir.

SINGARAJA, NusaBali

Tak kalah dengan Pasar Badung yang berdiri megah di Denpasar, krama Buleleng tak lama lagi juga memiliki Pasar Banyuasri yang bakal dioperasikan per awal tahun 2021. Namun pasar yang dibangun dengan anggaran Rp 159,5 miliar ini dibayangi biaya operasional tinggi.

Sektor listrik bakal menyedot biaya paling besar. Betapa tidak, di pasar ini ada empat eskalator dan dua lift. Belum lagi untuk sektor penerangan dan lain-lain. “Perhitungan biaya operasional yang tinggi memang dari pemakaian listrik,” kata

Dirut Perusahaan Daerah (PD) Pasar Buleleng Made Agus Yudi Arsana, Jumat (11/12). Agus Yudi mengungkapkan, dari uji coba yang dilakukan rekanan selama 24 jam dengan memfungsikan seluruh alat dan teknologi yang memerlukan tenaga listrik dalam satu jam menghabiskan biaya Rp 1 juta. Sehingga jika dihitung dalam satu bulan biaya pemakaian listrik sekitar Rp 750 juta sudah termasuk biaya abonemen Rp 38 juta per bulannya. Kalaupun dihitung hanya beroperasi 12 jam, nominalnya dipotong separo pun masih tak ringan.

Agus Yudi menambahkan PD Pasar juga sudah menyiapkan skema teknis untuk mengefektifkan dan mengefesiensi biaya operasional. Terutama dalam penggunaan listrik. Pengaturan jam buka bergantian antara pedagang dalam gedung, pedagang pasar tumpah serta pedagang bermobil selama 24 jam di ruang terbuka areal tengah pasar Banyuasri. “Biaya pemakaian listrik yang cukup tinggi nanti secara teknis bisa diupayakan untuk menyetop pemakaian yang tidak penting. Kemarin itu uji coba rekanan hitungan 24 jam. Kalau sudah beroperasi pedagang di dalam kan tidak 24 jam buka, tetapi bergantian dengan pedagang di luar gedung ini yang akan diefisienkan, dihidupkan saat perlu saja,” tegas dia.

Sementara itu menyikapi tingginya biaya operasional, PD Pasar Buleleng juga merancang pola pengelolaan Perjanjian Kerja Sama (PKS) kepada Pemkab Buleleng.

PD Pasar yang mengelola belasan pasar tradisional di Buleleng selama ini menggunakan model pengelolaan penyertaan modal. Namun untuk pengelolaan Pasar Banyuasri dengan gedung barunya pola penyertaan modal dinilai tidak memungkinkan, karena akan menyebabkan pengelola mengalami kerugian besar. “Kalau pakai penyertaan modal harus ada penyusutan nilai bangunannya. Sedangkan dengan nilai bangunan, kami harus menanggung penyusutan lima persen atau Rp 9 miliar per tahun, ini yang masih jadi dilema bagi kami,” jelas Agus Yudi.

Sedangkan pendapatan yang dikumpulkan oleh PD Pasar hanya dari cukai harian Rp 3.000 per lapak, biaya sewa tanah per meter persegi per bulan Rp 3.300. Jumlah pendapatan jika dikalikan jumlah pedagang di Pasar Banyuasri, Pasar Tumpah dan pedagang bermobil sebanyak 1.354 pedagang sudah dipastikan tidak akan mencukupi untuk menutupi biaya operasional.

Dia pun tak memungkiri jika cukai harian yang dikenakan PD Pasar kepada pedagang memang sangat kecil. Nominal cukai harian itu masih menggunakan nilai delapan tahun lalu. “Padahal secara aturan nominal cukai harian dapat direvisi setiap tiga tahun sekali mengikuti perkembangan inflasi daerah,” ujar Agus Yudi.

Menurut Agus Yudi idealnya jika mengacu pada pengelolaan pasar oleh swasta cukai harian pedagang pasar harusnya Rp 22 ribu per hari untuk dapat menutupi biaya operasional tanpa hitungan laba dan penyusutan nilai bangunan. “Tahun depan kami memang ada rencana menaikkan tarif cukai harian karena sudah delapan tahun tidak di- breakdown. Kami ambil rata-rata inflasi yang terjadi selama 7 tahun terakhir, sehingga kenaikan tarif mencapai 70 persen,” jelas dia.

Dengan kenaikan tarif itu, cukai harian dari Rp 3 ribu akan menjadi Rp 5 ribu per pedagang. Sedangkan sewa tanah dari Rp 3.300 per meter persegi setiap bulannya naik menjadi Rp 4 ribu. Adapun pedagang musiman bisa mencapai Rp 7 ribu per pedagang. *k23

Komentar