nusabali

RCEP Jadikan Indonesia Kebanjiran Produk China

  • www.nusabali.com-rcep-jadikan-indonesia-kebanjiran-produk-china

JAKARTA, NusaBali
Lahirnya kesepatakan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), membuat Indonesia dihantui membanjirnya produk China.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengungkapkan, ada sisi negatif dari dampak kesepakatan perdagangan yang mencakup 30 persen perdagangan dunia itu ke Indonesia.

Menurutnya, RCEP akan membuat Indonesia kebanjiran produk-produk dari China. Sebab, sebelum adanya perjanjian perdagangan bebas tersebut, impor Indonesia dari China terus mengalami kenaikan pesat.

"Dan saya agak kaget data terbaru pada Oktober,  porsinya (Impor China) sudah 30,1 persen dari total produk impor," kata Bhima Yudhistira, secara virtual, di Jakarta, Selasa (17/11).

Bhima menerangkan, sejak 2015, barang-barang impor dari China sudah mendominasi di Indonesia. Pada tahun itu porsinya mencapai 24,7 persen dari total impor dan terus merangkak naik hingga 30,1 persen pada 2020.

Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya bersama Australia, China, Jepang, Selandia Baru, dan Korea Selatan menandatangani kesepakatan RCEP. Karena itulah, pemerintah diminta tak gegabah meratifikasi RCEP.

Dari pernyataan Kementerian Perdagangan RI, perjanjian itu akan mencakup 30,2 persen dari total Produk Domestik Bruto dunia, yang melibatkan negara-negara dengan jumlah penduduk mencapai 29,6 persen populasi dunia.

Pakta perdagangan bebas ini diharapkan akan membantu memulihkan perekonomian negara-negara di kawasan regional yang terkena imbas wabah corona. Selain itu, juga dinilai dapat mempermudah prosedur bisnis, pergerakan barang dan jasa, serta menyederhanakan berinvestasi.

Sedangkan Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti kepada bisnis.com mengatakan, implikasi RCEP terhadap kehidupan masyarakat Indonesia akan sangat luas, dan tidak hanya terbatas pada masalah perdagangan dan ekonomi.

Rachmi meminta pemerintah agar tidak terburu-buru meratifikasi perjanjian ini. Pemerintah harus lebih dulu membuat studi terhadap dampak sosial dan hak asasi manusia yang berpotensi muncul sebagai akibat implementasi perjanjian ini.

Sementara itu, RCEP dinilai tidak terlalu banyak membahas hak-hak buruh, perlindungan lingkungan, hak kekayaan intelektual, dan mekanisme penyelesaian perselisihan. Juga muncul kemungkinan membanjirnya produk-produk impor murah ke pasar domestik, utamanya dari China dan Australia.

Apalagi sebelum ditandatangani kesepakatan RCEP, kata Bhima Yudhistira, neraca perdagangan Indonesia dengan dua negara besar yakni Australia dan China telah defisit. Sampai September 2020, neraca dagang Indonesia dengan China dan Australia masing-masing defisit 6,6 miliar dolar AS dan 1,5 miliar dolar AS. Apabila ditambah liberalisasi penurunan tarif, defisit perdagangan Indonesia dengan negara mitra RCEP dikhawatirkan akan semakin melebar. *

Komentar