nusabali

Pandemi, Nelayan Udang di Kedonganan Merugi

Hasil Tangkapan Sedikit, Harga di Pasar Anjlok

  • www.nusabali.com-pandemi-nelayan-udang-di-kedonganan-merugi

MANGUPURA NusaBali
Pandemi Covid-19 juga berdampak pada nelayan udang di Kedonganan, Kecamatan Kuta, Badung.

Selain hasil tangkapan sedikit, harga udang di pasaran juga anjlok. Akibatnya, para nelayan kerap merugi lantaran biaya operasional lebih besar dibanding pemasukan.

Salah seorang nelayan udang r bernama Tanwi, 65, menyatakan sejak tiga bulan belakangan ini, dia bersama rekan nelayan kerap merugi lantaran tidak ada pembeli. Menurut dia, sejak pandemi Covid-19 ini, pembeli udang di pasar cenderung menurun. Yang terparah, sejak tiga bulan belakangan ini banyak hasil tangkapan yang tidak terjual. Hal ini membuat pedagang udang menurunkan harga. Selain sepi pembeli, hasil tangkapan nelayan juga turun.

“Sebelum Covid-19, udang itu laku keras di pasaran. Kami tidak kewalahan seperti saat ini dalam menafkahi keluarga. Bisa dikatakan kebutuhan selalu tercukupi setiap bulannya,” ungkapnya saat ditemui di Pantai Kedonganan, Senin (9/11) siang.

Diceritakan, sebelum pandemi harga 1 kilogram udang bisa mencapai Rp 800.000 tergantung jenisnya. Menurut dia, ada tiga jenis udang yang sering ditangkap oleh para nelayan. Pertama udang jenis bambu. Harga udang jenis ini sebelum pandemi mencapai Rp 180.000 per kg. Namun, saat pandemi, harganya anjlok di kisaran Rp 50.000 hingga Rp 70.000 per kg. Kemudian, jenis udang pasir yang dibandrol Rp 200.000, tapi saat ini berada di kisaran Rp 75.000 hingga Rp 100.000 per kg. Sementara, untuk udang mutiara, dulu dibandrol Rp 800.000 per kg, namun saat ini turun di kisaran Rp 350.000 hingga Rp 400.000 per kg.

“Turunnya saat ini jauh sekali, bisa di bawah setengah harga dulu. Makanya nelayan udang di Kedonganan kerap mengeluh dengan kondisi itu,” urai pria asal Jember, Jawa Timur, ini.

Yang lebih miris, lanjut Tanwi, selain harga turun, hasil tangkapan nelayan juga turun drastis. Kalau sebelum pandemi, dia dan rekan-rekannya kerap menangkap 4 hingga 5 kg udang sekali melaut. Namun, saat ini hanya sekitar 1 kg hingga 1,5 kg sekali melaut. Padahal, menangkap udang terbilang cukup sulit. Nelayan harus turun melaut pada pukul 05.00 Wita dan baru bisa pulang pukul 11.00 Wita. Waktu kepulangan juga tergantung hasil tangkapan. “Waktunya tergantung, kalau saya sendiri pulang melaut itu sekitar pukul 11.00 Wita. Tapi, kalau tangkapan belum ada, terpaksa kita lanjutkan hingga pukul 13.00 Wita,” bebernya seraya menyebut setiap melaut ditemani oleh menantunya.

Lantaran harga udang anjlok, pendapatan Tanwi kerap minus atau kekurangan setiap bulannya. Pasalnya, biaya operasional cukup tinggi. “Biasanya kalau melaut, minyak (BBM) itu kita sediakan Rp 150.000, belum termasuk uang rokok dan lainnya. Ya, bisa tembus Rp 200.000 untuk sekali melaut untuk dua orang. Tapi, hasil tangkapan tidak sebanyak itu. Saat ini, kadang kita dapat Rp 100.000 hingga Rp 150.000 setiap melaut. Jadi banyak minusnya,” ucap Tanwi. Menurut dia, saat ini kebutuhan hidup sehari-hari banyak ditanggung oleh pemilik jukung. *dar

Komentar