nusabali

MUTIARA WEDA: Kerja Raga-Dvesa

Rāga dvesa vimuktais tu visayān indriyais caran, ātma vasyair vidheyātmā prasādam adhigacchati. (Bhagavad-gita, II.64)

  • www.nusabali.com-mutiara-weda-kerja-raga-dvesa

Tetapi, orang yang mantap di dalam dirinya menjadi terbebaskan dari rasa suka dan rasa tidak suka, memiliki kemampuan mengendalikan indriya-indriya dengan objek-objeknya, maka ia mencapai kebersihan hati.

Dikatakan bahwa saat indriya mengadakan kontak dengan objeknya, maka muncul keterikatan di dalamnya. Dari keterikatan tersebut, raga dan dvesa pikiran bekerja. Saat pikiran merasa sesuai dengan objek tersebut ia pun menyukainya (raga). Sebaliknya, saat merasa tidak sesuai, pikiran tidak menyukainya (dvesa). Raga dan dvesa pikiran ini selalu bekerja dalam kehidupan kita sepanjang berhubungan dengan objek-objek dari yang bisa dipersepsi oleh indriya dan dinalar pikiran. Apa saja objek itu? Apapun, baik itu harta benda, benda-benda alam, hasil karya, jenis pekerjaan, hobby, imajinasi dan bahkan objek keyakinan. Apapun yang bisa dipersepsi oleh indriya dan bisa dinalar oleh pikiran akan selalu ditunggangi raga dan dvesa.

Karena raga dan dvesa terus bekerja, maka objek-objek yang dipersepsi itu kecenderungannya menjadi property. Jika property itu sesuai dengan keinginan, orang akan berupaya mempertahankannya, demikian sebaliknya jika tidak sesuai keinginan, ia dengan segera menendangnya. Seperti misalnya, ketika seorang laki-laki menyukai seorang perempuan, ia mulai ada kontak dengannya, kemudian keinginannya mengarah kesana. Selanjutnya, ketika perempuan itu merespon dan menyatakan kesediannya untuk menerima cintanya, segera ia menjadikan perempan itu sebagai propertynya, atau sebaliknya laki-laki itu menjadi property bagi perempuan itu. Oleh karena sebagai property, masing-masing berupaya untuk mempertahankan dan melindunginya dari gangguan luar. Ketika suatu saat ada laki-laki lain menggoda perempuan itu, maka ia akan marah pada penggoda. Demikian juga ketika ada wanita lain menggoda laki-lakinya, perempuan itu juga akan marah. Respon yang diberikan biasanya dalam bentuk emosi ketika sesuatu yang terjadi itu menyenangkan maupun tidak menyenangkan.

Orang biasanya lebih sensitif terhadap apa yang menjadi propertynya. Semakin besar keterikatan dengan property itu akan semakin sensitif orang itu. Bahkan orang bisa mengambil risiko besar guna mempertahankan propertinya itu. Mungkin juga ini bisa dikaitkan dengan menjamurnya paham-paham radikalis dan fundamentalis di beberapa belahan dunia. Tokoh yang mampu merekrut orang-orang yang bisa diajak berjuang dibawah kendalinya memahami benar bahwa property yang dipegang kuat akan dibela bahkan sampai mati dan siap mati untuk itu. Tokoh itu mampu meyakinkan orang-orang bahwa ideologi yang diajarkan itu adalah property yang mesti disayangi dan dibela ketika ada yang berupaya menentangnya. Bahkan ketika orang-orang telah kuat memegang ideologinya itu, ia bisa memasukkan kehendak politiknya dengan mengkaitkan ideologi itu dengan musuh yang harus dihilangkan. Tokoh itu bisa menunjukkan siapa saja yang harus dilawan yang bertentangan dengan ideologinya itu.

Sehingga dengan demikian, apa yang ditekankan oleh teks seperti di atas adalah esensinya. Penyebab itu semua adalah kerja raga dan dvesa. Yang perlu diperhatikan adalah individu-individunya karena raga dan dvesa itu bekerja pada individu-individu orang itu. Dan, oleh karena raga dan dvesa demikian adanya, maka setiap orang memiliki kesempatan untuk bisa digerakkan emosinya untuk menjadi radikalis dan fundamentalis dalam berbagai levelnya. Raga dan dvesa adalah sumber utama masalahnya, sementara apapun yang terjadi kemudian hanya konsekuensi dari kerja raga dan dvesa.

Inilah yang mungkin menjadi prinsip pokok mengapa teks seperti di atas tidak banyak bekerja pada ranah konsekuensi, melainkan pada akarnya. Hanya masalahnya, oleh karena teks bicara akar, banyak orang tidak terlalu suka atau tidak tertarik, atau merasa bahwa itu sesuatu yang sukar dan merasa tidak penting dikerjakan. Sementara yang lainnya ada yang menganggap bahwa ajaran itu terlalu suci dan mereka takut mengaksesnya, merasa dirinya masih kotor dan seterusnya. Ini adalah problema besar dalam kehidupan manusia, sebab raga dan dvesa itu terus bekerja dan jika orang belum selesai dengan urusan ini, apapun ideologi yang dianut tendensinya akan mengarah pada cara-cara emosional dalam merespon sesuatu.

I Gede Suwantana

Komentar