nusabali

Hakim Bebaskan Dadong Buta Huruf

Terdakwa Kasus Dugaan Tindak Pidana Surat Palsu

  • www.nusabali.com-hakim-bebaskan-dadong-buta-huruf

Dalam uraiannya, hakim menyebut perkara ini mengandung unsur keperdataan tentang Silsilah Keluarga yang belum dapat dimaknai kepalsuan.

DENPASAR, NusaBali
Dadong (nenek) berusia 85 tahun, Ni Ketut Reji, langsung menangis haru setelah diberi tahu putusan majelis hakim PN Denpasar yang membebaskannya dari dakwaan jaksa pada Selasa (8/12). Sebelumnya, dadong buta huruf dan tak bisa berbahasa Indonesia ini dijadikan terdakwa dalam kasus tindak pidana menggunakan surat palsu.

Dalam putusan sela yang dibacakan majelis hakim pimpinan I Wayan Gede Rumega menyatakan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak dapat diterima. Dalam uraiannya, hakim menyebut perkara ini mengandung unsur keperdataan tentang Silsilah Keluarga yang belum dapat dimaknai kepalsuan.

Karena hal ini harus diuji terlebih dahulu dalam Sidang Perdata. “Pelapor dinilai juga tidak memiliki landasan hukum untuk melaporkan Ni Ketut Reji dan Wayan Karma karena antara pelapor dan terlapor masih tersangkut perkara kewarisan yang harus diputus terlebih dahulu,” ujar hakim Rumega dalam putusan sela.

Pasca putusan, Dadong Reji dan anaknya yang juga jadi terdakwa, Wayan Karma langsung menangis haru. Sementara itu, penasihat hukum Dadong Reji yang dikomando I Made ‘Ariel ’ Suardana mengapresiasi putusan majelis hakim. Suardana menegaskan bahwa kasus ini sejatinya adalah ranah hukum Perdata karena menyangkut persoalan kewarisan dan silsilah.

Dalam eksepsi, Suardana mempertanyakan bagaimana seorang nenek yang tua renta dan tidak memiliki kemampuan untuk membaca dan menulis dapat didakwa menggunakan surat palsu. Memasuki usia 85 tahun dan buta huruf, tentunya terdakwa memiliki pengetahuan yang awam tentang hukum.

Sehingga ketika fotocopy keterangan silsilah tertanggal 8 Juni 1981 ditemukan terdakwa Ni Ketut Reji tidaklah mengerti dan mengetahui apa isinya. “Untuk mengerti dan mengehui isi dari fotocopy keterangan silsilah tersebut, dilakukan melalui penyampaian keluarganya dan I Ketut Nurasa yang merupakan kuasa yang ditunjuk oleh keluarga,” jelas Suardana.

Disebutkan, terdakwa Ni Ketut Reji dan anaknya I Wayan Karma yang secara yuridis berhak atas warisan Ni Pitik dan Ni Sorti. Sehingga dalam perkara ini Terdakwa NI Ketut Reji dan I Wayan Karma hanya menyerahkan fotocopy keterangan silsilah tertanggal 8 Juni 1981 kepada I Ketut Nurasa untuk mempertahankan hak-haknya. “Tanpa mengetahui proses, teknik menulis somasi, teknik pendataan, mengisi surat-surat, maupun menilai keaslian suatu surat,” lanjut pengacara senior ini.

Dengan latar belakang yang buta huruf  tentunya terdakwa tidak mengerti tentang hasil kajian dari I Ketut Nurasa tersebut dan bagaimana kuasa hukumnya tersebut melakukan pembelaan menggunakan fotocopy keterangan silsilah tertanggal 8 Juni 1981. Namun anehnya Terdakwa Ni Ketut Reji dan I Wayan Karma yang tidak mengerti hal tersebut dijadikan pesakitan dengan dakwaan menggunakan surat palsu sebagaimana Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *rez

Komentar