nusabali

Sabet Juara III Nasional Kategori Anugerah Masyarakat Inovatif

Dr AA Gede Agung Rahma Putra SSn MSn, Akademisi-Seniman dari Puri Muncan, Desa Adat Kapal

  • www.nusabali.com-sabet-juara-iii-nasional-kategori-anugerah-masyarakat-inovatif

Dalam Lomba Inovasi Kategori Anugerah Masyarakat Inovatif 2020, AA Gede Agung Rahma Putra menampilkan karya inovasi ‘Teknik Kreatif Pembuatan Hiasan pada Kostum Tari dan Properti Tari’.

MANGUPURA, NusaBali
Akademisi-seniman yang juga Pembina Sanggar Tari Bali Yudhistira Puri Muncan, Desa Adat Kapal, Kecamatan Mengwi, Badung, Dr AA Gede Agung Rahma Putra SSn MSn, 32, mengukir prestasi tingkat nasional. Karya inovasinya untuk hiasan kostum tari Bali berhasil meraih peringkat III tingkat nasional dalam Lomba Inovasi Kategori Anugerah Masyarakat Inovatif 2020, serangkaian Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas).

Penghargaan untuk AA Gede Agung Rahma Putra telah diserahkan dalam acara Inovasi Indonesia Expo 2020 yang dibuka secara virtual oleh Presiden Jokowi, Selasa (10/11) lalu. Lomba Inovasi Kategori Anugerah Masyarakat Inovatif 2020 itu sendiri dilaksanakan Kementerian Riset & Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional dalam rangka mengisi HUT ke-75 Kemerdekaan RI dan Setahun Pemerintahan Kabinet Indonesia Maju.

Rangkaian kegiatan Hakteknas dengan tema ‘Inovasi Sebagai Solusi’ telah dimulai 10 Agustus 2020. Sebagai penutup rangkaian kegiatan Hakteknas, diselenggarakan kegiatan Inovasi Indonesia Expo (I2E) 2020 secara virtual, 10-13 November 2020. Kegiatan ini akan dirangkaikan dengan Artificial Intelligent Summit (AIS) 2020, Indonesia Nuclear Expo (NEXPO) 2020, Indonesia Science Expo (ISE) 2020, Pemberian Anugerah Inovasi dan Habibie Prize, serta Ristek-Kalbe Science Awards (RKSA) 2020.

Agung Rahma Putra berhasil meraih peringkat III dalam Lomba Inovasi Kategori Anugerah Masyarakat Inovatif serangkaian Hakteknas ini. Karya inovasi yang diikutkan Agung Rahma dalam lomba tersebut adalah ‘Teknik Kreatif Pembuatan Hiasan pada Kostum Tari dan Properti Tari’. Agung Harma hanya kalah dari Devita Noti Wijaya (Jawa Tengah) dengan karya inovasi ‘Tempe Super Instan’ dan Amin (Kalimantan Barat) dengan karya inovasi ‘Konverter Kit Amin Ben Gas’.

Agung Rahma mengatakan, bicara masalah seni pertunjukan, tentu banyak aspek penting ada di dalamnya. Salah satunya, kostum. Menurut Agung Rahma, kostum yang hadir dalam dunia seni pertunjukan di Bali, khususnya bidang tari, pada bagian hiasannya sebagian besar terbuat dari bahan belulang sampi (kulit sapi Bali). Untuk satu kostum tari tradisi, bisa menghabiskan sampa satu ekor kulit sapi.

Bahkan, untuk membuat sebuah perlengkapan payas (aksesoris) Barong, bisa menghabiskan hingga 10 ekor kulit sapi. “Bayangkan jika tiap tahunnya seniman menghasilkan karya tari baru dengan menggunakan bahan baku kulit sapi, banyak sapi yang harus dikorbankan untuk diambil kulitnya?” ujar Agung Rahma kepada NusaBali, Kamis (12/11).

Berangkat dari situ, sebagai seniman muda Bali yang menggeluti bidang seni pertunjukan dan seni rupa, Agung Rahma tergerak hatinya untuk membuat inovasi baru terhadap hiasan atau aksesoris pada karya seni kreasi baru. Dia terapkan teknik baru untuk pembuatan asesoris pada kostum seni pertunjukan yang murah, namun terlihat mahal. Teknik ini merupakan pengolahan dari bahan lem tembak, kertas solek atau spon ati, cat, dan perlengkapan lainnya.

“Dari teknik ini juga bisa menjadi bahan dasar untuk pembuatan hiasan ogoh-ogoh. Bahkan, teknik ini dapat digunakan pada industri kerajinan lainnya, sehingga memunculkan kesan baru yang inovatif. Misalnya, pada pembuatan keben, katung, dan sebagainya,” tutur pria kelahiran 26 April 1988 asal Puri Muncan, Desa Adat Kapal, Kecamatan Mengwi yang kesehariannya jadi dosen di Universitas Mahadewa Indonesia ini.

Mengenai bahan baku, Agung Rahma mengatakan bahannya mudah didapatkan dan tidak terlalu membahayakan kelangsungan ekologis, karena tidak menghasilkan limbah sebagaimana pabrik-pabrik besar. Terlebih, bahan baku yang digunakan semuanya terpakai dengan baik, sehingga tidak ada limbah atau dampak terhadap lingkungan yang merugikan ekosistem.

Agung Rahma menggunakan bahan lem tembak, kertas solek atau spon ati, cat, dan lainnya. “Sedangkan bahan baku seperti kulit sapi Bali, belakangan sangat mahal dan langka. Pasokan bahan baku yang kurang, berdampak pada nominal harga yang tinggi,” papar pendiri dan Pembina Yayasan Pancer Langit ini.

Melalui inovasinya, Agung Rahma ingin meminimalkan penggunaan kulit sapi Bali sebagai bahan baku hiasan kostum tari dan properti tari, sehingga menggunakan bahan modern yang mudah ditemukan di pasaran. Selain itu, inovasinya ini sebagai upaya mengkonservasi sapi Bali. Juga sebagai bentuk perpaduan antara style tradisional Bali dan kontemporer.

“Intinya, karya inovasai ini sebagai alternatif bagi masyarakat untuk menciptakan hiasan kostum dan properti tari dengan harga yang lebih terjangkau. Namun, tetap menerapkan motif, pola, bentuk kostum tari, dan properti dengan menjaga akar kekhasan seni ornament Bali,” tandas ayah satu anak dari pernikahannya dengan Ni Luh Wahyu Sri Noviani ini.

Agung Rahma sendiri menamatkan pendidikan S1 di Institut Seni Indonesia Denpasar ( tamat 2010), S2 di Institut Seni Indonesia Jogjakarta (2012), dan S3 Institut Seni Surakarta (2019). Selain jadi dosen, pembina yayasan, Agung Rahma juga menjadi Pembina Sanggar Tari Bali Yudhistira Puri Muncan Kapal sejak tahun 2003.

Selama ini, Agung Rahma sudah meraih berbagai prestasi tingkat nasional. Di antaranya, Juara 1 Pemuda Pelopor Bidang Sosial, Budaya, Pariwisata, dan Bela Negara Tingkat Nasional Tahun 2016. Selain itu, juga sempat dinobatkan sebagai Koreografer Terbaik di Parade Tari Nusantara tahun 2016. Untuk lokal Bali, Agung Rahma sempat terima penghargaan Silpakara Nugraha (Inovasi Masyarakat) Provinsi Bali Tahun 2019. *asa

Komentar