nusabali

Warga Kayu Buntil Masadu ke DPRD

Mengaku Dimintai Uang Sertifikat RSS Rp 25 Juta

  • www.nusabali.com-warga-kayu-buntil-masadu-ke-dprd

SINGARAJA, NusaBali
Empat warga Lingkungan Kayu Buntil Barat, Kelurahan Kampung Anyar, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, masadu (mengadu,Red) ke DPRD Buleleng, Selasa (24/11).

Mereka minta pendampingan penyelesaian masalah terkait keberatan dikenakan pengganti sertifikat Rumah Sangat Sederhana (RSS) yang ditempati, senilai Rp 25 jut, oleh Pemkab Buleleng. Mereka diterima Ketua Komisi I DPRD Buleleng Gede Odhy Busana. Permasalahan terkait RSS itu sedang dimediasi Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng. Koordinator warga, Wayan Bagiada mengatakan kedatangannya ke dewan untuk meminta pendampingan penyelesaian maslaah rumah RSS yang ditempati saat ini. Dia dan rekannya itu keberatan dikenakan uang pengganti sertifikat, Rp 25 juta. “Karena keberatan itu sehingga kami datang ke DPRD minta pendampingan,” jelas dia.

Odhy Busana, politisi asal Kelurahan Seririt, Buleleng, mengatakan atas kedatangan empat warga  tersebut, dirinya mengarahkan untuk mengirimkan surat pengaduan resmi ke Ketua DPRD Buleleng. Jika sudah ada surat resmi dan ada delegasi Ketua Dewan,  baru akan ditindaklanjuti oleh Komisi I. “Kami menyarankan biar ada pengaduan tertulis dulu, biar tidak kami di Komisi I disebut bergerak tanpa sepengetahuan pimpinan. Kalau sudah ada perintah dari pimpinan, nanti kami akan mediasi warga dengan pemerintah,” ucap kader PDIP ini.

Sebagaimana diketahui, permasalahan RSS di Lingkungan Kayu Buntil, Kelurahan Kampung Anyar, Kecamatan Buleleng, mencuat tahun 2015. 98 warga di lingkungan tersebut melalui SK Bupati Buleleng tahun 1994, mendapat bantuan pembangunan RSS dari pemerintah. Mereka pun sepakat mencicil Rp 4.000 per bulan. Uang ini masuk sebagai khas daerah Pemkab Buleleng, selama 20 tahun. Hanya saja dalam perjalanannya, warga penerima bantuan RSS dengan luas 20 meter persegi itu, melakukan wanprestasi.

Kepala Bidang Pengelolaan Barang Milik Daerah Made Pasda Gunawan, Selasa (24/11), menegaskan selama ini pemerintah melalui Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Buleleng sedang menyelesaikan masalah tersebut. Dia membantah terkait Rp 25 juta yang disebutkan oknum warga sebagai penganti biaya sertifikat. Namun uang itu adalah harga bangunan RSS yang ditempati setelah dikaji oleh tim appraisal tahun 2017.

“Ketika 20 tahun berlalu, dari tahun 1994 hingga 2014, warga menganggap rumah itu sudah milik mereka. Ternyata tidak seperti itu karena ada wanprestasi. Selain itu yang tercatat sebagai aset Pemda adalah bangunan, sedangkan tanah tidak tercatat,” jelas Pasda Gunawan.

Masalah RSS ini kemudian selalu menjadi temuan BPK. Karena cicilan yang harusnya dibayar warga dan menjadi PAD, tidak pernah ada dalam catatan khas daerah. BPKPD selaku Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang membidangi masalah itu, kembali mengupayakan penyelesaian. Diskusi penyelesaian antara warga Kayu Buntil Barat dan Pemkab Buleleng dilakukan sejak tahun 2017. Dalam proses penyelesaian itu, Pemkab mendatangkan tim appraisal untuk mengukur berapa harga bangunan RSS di tahun itu. Dari hasil penghitungan tim appraisal mengeluarkan angka Rp 24 juta. Saat itu, menurut Pasda, diskusi masalah RSS hampir mengerucut ke penyelesaian. Namun karena alasan kesulitan ekonomi, warga setempat tidak dapat membayar.

Upaya penyelesaian masalah RSS Kayu Buntil terus dilakukan Pemkab. Pemkab melalui Dinas Perkimta dan kecamatan pada tahun 2018 menfasilitasi program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Lingkungan Kayu Buntil Barat mengajukan 120 bidang, namun baru 116 yang terbit sertifikatnya termasuk bidang tanah milik pribadi warga setempat di luar program PTSL.

Menurut Kabid Pasda, lahan yang ditempati warga Kayu Buntil dan dibanguni RSS setelah ditelusuri merupakan tanah negara bebas. Sehingga Sertifikat Hak Milik (SHM) diproses atas nama warga yang nemempati RSS. Hanya saja setelah diterbitkan SHM tahun 2018, saat ini masih dipegang Badan Petanahan Nasioanl (BPN) Buleleng. Karena bangunan RSS di atas lahan SHM itu masih dalam masalah. Sehingga ada kekhawatiran terjadi transaksi pemindahtanganan aset di bawah tangan sebelum masalah terselesaikan. Seluruh penerima RSS Kayu Buntil juga sudah diundang oleh Kajari Buleleng untuk sosialisasi kembali dengan menghadirkan seluruh warga bertahap pada tanggal 17, 18, 19, 20, 23 November di wantilan pura di Lingkungan Kayu Buntil. Seluruh proses penyelesaian pun akan ditentukan oleh Kejaksaan  Negeri, apa pun hasilnya nanti.

Kepala Lingkungan Kayu Buntil Barat Ketut Bukit,  ditemui di Kayu Buntil, Selasa kemarin, mengaku tak mengetahui dan tak pernah mengizinkan oknum yang mengaku warganya masadu ke dewan. “Rp 24 juta itu  kan bukan pengganti sertifikat, tetapi nilai bangunan rumahnya. Nanti kami ajak bicara dulu yang ke Dewan itu, biar tidak jadi bumerang di masyarakat. Wayan Bagiada itu juga tidak masuk dalam 98 pemohon RSS, tidak ada kapasitas dia itu,” tegas dia.

Kata Bukit, sejauh ini sosialisasi kembali dan win-win solution yang diambil pemerintah sudah sangat tepat. Terlebih saat ini sudah dibantu SHM atas nama mereka. Hanya saja angka tahun 2017 lalu belum bisa dipenuhi masyarakat. Karena kondisi ekonomi mereka sebagian besar jadi petani, nelayan, dan pemulung. “Kalau tidak setuju dan keberatan, kita bisa mohon harga yang seringan-ringannya dengan kondisi ekonomi saat ini,” ungkap dia. *k23

Komentar