nusabali

Pewarnaan Gunakan Abu Vulkanik Gunung Agung

Terobosan Akademisi Lestarikan Endek Buleleng

  • www.nusabali.com-pewarnaan-gunakan-abu-vulkanik-gunung-agung

SINGARAJA, NusaBali
Industri kreatif kerajinan tenun masih menjadi sektor unggulan di Kabupaten Buleleng.

Meski demikian sektor ini masih terbelit sejumlah masalah, termasuk dengan adanya pandemi Covid-19. Seperti yang dialami pertenunan Artha Dharma di Desa Sinabun, Kecamatan Sawan, Buleleng.

Kondisi ini mendapat perhatian dari sejumlah akademisi Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) yang tergabung dalam tim program pemberdayaan masyarakat UKM Indonesia Bangkit Tahun 2020 yang digagas Direktorat Riset dan Pemberdayaan Masyarakat, Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kemristek/BRIN.

Ketua tim, I Wayan Karyasa menjelaskan, ada sejumlah masalah yang membelit sektor industri tersebut yang berkaitan dengan aspek produksi. Bahan baku benang, terutama benang sutera alam semakin mahal dan sulit diperoleh. Namun di pasaran banyak beredar sutera sintetik dengan kualitas hasil tenunan yang kurang baik.

Selain itu, pewarnaan masih bergantung dengan warna sintetik. Di sisi lain, harga warna sintetik dan bahan-bahan kimia pendukungnya semakin mahal. "Limbah pencelupan yang dihasilkan industri ini juga belum mampu terolah secara maksimal, sehingga berpotensi mencemari lingkungan sekitar lokasi industri," ujarnya, Rabu (26/11).

Persoalan lainnya, omzet penjualan produk yang menurun drastis, berimbas pada cash-flow perusahaan memperihatinkan dan pengurangan tenaga kerja. Juga penurunan daya beli masyarakat dan pola komsumsi masyarakat yang lebih fokus pada pangan dan kesehatan.

Tiga aspek masalah tersebut ditangani tim akademisi Undiksha melalui program 'Membangkitkan Kerajinan Tenun Khas Buleleng Melalui Revitalisasi Teknologi Pewarnaan Menggunakan Fiksator Nanopasta Anorganik dan Penguatan Branding Industri Kreatif Ramah Lingkungan'.

Mereka merevitalisasi pewarnaan dengan teknologi fiksator nanopasta anorganik berwujud pasta berbahan campuran silika abu sekam padi, abu vulkanik Gunung Agung, dan bubuk terusi serta bubuk tunjung. Nanopasta ini mampu meningkatkan kekuatan ikatan warna dengan serat benang baik katun maupun sutera saat pencelupan sehingga tidak mudah luntur.

"Nanopasta ini telah berhasil dikembangkan sejak tahun 2019 meniru komposisi kimia dari lumpur Nunleu yang digunakan masyarakat NTT. Lalu tahun 2020 ini dikembangkan dari lumpur abu vulkanik Gunung Agung ditambahkan nanosilika sekam padi untuk memperkuat serat sehingga tidak mudah putus saat benang ditenun nantinya," jelasnya.

Tim Undiksha juga menggandeng mitra industri yang dikelola Ketut Rajin memproduksi dan memintal sendiri benang sutera. Juga membangun dan mengoperasikan instalasi pencelupan warna alam dengan teknologi fiksator nanopasta anorganik yang terpadu dengan instalasi pengolahan limbah pencelupan.

Mereka juga melakukan pendampingan membangun sistem manajemen usaha terpadu dengan manajemen pemasaran berbasis daring dan menguatkan branding produk tenun yang ramah lingkungan. Inovasi ini juga didukung dengan penyusunan paket-paket wisata edukasi kerajinan tenun dan pendidikan dan pelatihan (diklat) pertenunan.

Melalui terobosan tersebut, industri tenun diharapkan dapat bertahan dan produksinya berkelanjutan."Tujuan program ini membangkitkan usaha kerajinan tenun khas Buleleng untuk menjadi daya ungkit peningkatan kesejahteraan para pengusaha dan pengerajin tenun. Kami berharap tenun khas Buleleng dapat terus lestari," pungkas Karyasa.*cr75

Komentar