nusabali

Sempat Tren di Awal Pandemi, Bisnis Kaca Tiup Kini Lesu

  • www.nusabali.com-sempat-tren-di-awal-pandemi-bisnis-kaca-tiup-kini-lesu

DENPASAR, NusaBali
Kaca tiup merupakan sejenis wadah kaca yang dalam proses pembuatannya ditiup sehingga menyesuaikan dengan wadah kayu di bawahnya.

Kaca tiup ini bisa digunakan sebagai aquarium mini, hingga tempat untuk tanaman hias seperti sukulen.
Populernya tren hobi dunia air seperti aquascape akhir-akhir ini turut berimbas pada bisnis kaca tiup yang dapat dimanfaatkan sebagai aquarium mini dan paludarium. Menurut informasi yang dihimpun NusaBali, kaca tiup sendiri mengalami puncak trennya pada masa awal pandemi mulai merebak.

“Karena kan orang-orang pada bosan di rumah, harus ngapain, itu penjualan terus up,” ungkap Angga Mahendra, salah satu warga yang sebelumnya sempat menjual kaca tiup.

Namun, menginjak bulan September hingga Oktober, penjualan kaca tiup ini mulai mengalami penurunan. Turunnya penjualan kaca tiup ini salah satunya dipengaruhi oleh tren yang membuat banyaknya warga yang juga beralih menjual kaca tiup dengan harga murah. “Ketatnya persaingan, pada banting harga. Jadi untuk bersaing itu susah,” lanjutnya.

Di situasi saat kaca tiup masih banyak dicari, Angga sendiri dapat menjual sebuah kaca tiup dengan harga Rp 50.000 hingga Rp 60.000. Jika harga ini diturunkan mengikuti pasar yang kini berlaku, cost atau biaya yang diperlukan akan melebihi hasil penjualan. Karena inilah, Angga memutuskan untuk berhenti sementara menjual kaca tiup.

Sementara itu, hal yang sama juga dirasakan oleh Oka Wibawa, penjual kaca tiup yang menggelar dagangannya di kawasan para penjual mobil di dekat Bundaran Renon, Denpasar. “Sekarang sudah mulai menurun, karena orang-orang sudah berpikir mungkin mau jualan juga ikutan. Ada yang mungkin karena sekarang serba susah, ada yang males keluarin uang. Untuk saat ini, di bulan ini, sudah sangat menurun untuk akuarium tiupnya,” ujarnya.

Oka Wibawa sendiri merupakan reseller dari produsen langsung di Tegallalang, Gianyar.  Meski mengalami penurunan, namun diakuinya bahwa setiap hari masih ada warga yang menyempatkan berhenti untuk membeli dagangannya. “Lumayanlah, soalnya di sini kan Sanur sama Renon dekat, kalau ada tamu domestik mungkin melancong ke Bali sendiri bawa mobil pasti dia lewat Renon kalau datang dari Sanur mau ke Seminyak, pasti lewat sini,” lanjutnya.

Baik Angga Mahendra dan Oka Wibawa yang sama-sama mantan pelaku pariwisata, keduanya sepakat bahwa selain karena tren yang menyebabkan adanya persaingan dalam bisnis kaca tiup, salah satu faktor lainnya yakni adanya perubahan gaya hidup masyarakat. Jika tren di awal disebabkan karena awal pandemi yang membuat masyarakat menekuni hobinya, maka kini masyarakat lebih memilih untuk menabung.

“Meski kemarin libur panjang wisatawan domestik ramai datang ke Bali, macet, pekerja freelance dapat kerjaan, tapi perilakunya kan sekarang menabung. Dia akan menabung untuk kebutuhan hidup, yang penting kebutuhan primer dulu,” Angga menambahkan. *cr74

Komentar