nusabali

Tiga Walaka Madwijati di Merajan Geria Keniten

  • www.nusabali.com-tiga-walaka-madwijati-di-merajan-geria-keniten

AMLAPURA, NusaBali
Tiga walaka madwijati atau menjalani upacara sulinggih di Merajan Geria Keniten, Banjar/Desa Duda, Kecamatan Selat, Karangasem, pada Saniscara Kliwon Krulut bertepatan Purnama Kalima, Sabtu (31/10).

Dua di antaranya sepasang suami istri, Ida Bagus Gede Yadnya berganti nama menjadi Ida Pedanda Gede Karang Ngenjung. Sedangkan istrinya, Ida Ayu Kusumawati berganti nama Ida Pedanda Istri Karang. Satu lagi adalah kakak kandung Ida Bagus Gede Yadnya yakni Ida Ayu Putu Swastika berganti nama jadi Ida Pedanda Istri Raka Keniten.

Upacara dipuput guru nabe, Ida Pedanda Gede Putu Ngenjung. Prosesi madwijati disaksikan guru watra Ida Pedanda Istri Ngurah dan guru saksi Ida Pedanda Gede Wayan Buruan. Upacara dwijati juga dihadiri Dharma Upapathi Ida Pedanda Gede Wayahan Tianyar dari Geria Menara, Banjar Punia, Desa Sinduwati, Kecamatan Sidemen, Ketua PHDI Karangasem Dr Ni Nengah Rustini MAg, Sekretaris PHDI Karangasem I Gusti Ngurah Ananjaya, Bendesa Adat Duda I Komang Sujana, Perbekel Desa Duda I Gusti Agung Ngurah Putra, dan undangan lainnya.

Dharma Upapathi Ida Pedanda Gede Wayahan Tianyar dalam dharma wacananya mengingatkan, tugas sulinggih di antaranya ngeloka palasraya (muput upacara), penadahan upadesa (memberikan pencerahan kepada umat), nyurya sewana (menyucikan diri setiap pagi). Sesuai yang tertuang dalam Lontar Sarasamuscaya, sulinggih diberi predikat satya wadi yakni selalu menyuarakan kebenaran, satya apta yakni patut dihormati dan diteladani, sang patirthan sebagai tempat mendapatkan penyucian.

Sedangkan dalam Lontar Ekapratama disebutkan sulinggih sebagai katrini katon atau wakil Tuhan. Dalam kitab Taiteria Upanisad disebutkan sebagai acharya dewa bhawa atau perwujudan dewa. “Jadi sang sulinggih merupakan orang yang sudah disucikan, tugasnya mengantarkan upacara, memberikan pencerahan dan bimbingan kepada umat sedharma,” jelas Ida Pedanda Gede Wayahan Tianyar.

Ketua PHDI Karangase, Dr Ni Nengah Rustini juga mengatakan demikian. “Sulinggih itu jadi panutan di desa, sebagai lambang kebenaran, sehingga apa yang dikatakan, itulah kebenaran yang selayaknya ditaati,” jelas Rustini. Diingatkan, tahapan selanjutnya mesti menjalani swadarmaning sebagai sulinggih ngelinggihang Weda, melaksanakan lokapalasraya, dan tidak kasepungan (bermasalah). Rustini menyerahkan surat keterangan dari PHDI  kepada ketiga sulinggih dengan Nomor 07/PHDI-Kab Kar/X/2020 tentang Pemberian Izin Madiksa per 31 Oktober 2020. *k16

Komentar