nusabali

Penjual Arem-Arem Khas Semarang Mulai Membuat Arem-Arem Sejak Tengah Malam, Berjualan hingga Sore Hari

  • www.nusabali.com-penjual-arem-arem-khas-semarang-mulai-membuat-arem-arem-sejak-tengah-malam-berjualan-hingga-sore-hari

DENPASAR, NusaBali
Bergerak menyusuri Jalan Raya Puputan Renon Denpasar, sedikit jauh melewati para penjual bermobil yang memadati jalanan tersebut, terdapat satu penjual makanan bermotor yang menjual makanan khas Semarang, yakni arem-arem.

Arem-arem sendiri merupakan makanan khas Yogyakarya, Solo, dan Semarang yang mirip lontong atau lemper, dilengkapi dengan isian seperti sambal, tahu, dan tempe, hingga ayam.

Adalah Muhamad Soleh, 54, penjual arem-arem khas Semarang ini. Dirinya secara rutin berjualan mulai pukul 10 pagi menjajakan kuliner khas Semarang ini dengan motornya. Meski dirinya bukanlah pekerja di bidang pariwisata, namun dirinya juga merupakan salah satu warga yang kehilangan mata pencaharian sebelumnya karena pandemi Covid-19.

Sebelumnya, dirinya juga berjualan, namun kegiatan berjualan dirinya lakukan di lokasi-lokasi proyek. Namun akibat pandemi Covid-19 yang membuat proyek-proyek tersebut berhenti, hilang pulalah tempatnya biasa berjualan.

“Dulu pernah jual bakso, pernah jual burger, terus setiap ada proyek saya ada ngelayani makannya, di warung gitu. Cuma sekarang proyek kan nggak ada karena Covid ini, mulai bulan tiga sudah nganggur. Mikir mau jualan apa, setelah Lebaran baru ada ide jualan ini,” ujar pria yang telah sembilan tahun tinggal di Bali ini.

Selain menjual arem-arem, dirinya juga sebelumnya sempat menjual tempe mendoan, namun ternyata arem-arem menjadi jajanan yang lebih laku, hingga kini dirinya hanya menjual arem-arem saja. Setiap hari, dirinya menyiapkan sekitar 50 bungkus arem-arem, di mana setiap bungkusnya berisi dua buah arem-arem.

Tak mahal-mahal, cukup Rp 5.000 untuk satu bungkus jajanan khas Semarang dengan isian ayam, tahu atau tempe ini. “Ya jualan begini yang penting bisa muter, nggak banyak untungnya. Ya pokoknya bisa pakai sehari-hari,” lanjut Soleh.

Arem-arem ini disiapkannya bersama istrinya sejak tengah malam. Dirinya mengungkapkan bahwa proses mengukus arem-arem ini memakan waktu cukup lama, sehingga mulai memasak arem-arem dimulai saat malam atau saat subuh. “Jam satu, jam dua itu, baru selesai bungkus nanti jam 6. Mulai jualan jam 10. Ini tahannya kalau matangnya jam 7, sampai 12 malam pun nggak apa-apa,” jelas pria yang kini beralamat di kawasan Panjer ini.

Soleh memang rutin berjualan di lokasi saat ini sejak pukul 10 pagi. Kadang, jika laris dirinya selesai berjualan pukul 2 siang, namun jika situasi sedang sepi maka dirinya akan lanjut berjualan hingga jam 6 sore. Dirinya mengaku, matanya yang sudah rabun ini membuatnya merasa khawatir untuk berjualan keliling.

Juga, dirinya memilih untuk tidak berjualan di kawasan dekat Bundaran Renon yang kini diisi oleh masyarakat yang berjualan dengan mobil agar dirinya yang berjualan dengan motor tidak tertutupi. “Pernah dulu berhenti di sana pertama jualan itu, cuma beberapa hari. Terus muter-muter ternyata yang laku di sini,” katanya.*cr74

Komentar