nusabali

Tukad Bembeng Ditata Pasca 40 Tahun Terbengkalai

  • www.nusabali.com-tukad-bembeng-ditata-pasca-40-tahun-terbengkalai

GIANYAR, NusaBali
Tukad Bembeng di Banjar Gelulung, Desa/Kecamatan Sukawati, Gianyar mulai ditata untuk objek wisata rekreasi air setelah 40 tahun terbengkalai.

Sungai yang aliran airnya terbelah dua ke sisi selatan dan utara ini dulunya sempat eksis sebagai tempat pemandian umum. Penataan Tukad Bembeng ditandai dengan aktivitas gotong royong warga Banjar Gelulu, Desa Sukawati, Minggu (8/11). Gotong royong kemarin dikoordinasikan oleh Ketua Sekaa Teruna Dharma Sentana Banjar Gelulung, I Putu Dwipayana. Dalam gotong royong ini, semak belukar dibabat, sementara sampah yang menyumbat aliran Tukad Bembeng diangkat. Selain itu, tanah yang menempel pada tebing batu padas juga dibersihkan.

Dibuat pula akses jalan melingkar dan jalan setapak. Nantinya juga bakal dibangun jembatan pendukung. Pasca ditata, Tukad Bembeng diharapkan bisa menjadi objek wisata rekreasi baru di Kabupaten Gianyar. Apalagi, lokasi Tukad Bembeng hanya berjarak sekitar 500 meter sebelah barat Pasar Seni Sukawati. Lokasinya bagus untuk tempat selfie, main air, dan ada beberapa air terjun pendek.

Tukad Bembeng terbilang unik, di mana aliran airnya diibaratkan sebagai ‘Teledu Nguyah’, karena terpecah dua di sisi barat. Satu pecahan mengalir ke arah utara, satu pecahan lagi mengalir ke arah selatan. Kemudian, kedua aliran yang terpecah itu kembali bertemu di sisi timur. Sedangkan di tengah-tengah aliran sungai, terdapat lahan milik warga yang pada era 1980-an dijadikan tempat mess pekerja gar-men.

Tukad Bembeng ini sempat eksis sebagai tempat pemandian umum, sebelum air PDAM masuk ke rumah-rumah warga. Masyarakat Desa Sukawati dulunya biasa mandi di Tukad Bembeng pada pagi dan sore hari. Ada pula yang sekadar mancing.

Ketua Sekaa Teruna Dharma Sentana Banjar Gelulung, I Putu Dwipayana, mengaku ide untuk menata Tukad Bembeng berawal dari kegiatan mancing memanfaatkan waktu selama pandemi Covid-19. “Saya bersama sejumlah teman sempat juga berkeliling. Ternyata, kami punya pemikiran yang sama bahwa tempat ini sangat bagus jika ditata, potensial untuk dijadikan rekreasi wisata air," ungkap Dwipayana di sela kegiatan gotong royong di Tukad Bembeng, Minggu kemarin.

Menurut Dwipayana, Sekaa Teruna mengawali kegiatan bersih-bersih di Tukad Bembeng, Oktober 2020 lalu. Dwipayana pun mencari dukungan dengan mengirim foto bersih-bersih ke Grup WA Banjar Gelulung. "Kirim info ke Grup WA Banjar, sehingga akhirnya mulai banyak yang ikut peduli. Bahkan, semua krama banjar ikut rutin turun gotong royong yang biasanya digelar pagi-sore. Kalau hari Minggu seperti sekarang, yang ikut hadir lebih banyak. Rencanbanya, awal tahun baru 2021 nanti kami Sekaa Teruna akan menggelar acara di sini," terang mahasiswa Semester III Jurusan Karawitan ISI Denpasar ini.

Sementara, seorang tokoh warga Sukawati, I Made Sarjana, mengatakan Tukad Bembeng sudah terbengkalai selama 40 tahun, sebelum kini ditata kembali. Karena lama terbengkalai, tempat ini kental nuansa magis. "Warga sekitar kadang mencium bau masakan, padahal tidak ada orang yang memasak di sungau. Dulu tetua kami, Pekak Retig, bahkan sempat melihat sosok gadis cantik. Pekak Retig mau diajak nikah olah sosok gadis cantik itu, tapi beliau menolak,” kenang Sarjana.

Tokoh warga Banjuar Gelulung lainnya, Nyoman Sukaya Sukawati, juga mengakui Tukad Bembeng memiliki taksu yang tenget. “Tukad Bembeng adalah tali taksu, penghubung dan pengikat desa-desa tua di sepanjang alirannya sebagai entitas penjaga spirit Bali,” jelas Sukaya Sukawati, Minggu kemarin.

“Ibarat sabuk, hulu Tukad Bembeng yang ada di kawasan Ubud adalah gesper, disimbolkan dengan keberadaan Pura Gunung Raung di Desa Taro. Sedangkan hilirnya berakhir di Cengcengan, Desa Sukawati, berupa campuhan dengan Tukad Wos, itu laksana ujung sabuk," lanjut mantan waretawan NusaBali ketika masih bernama Nusa Tenggara akhir 1980-an ini.

Menurut Sukaya, wilayah yang terhubung oleh garis Tukad Bembeng di antaranya Ubud, Padangtegal, Peliatan, Pengosekan, Mas, Lodtunduh, Silungan, Batuan, dan Sukawati. "Secara alami, wilayah Bembeng-nya adalah di Banjar Gelulung mulai dari tikungan di pojok barat carik Gagalan, terus ke bulakan tempat airan sungai terpecah dua (satunya ke Penga dan satu lagi ke Celagi), lalu kedua cabang ini menyatu lagi di Lubuk Paluh,” kata Sukaya.

Sukaya menyebutkan, Bembeng-nya Gelulung memang tidak panjang, namun inilah bagian terindah dari lanskap Tukad Bembeng dan mudah diakses. "Di sini tempat aliran air sungai terpecah dua, yang secara gaib menjadikan Tukad Bembeng bukan saja elok, tapi juga mengandung mistik. Tukad ini tenget, namun tidak menggertak,” katanya puitis.

Disebutkan, sejak dulu Tubad Bembeng adalah tempat masyarakat Sukawati menggantungkan sebagian hidup. Bila ada krama Banjar Gelulung menikah, ritual mandinya dilakukan di Tukad Bembeng. Selain itu, kata Sukaya, ibu-ibu yang sebel (cuntaka) karena habis melahirkan, selalu menyucikan diri kembali di Tukad Bembeng dengan membawa sarana tiuk puntul misi bawang (pisau tumpul berisi bawang, Red) sebagai pasikepan. *nvi

Komentar