nusabali

Krama Delod Peken Tolak Pararem Ngadegang Bendesa

  • www.nusabali.com-krama-delod-peken-tolak-pararem-ngadegang-bendesa

GIANYAR, NusaBali
Krama Banjar Delod Peken Desa Adat Keramas, Kecamatan Blahbatuh, tolak sosialisasi Pararem Nomor 5 Tahun 2020 tentang Ngadegan Bendesa Adat.

Penolakan tersebut disampaikan dalam paruman banjar yang berlangsung Sabtu (21/11) malam. Bahkan prajuru dan panitia yang sudah datang dan duduk di hadapan krama, terpaksa angkat kaki karena tak diberikan kesempatan berbicara.

Krama Banjar Delod Peken menolak sosialisasi ini karena proses penyusunan pararem ini dinilai membodohi masyarakat. Penolakan ini terjadi, dikarenakan pararem tersebut telah didaftarkan ke Majelis Desa Adat (MDA) Bali, padahal krama banjar tak pernah diajak dalam pembahasan pararem tersebut.

Anggota Pembentuk Pararem, I Gusti Made Kaler yang juga Kelian Adat Banjar Delod Peken sampai 'ngambul' dan menyatakan akan mengundurkan diri sebagai prajuru banjar. "Kalau seperti ini, saya lebih baik mundur saja. Karena saya hanya menjalankan tugas sebagai pengayah, tidak ada maksud lain di luar mengabdi pada masyarakat," ujarnya.

Namun pernyataannya tersebut justru disoraki krama, dan memintanya agar segera mundur sebagai prajuru. Di luar balai banjar dan di titik keramaian juga terbentang baliho penolakan. Selain menolak pararem yang diputuskan sepihak tanpa melibatkan paruman desa adat, juga mempertanyakan jabatan Bendesa Adat Keramas yang seharusnya berakhir 17 Februari 2020. Hal lain yang disuarakan adalah tahapan yang tidak sesuai dengan petunjuk teknis/surat edaran nomor 006/SE/MDA-Prov Bali/VII/2020 tentang proses ngadegan Bendesa langsung prajuru adat.

Poin lain yang membuat krama keberatan ada pada poin pemilihan bendesa, di mana bendesa bisa dipilih meskipun tidak diusung oleh krama banjarnya. Sejak disosialisasikan 16 November  2020 oleh panitia pembuat pararem, krama banjar-banjar di Desa Keramas telah menolak. Diawali  Banjar Maspait, lalu Banjar Lebah. Menariknya, di banjar ini, prajuru justru mengundang PKK yang tidak ada kaitan dengan ngadegan Bendesa. Namun tetap saja mendapatkan penolakan.

Setelah itu, Banjar Palak. Seorang krama, I Gusti Ngurah Bawa menilai pararem ini ilegal. Di Banjar Gelgel, seorang krama, I Wayan Ardita mengkritik isi pasal yang menyatakan, memperbolehkan suatu banjar mencalonkan krama yang bukan dari banjar bersangkutan. “Itu bisa menimbulkan kekacauan dan keributan  Kalau banjarnya saja tidak mencalonkan dia, sampai banjar orang lain mencalonkan tentu akan jadi pertanyaan dan akan bisa menimbulkan keributan," ujar Ardita.

Dikonfirmasi terpisah, Ketua Majelis Desa Adat, Anak Agung Alit Asmara, mengatakan, pihaknya mendorong ada sebuah komunikasi antara prajuru dan krama yang menganggap pararem tersebut bermasalah. Sebab, kata dia, konsep pararem itu harus 'diraremi' atau disepakati oleh krama. Terlebih lagi ketika menyangkut pemilihan atau mengatur calon yang bersumber dari krama.

"Antara hak dan kewajiban harus sama antara semua krama. Kalau ada hal yang belum clear, dalam proses pembuatan pararem, dalam proses sosialisasi, dan tahapan yang harus diketahui krama harus dilalui semua untuk kebaikan bersama," tandasnya.

Sementara menurut Manggala Pawongan Prajuru Desa Adat Keramas, Gusti Agung Kresna Kepakisan bahwasanya Penyusunan Pararem Pengele Nomor 5 Tahun 2020 tentang Ngadegang Bandesa Adat dan Prajuru Desa Adat, Desa Adat Keramas, telah sesuai dengan Buku Pedoman Ngadegang Bandesa Adat dan Prajuru Desa Adat, yang merupakan lampiran dari SE MDA Bali Nomor 066/SE/MDA-Prov Bali/VII/2020. “Sebelum membuat pararem ini malahan prajuru Desa adat telah lebih dahulu berkonsultasi dengan MDA Kabupaten Gianyar pada tanggal 13 Oktober 2020, terkait rencana Ngadegang Bandesa Adat dan Prajuru Desa Adat. MDA Gianyar memberikan langsung draf rancangan pararem, yang selanjutnya tinggal di sesuaikan isinya dengan kondisi desa adat Keramas. Selain draf rancangan pararem pangele, juga diberikan draf rancangan pembentukan panitia, dan draf rancangan surat pendaftaran pararem,” jelasnya.

Terkait penolakan sosialisasi, Agung Kresna berharap bisa duduk bersama untuk mencari solusi. “Itu yang kita agak susah. Kita tidak diberi kesempatan, dan sepertinya itu hanya suara-suara liar. Siapa jadi pembicara mestinya ada. Harapan prajuru, kita ingin sih komunikasi,” ujarnya. *nvi

Komentar