nusabali

Rindu Pelestarian Tabuh Lelambatan

Seniman Karawitan Wayan Jebeg

  • www.nusabali.com-rindu-pelestarian-tabuh-lelambatan

DENPASAR, NusaBali
Usianya tak lagi muda. Namun energinya masih terasa. I Wayan Jebeg, seniman karawitan yang kini berusia 88 tahun, ternyata masih piawai memainkan gamelan terompong.

Sejumlah karya karawitan lahir dari tangan seninya, dan masih mampu memberikan kesan melekat di kalangan penikmat seni karawitan.


Kak Jebeg, begitulah panggilannya. Seniman asal Banjar Batur, Desa Batubulan, Kecamatan Sukawati, Gianyar ini telah melahirkan bermacam tabuh-tabuh klasik seperti lelambatan pisan, gending lelambatan, galang kangin, gadung melati, tabuh pat dengkol, kurubaya, kumalayu dan tabuh bebarongan. Untuk bisa mencintai karawitan dan menciptakan karya-karya yang tak lekang oleh waktu, dia berproses sejak masih kecil.

Kak Jebeg mengenal gamelan di usia 10 tahun. Kala itu, dia mengawali kecintaannya pada seni dengan menjadi penari gandrung tahun 1942, di saat perang NICA dan Jepang. Meski kondisi pergolakan terjadi di mana-mana, Kak Jebeg tak patah semangat untuk belajar. Awal tahun 1945, dia kemudian mulai belajar memainkan gamelan dari orangtuanya.

“Pertama bisa memainkan gending ngelambat seperti gending Kumalayu khas Sukawati yang saya pelajari di Puri Gianyar. Kemudian, mulai pertama menjadi juru ugal, komando barungan gong yang diajarkan Pan Pogog, Pak Yan Rindi di Puri Gianyar tahun 1945,” cerita seniman kelahiran tahun 1932 itu.

Perjalanan panjang di bidang seni karawitan membuat Kak Jebeg sebagai seniman kerawitan makin dikenal. Kak Jebeg aktif di salah satu grup seni di bawah Kodam bernama Uril, yang kini bernama Ajendam. Tidak hanya sebatas itu. Saat berdirinya Kokar, Kak Jebeg juga menjadi guru otodidak bagi murid-muridnya. Sebut saja Prof Dr I Gede Arya Sugiartha (Rektor ISI Denpasar), Prof Dr I Wayan Rai, I Nyoman Winda, Dewa Berata (Pengosekan) dan masih banyak tokoh-tokoh seniman lainya dididik oleh Kak Jebeg.

Tidak hanya di Bali. Karya-karyanya juga mendapat apresiasi di luar negeri. Kak Jebeg telah melanglang buana ke sejumlah negara seperti Jerman, Amerika Serikat, Italia, Jepang, India. Bahkan Kak Jebeg juga melatih gambelan. Salah satunya di Grup Sekar Jaya di Negeri Paman Sam, AS.

Melihat perkembangan seni karawitan, Kak Jebeg berpesan agar tetap mempertahankan corak dan keaslian gending lelambatan. Di sisi lain, meski karya -karya sekarang banyak kreasi dan hiasan, Kak Jebeg berharap karyanya bisa dilestarikan. “Yang terpenting dalam menabuh mengutamakan rasa. Bukan karena gendingnya yang bagus tetapi kelihaian dan potensi penabuh yang lebih utama dalam membawakan gending itu sendiri,” ungkapnya.

Sederetan penghargaan pernah diterima Kak Jebeg. Antara lain Piagam Hut Kemerdekaan RI 1985 oleh Menteri Sudharmono, Piagam Wijaya Kusuma 1986, Piagam Dharma Kusuma 1987, Piagam Seni PKB 1991. Kini, Kak Jebeg yang telah dikaruniai tujuh anak, 10 cucu dan 15 cicit ini masih mengajarkan gending di berbagai tempat di Bali agar tetap dijaga dan dikembangkan. *ind

Komentar